Share

Bab 10

Naya terus melangkahkan kakinya dengan langkah yang tertatih-tatih, wajahnya pucat dan mata yang tampak kosong. Air mata terus merembes dari pelupuk mata yang sembab, sesekali ia mengusapnya. Wanita muda itu terpaksa harus pulang ke rumah dengan berjalan kaki, ia tidak memiliki uang sepeser pun.

Naya terlihat sangat menyedihkan setelah mahkotanya direnggut lalu ditinggalkan begitu saja seperti seorang wanita bayaran. Yang membuat Naya semakin hancur mahkotanya direnggut saat ia tidak sadar karna pengaruh minuman memabukkan itu.

Dengan tangan gemetar Naya memutar handel pintu rumah kontrakannya setelah satu jam berjalan kaki. Beruntung sang ibu masih di rawat di rumah sakit, setidaknya bu Ani tidak tahu apa yang terjadi pada putrinya.

Naya memilih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Air matanya semakin meluruh ketika melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya. Bercak merah kebiruan tercetak jelas di sekujur tubuh. Bagian pangkal pahanya terasa sangat sakit.

Naya menarik napas dalam-dalam berusaha menenangkan dirinya. Bukankah ia memang berniat menjual keperawanan pada pria itu? Tapi kenapa ia sangat hancur dan merasa tak terima mahkotanya di renggut. Sekarang ia merasa sangat kotor.

"Tenangkan dirimu, Naya. Anggap saja ini sebagai ganti dari uang 70 juta yang kamu pakai," gumam Naya seolah menenangkan dirinya.

Bukannya tenang Naya menangis semakin deras dan menjadi-jadi. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan yang berguguran butiran kristal bening. Suasana isak tangis mengudara dalam ruangan kecil itu.

Argio mengusap wajahnya kasar. Pikiran pria itu selalu dipenuhi wajah Naya. Ada sedikit rasa bersalah dalam benaknya namun ia berusaha menepis rasa bersalah itu. Toh, Naya yang lebih dulu menggodanya. Lagipula ia juga sudah mengeluarkan uang puluhan juta untuk membantu wanita itu. Jadi, itu ia anggap sebagai imbalan untuk uang yang ia berikan.

Bagi Argio, Naya seperti tidak jauh beda dengan wanita bayaran yang sering ia temui, tapi bedanya Naya masih perawan dan belum terjamah oleh lelaki manapun.

Argio membuang napasnya kasar dan berusaha untuk fokus pada pekerjaannya. Begitu banyak lembaran kertas di atas meja, termasuk berkas untuk menyetujui kerja sama dengan perusahaan lain.

"Argio."

Suara tegas Hendrik memecah keheningan di ruangan itu, membuat Argio menoleh sejenak pada pria paruh baya yang baru saja memasuki ruangan.

"Ke mana saja kamu? Tiba-tiba pergi meninggalkan Bar tanpa memberitahu ku."

"Aku ada urusan mendadak. Bisakah Paman keluar dari ruangan ini? Aku butuh ketenangan." Saat ini Argio tak ingin diganggu termasuk diajak bicara.

Sebelah alis Hendrik terangkat. Ia melihat ada sesuatu yang berbeda dari Argio. "Apa ada masalah?"

Argio memejamkan matanya sejenak. Sungguh, kehadiran Hendrik membuat kepalanya semakin pusing.

"Apa Paman tidak paham dengan perkataan ku? Tolong keluar dari ruangan ini! Jika tidak ada sesuatu yang penting jangan datang ke sini!" sergah Argio sedikit emosi.

"Baiklah, aku akan keluar. Tapi sebelumnya aku ingin memberitahumu, Chelsea ingin menemui. Malam ini kalian berdua akan bertemu, sudah aku atur."

"Sudah? Sekarang keluar!"

Hendrik menggelengkan kepalanya pelan lalu setelahnya keluar dari ruang kerja pribadi Argio. Ia merasa Argio terlihat sangat aneh. Marah-marah tidak jelas. Sementara Argio menyandarkan punggungnya di kepala kursi. Berusaha menenangkan pikirannya. Bukan apa-apa, ini baru pertama kali bagi Argio menjamah seorang wanita dan itu meninggalkan rasa bersalah namun berusaha ia tepis.

Tak terasa malam pun tiba. Argio turun dari mobil sedan mewahnya setelah sampai disebuah restoran bintang lima yang cukup terkenal di kota ini. Pria itu melangkah lebar penuh wibawa dengan raut wajah yang mendatar.

Seorang wanita dengan gaun yang cukup seksi segera bangkit dari tempat duduknya begitu melihat sosok Argio mendekat ke arahnya. Ia menampilkan senyuman terbaiknya saat melihat Argio mendekat.

"Selamat malam Bapak Argio, akhirnya kita bisa bertemu. Silahkan duduk."

Dengan suara yang begitu lembut dan senyuman yang begitu manis Chelsea tampilkan.

