Share

Pelukan Dingin Tuan Muda
Pelukan Dingin Tuan Muda
Author: Qima

1. Kain Kasa

Author: Qima
last update Last Updated: 2025-02-23 19:41:42

Bab 1

"Paman?" Laiba tidak menyangka jika di dalam kamar ada pamannya. Dia baru saja pulang dari sekolah, dan langsung masuk kamar untuk berganti pakaian, tanpa disangka ia mendapatkan pelecehan dari lelaki yang ia panggil paman.

Laiba meronta berusaha melepaskan diri dari pelukan lelaki yang kini dikuasai alkohol, gadis itu tahu karena bau minuman haram itu menyeruak dari tubuh pria itu.

"Aku sudah menunggumu sejak tadi kenapa baru pulang?" ujar laki-laki itu dengan lembut. 

Laiba terus berusaha melepaskan diri dari pelukan sang paman. "Lepaskan aku, Paman!" teriak Laiba akhirnya berhasil melepaskan diri dan segera menutupi tubuhnya dengan baju seragam.

Laki-laki itu mengatakan banyak hal dengan tidak jelas sambil terus berusaha mendekati Laiba dengan aroma alkohol bercampur keringat di tubuhnya, Laiba tidak akan mungkin tinggal diam ketika seseorang akan menindasnya. Akan tetapi, kekuatan gadis ini tidak akan mungkin sebanding dengan pria dewasa yang otaknya tidak begitu berfungsi karena alkohol ini.

"Jangan melawan paman, Liaba!"

Laiba menggeleng keras dengan tatap mata ketakutan. "Ja-jangan, Paman!" pintanya lirih.

Melihat Laiba yang sudah tak berdaya, Laki-laki itu tertawa penuh kemenangan dan melajukan aksinya. Lelaki paruh baya itu mulai membuka pakaian. Laiba yang sudah babak belur menggunakan sisa tenangnya menendang alat vital laki-laki itu, hingga membuat laki-laki itu meraung kesakitan. 

"Gadis kurang ajar!" Dengan mata melotot marah, pria itu menampar wajah Laiba, hingga sudut bibir gadis itu robek mengeluarkan darah segar.

Laiba kembali ditampar berulang kali hingga gadis itu benar-benar babak belur. Laki-laki bernama Aris itu mengambil sebuah tali dan mengikat tangan dan kaki Laiba, tapi lagi-lagi aksinya gagal ketika mendengar suara orang membuka pintu rumah. 

"Sial, kenapa mereka kembali ke rumah dengan cepat? Benar-benar sial!" Aris mengumpat, merasa gusar melihat keadaan yang tidak berjalan semestinya.

Aris memperkirakan jika hari ini hanya akan ada Laiba di rumah karena kedua orang tua Laiba pergi dan akan kembali nanti larut malam, tapi ternyata mereka sudah kembali sekarang. Karena panik, Aris memutuskan menutup mulut gadis itu dengan kain yang ia ambil dari kotak, kemudian memasukkannya ke dalam lemari lantas laki-laki itu kabur melalui jendela. 

Di dalam lemari Laiba tidak dapat bergerak maupun berteriak tubuhnya lemas hanya pendengarnya yang berfungsi dengan baik, dan bau anyir darah dari sudut bibirnya membuatnya sedikit mual.

Laiba mendengar jika pintu kamarnya terbuka, tapi tidak dapat berbuat apa-apa tenaganya terasa habis, ia merasa lemah dan tak bertenaga. Andai kedua orang tuanya, orang tua yang baik mungkin mereka akan menyadari keanehan di kamar putri mereka, tapi sayangnya mereka tidak.

Laiba hanya mendengar mereka mengumpati dirinya karena menjadi anak yang buruk setelah itu mereka pergi begitu saja. Laiba ingin menangis dengan keadaan ini, tapi air matanya menolak keluar karena perlakuan ini bukanlah hal baru dan tentunya sudah terbiasa. Kerena tubuhnya terasa lemah, Laiba memutuskan tidak melakukan apa-apa.

Tak lama ternyata kedua orang tuanya masuk kembali ke kamarnya sambil bertengkar hebat, dan Laiba terus mendengarkan. Awalnya Laiba tidak mengambil serius pertengkaran mereka karena itu adalah rutinitas sejak dulu, tapi kali ini mereka mengatakan banyak hal yang tidak dimengerti olehnya.

