"Hei, ada apa?" Danita bangkit dari tempatnya saat melihat Melinda menangis terisak-isak. Air matanya berguguran mengenai piring berisi makanan yang belum sempat disentuhnya. Kata demi kata yang terlontar dari mulut kakaknya membuat Melinda tak kuasa lagi menahan rasa bersalahnya. Semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur, penyesalan tak akan bisa mengubah apa yang sudah dilakukannya dengan Cakra malam itu. "Maaf, Mbak."Dahi Danita mengernyit. "Ma-af karena nggak bisa jadi adik yang baik buat Mbak Dani, ma-af karena aku benar-benar nggak berguna dan nggak tahu diri."Danita mendekap tubuh adiknya. Dia benar-benar kebingungan dengan perubahan sikap Melinda. Apa yang membuatnya tiba-tiba menangis tanpa sebab? Apa yang membuatnya tiba-tiba meminta maaf? Meskipun kebingungan, tapi Danita berusaha mengembalikan keadaan. Dia elus lembut rambut Melinda dan menenangkannya."I-iya, mbak maafkan. Udah, ya, Mel. Kalau kamu kayak gini terus, malah mbak yang bingung."Melinda tak m
Ketika dua insan dipertemukan kemudian dipisahankan, hanya ada sepenggal kenangan tersisa di antara puing-puing harapan yang nyaris karam. Meski takdir kembali mempertemukan, sebuah kenyataan pahit memaksa mereka untuk pasrah dengan keadaan. ***20 Juli, tiga tahun lalu.Cincin berlian berukuran sedang itu menantulkan kemilau cahayanya di antara sinar lampu yang temaram. Keindahan yang terpancar bukan alasan satu-satunya, kenapa tangis bahagia terlihat dari wajah gadis cantik yang tengah duduk di hadapan lelaki gagah berkacamata yang menyodorkan kotak beludru hitam itu. Namun, makna yang terkandung dari benda bundar mengkilap tersebut lebih dari sekadar pemberian. Melainkan melambangkan suatu ikatan menuju jenjang pernikahan. "I-ini beneran, kan, Mas?" Gadis itu kembali memastikan. Seolah tak percaya bahwa lelaki dewasa yang selama ini dia anggap main-main, tiba-tiba menunjukkan keseriusan. Satu setengah tahun sudah mereka menjalin hubungan. Pertemuan yang semula hanya sebatas reka
Melisa tak menyangka semuanya akan berubah seperti ini. Ketika duka dan bahagia datang di waktu yang bersamaan. Antara menangis dan tertawa menjadi tak ada artinya. Dia dan Danita memang tertaut usia tiga tahun, tapi keduanya sudah seperti anak kembar yang tak bisa dipisahkan. Rasa sakit yang dirasakan kakaknya, bisa Melisa rasakan juga. Dadanya benar-benar penuh dengan kesesakkan ketika menyaksikan kondisi Danita yang terlampau menyedihkan. Sudah dua bulan, dua bulan sejak lamaran Cakra dan kehamilan Danita. Dia masih terjaga di situasi yang sama membingungkannya.Antara melanjutkan rencana pernikahannya dengan Cakra, atau berada di sisi Danita sepenuhnya. Dia benar-benar tak bisa membiarkan Danita berjuang sendirian, sementara perempuan itu memiliki tekad yang kuat untuk mempertahankan kehamilannya. Beberapa kali Danita mengatakan bahwa janinnya tak bersalah. Jadi, dia harus lahir dan hidup dengan baik. Walaupun dia harus menanggung akibatnya. Memiliki anak tanpa seorang suami
Begitulah cara mereka mengakhiri hubungan. Besoknya Cakra datang menjenguk Danita dengan membawa sebuket bunga. Lelaki itu seolah ingin menunjukkan bahwa keputusan yang Melisa ambil benar-benar menempatkan mereka pada posisi yang sulit, dan hubungan yang rumit. Satu minggu berlalu semua masih berjalan baik-baik saja, tiga minggu mulai timbul kecemburuan di hati Melisa melihat hubungan Danita dan Cakra semakin dekat saja. Tak terasa dua bulan berlalu, yang bertepatan dengan empat bulan usia kandungan Danita, Cakra datang kepada nenek bersama ibunya untuk melamar. Ibu Cakra yang juga merupakan CEO Tekma Toserba bahkan sempat meminta maaf karena anaknya khilaf menghamili Danita. Berbagai perasaan berkecamuk dalam diri Melisa saat itu, antara kagum dengan kemampuan akting Cakra, atau sakit karena lelaki itu seolah sengaja mengujinya. Yang pasti setelah pernikahan mereka berlangsung, Melisa hanya bisa mengurung diri dalam kamar. Menangis tanpa suara. Dan menderita sendirian sementara