"Langsung keintinya," ucap Argio setelah duduk di kursi.

Baru saja Chelsea hendak membuka suara Argio lebih dulu berbicara. Pria itu tidak ingin terlalu lama berinteraksi dengan Chelsea. Andai bukan karna kontrak proyek besar dengan orang tua Chelsea, ia tidak akan menemui wanita tersebut.

"Sebaiknya kita mengobrol santai dulu dan menikmati hidangan di restoran ini, Pak Argio. Aku sudah memesankan minuman untukmu."

Chelsea memberikan segelas minuman perasa."Silahkan di minum, Pak Argio."

Namun, pandangan mata Argio tidak tertuju pada minuman di hadapannya. Alih-alih meminumnya, matanya terpaku pada pemandangan ke arah jalan raya. Alisnya mengkerut ketika ia melihat sosok Naya melintas di tengah jalan, berjalan kaki

Ke mana wanita itu?

"Apa yang kamu lihat?" Chelsea mengikuti arah pandang Argio.

"Tidak ada. Sebaiknya kita bahas keintinya. Waktuku tidak banyak," ucap Argio sedikit mendesak.

"Tidak usah buru-buru seperti itu Argio, waktu kita masih banyak. Aku mengajakmu bertemu hanya ingin menghabiskan waktu berdua dan makan malam bersama," balas Chelsea dengan senyuman nakalnya.

Sejak pertama kali bertemu dengan Argio ia sudah tertarik dengan pria itu apalagi setelah tahu ayahnya menjalin kerja sama sebuah proyek besar dengan Argio.

Argio bangkit dari tempat duduknya membuat Chelsea mendongak."Jika tidak ada sesuatu yang penting tidak perlu mengajak bertemu. Pekerjaanku sangat banyak dan waktuku  terbuang sia-sia hanya untuk makan malam bersama denganmu!"

Chelsea ikut bangkit dari tempat duduknya menatap lekat Argio."Apa salah aku ingin makan malam bersamamu? Aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat lagi"

Mendengar itu membuat Argio berdecih pelan.

Ibu Ani tersenyum senang ketika Naya datang menjenguknya. Hampir satu hari penuh Naya tak menemuinya. Tapi bu Ani paham dengan kesibukan sang putri yang tengah bekerja.

"Kamu sakit, Nay?" tanya bu Ani ketika menyadari wajah pucat Naya dan jangan lupakan jaket dan syal yang melingkar dileher putrinya.

Naya yang mendengar itu hanya tersenyum tipis.

"Tidak, Bu. Hanya tidak enak badan saja," jawab Naya membenarkan syal yang ia kenakan, untuk menutupi bercak merah dilehernya.

"Ibu hanya takut kamu sakit. Kalau kamu sudah sangat lelah jangan  di paksakan untuk bekerja. Apakah kamu sudah tanya dokter Renal, kapan Ibu bisa pulang?"

Naya menggenggam tangan keriput bu Ani."Secepatnya Ibu akan pulang, tapi untuk sementara waktu masih masa pemulihan."

"Ibu mau cepat-cepat pulang, Nay. Sudah bosan dan sumpek di sini terus."

"Iya, nanti kita pulang setelah ibu benar-benar pulih, ya."

Sambil membuang napas kasar bu Ani mengangguk. Dada Naya terasa sesak dan perih ketika mengingat hal yang baru saja menimpanya di tambah melihat ibunya membuat ia merasa bersalah.

"Maafkan Naya, Bu. Mungkin Ibu akan kecewa dan marah setelah apa yang terjadi dengan Naya." bathin Naya.

"Ini, uang tambahan untukmu dan tutup mulutmu jangan sampai menyebar luaskan atas apa yang baru saja kita berdua lakukan. Dan jangan lupa minum pil penunda kehamilan. Aku tidak sudi darahku ada dirahim mu."

Argio memberikan selembar cek dengan nominal uang yang sudah tertulis di sana. Tiba-tiba saja pria itu datang menemui Naya ke rumah sakit setelah menemui Chelsea di restoran.

"Kenapa diam? Ayo ambil!" Argio tampak kesal dengan Naya yang hanya diam seperti orang bodoh dimatanya.

Dengan ragu-ragu Naya mengambil cek yang Argio berikan. Jujur, dalam hatinya ia sangat benci dan marah dengan Argio tapi ia tidak bisa berbuat apapun. Ternyata benar, yang ber-uang selalu memiliki kekuasaan.

"Aku harap kamu pergi dari kota ini!"

Naya terdiam sejenak. Ia yang takut menatap mata tajam Argio, perlahan memberanikan diri membalas tatapan pria itu.

"Kenapa harus pindah?"

"Karna aku tidak ingin melihatmu di kota ini!"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nur Indah Setiani
akh ngga seru,mending dihapus saja deh aplikasi ini
goodnovel comment avatar
Dira
Lanjut, semangat!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status