Adakalanya rindu kerap kali hinggappada sosok yang tak bisa kita dekapsampai sang waktu membiarkannya menguap, dalam keadaan terlelap. ***Satu tahun sudah berlalu. Sejak Melinda mendirikan bisnis room service ini dengan puluhan pelanggan dari berbagai kalangan dan usia. Tak ada yang tahu pekerjaan Melinda sebenarnya kecuali mereka yang pernah menjadi pelanggannya.Di dalam gedung, dia sudah mendapatkan kurang lebih lima pelanggan tetap. Mulai dari David, lalu tetangga sebelah unit yang selalu menitipkan anaknya setiap akhir pekan, seorang pria paruh baya yang kerap kali datang hanya untuk mengeluh tentang rumah tangganya, wanita paruh baya yang kesepian, staf apartemen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, dan terakhir seorang dokter muda pengidap insomnia akut. Melinda tak sembarangan memberikan layanan khusus bila memang salah satu dari mereka menginginkan tubuhnya. Ada kocek tak sedikit yang harus mereka keluarkan hanya untuk sekali service. Sejauh ini dia hanya pernah
Prang! Melinda dan Cakra terlonjak seketika saat mendengar suara benda pecah dari arah ruang tamu. Seketika atmosfer berubah tegang. Ada rasa cemas dan gelisah di hati mereka. Walau bagaimana pun entah itu Cakra atau Melinda keduanya sama-sama belum siap bila Danita tahu terlalu dini. Apalagi kata-kata yang keluar dari mulut Cakra barusan bisa dibilang sangat kejam. Melinda yang hanya mendengar saja bisa merasakan sakitnya. "Mas ...." Dengan wajah panik Melinda menarik tangan Cakra. "Tenang, Mel. Aku bisa memastikan kalau Danita masih ada di atas. Dia nggak mungkin ada di sini, soalnya Arka lagi rewel." Sebisa mungkin Cakra berusaha terlihat biasa untuk menenangkan Melinda walaupun dalam hati Cakra ketakutan itu ada. Mengingat Danita sedang dalam keadaan hamil saat ini. Meskipun dia memiliki keinginan kuat untuk menceraikan istrinya, tapi rasa empati yang tinggi masih tertinggal di jauh di dasar hatinya. "Tunggu di sini, biar aku periksa," pintanya kemudian. Melinda mengangguk an
"Apa? Danita pendarahan!"Melinda langsung bangkit dari posisi berbaring saat Cakra menjawab telepon dengan suara keras dan nada panik yang tak bisa disembunyikan. Dini yang sedang mengaduk bubur pun menghentikan kegiatannya sejenak."Oke, saya ke sana sekarang juga." Sesaat setelah mematikan sambungan telepon, Cakra kembali ke harapan Melinda. "Mbak Danita kenapa, Mas?" tanyanya setelah lelaki itu kembali."Dia pendarahan, katanya baru mau dijemput ambulans. Kamu ke dokter bareng Dini aja, ya. Nanti aku nyusul." Dengan panik Cakra kembali memakai jaketnya. Setelah itu berlari dia berlalu dari unit Melinda.***David mengerjapkan mata beberapa kali saat melihat siapa yang ada di hadapannya saat ini. "Lah, ternyata kakak iparnya Meli. Berarti ini.... ""Ya, dia istri saya. Nanti aja tanya-tanyanya. Tolong jaga anak saya sebentar," potong Cakra cepat sembari membantu petugas menaikkan Danita ke dalam mobil ambulans. David mengernyit dahi sejenak, lalu beralih pada Arka yang sejak ta
"Perdarahan saat hamil tua disebabkan kondisi plasenta previa, yaitu keadaan di mana plasenta (ari-ari) menutupi seluruh atau sebagian mulut rahim. Biasanya perdarahan terjadi akibat regangan dan pecahnya pembuluh darah plasenta, sebagai akibat penipisan dan pembukaan mulut rahim menjelang masa persalinan. Ada beberapa faktor yang menyebab pendarahan. Salah satunya dipicu oleh stres yang menimpa ibu hamil. Dalam kasus istri bapak saya lihat juga kondisi kandungannya lemah dan kurang asupan gizi. Mohon kerja samanya, ya, Pak. Di situasi seperti ini yang paling penting adalah dorongan semangat dari orang terdekat, khususnya suami. Agar tak perlu ada tindakan operasi yang menyebabkan bayi terpaksa lahir secara prematur."Di samping brankar Danita, Cakra termangu dengan kepala tertunduk. Merenungi ucapan dokter tentang kondisi Danita dan bayinya saat ini. Hatinya seperti tergerak, rasa sesak dan bimbang timbul bersamaan. Dia benar-benar tak mengerti, kenapa jadi sepeti ini? Seharusnya d