"Kamu menghabiskan uang bulan ini untuk bermain judi lagi?" Wanita itu melotot sambil berkacak pinggang kepada suaminya.

"Uang bulan lalu kamu juga menghabiskan semuanya untuk berbelanja." Sang suami tidak mau kalah.

"Uang Laiba hanya sepuluh juta itupun untuk kita makan tidak cukup, seharusnya kamu bilang pada bos besar untuk menambahkan uang bulanan anak pungut itu."

Semakin lama Laiba mendengar pertengkaran antara kedua orang tuanya semakin tidak ia mengerti. Uang bulanan bos besar? Anak pungut?

Meskipun Laiba tidak mendapatkan rincian kebenarannya, tapi garis besar dari percakapan mereka adalah Laiba bukan anak kandung mereka, jika ia putri kandung kedua orang itu pastinya tidak mungkin diperlakukan dengan buruk selama ini. Seolah tak peduli dirinya hidup ataupun tidak.

Tawa kecil tak bersuara di sela-sela kain kasa yang masih mengikat mulut gadis tidak beruntung itu. Laiba menertawakan kisahnya yang penuh dengan kejutan, mentertawakan dirinya yang seperti badut di depan orang-orang di sekelilingnya. 

Kamar itu kembali sunyi dan gelap seperti perasaan Laiba yang tidak berpenghuni. Malam ini tampaknya Laiba akan menghabiskan malamnya dengan tidur meringkuk di dalam lemari dan menunggu tubuhnya sedikit memiliki kekuatan.

***

Laiba tidak tahu kapan tertidur dan ketika bangun tampaknya waktu sudah berlalu cukup lama. Saat tubuhnya merasa pulih, gadis itu langsung menendang pintu lemari dengan kakinya yang masih terikat, hingga lemari itu terbuka. 

Dengan susah payah membuka ikatan yang membelenggu tubuhnya, butuh waktu cukup lama hingga Laiba bebas. Saat akan berdiri kakinya seperti keram, hingga Laiba terjatuh dengan keras. Bibirnya meringis, tapi mulutnya menolak untuk meraung. 

Tangannya sudah memegang kenop pintu kamar saat ingin keluar, tapi itu tertahan di udara dan malah menoleh ke arah jendela yang masih terbuka lebar di mana jalan Aris melarikan diri sore tadi. Laiba memang berada di kamarnya sendiri, kamar yang sudah dia tempati 18 tahun, tapi sekarang seperti sarang penjahat, dan Laiba tidak dapat keluar melalui pintu. 

Gadis itu melompat dari jendela seperti seorang pencuri, tanpa ragu langkahnya terus berjalan menyusuri malam yang lengang. Langka kakinya terhenti saat melihat ada seorang pria tua duduk di bangku panjang sambil merokok, Laiba tidak takut malah tersenyum melihatnya, dan berjalan menghampiri pria berusia sekitar 50 tahun itu.

Orang-orang biasanya memanggil pria tua itu dengan sebutan papan bisu, karena orang tua itu tidak dapat berbicara, dan setiap hari bermain catur di tempat ini. Sering kali Laiba datang bermain catur bersamanya tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Saat Laiba tiba-tiba duduk di depannya, Pria tua itu terkejut melihat kedatangannya terlebih dengan keadaan seperti ini. Laiba hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala pelan, dan langsung menjalankan seekor kuda di papan catur. Meskipun pria tua penuh dengan pertanyaan, tapi dengan sifat tenangnya dia juga melanjutkan permainan caturnya. 

Keduanya terus menjalankan bidak catur hingga beberapa kali jalan sampai Laiba membuka mulutnya. "Mungkin ini permainan kita yang terakhir, aku akan pergi," ucap Laiba dengan tenang, tentu tidak ada jawaban dari pihak lain.

Pria tua itu mengambil sesuatu dari sakunya dan memasangkannya di lutut Laiba yang terluka, meskipun plester itu tidak banyak membantu luka yang masih menganga dengan linangan bekas darah yang sudah mengering, tapi Laiba cukup terhibur dengan ketulusan yang diterima.

"Selamat tinggal dan terima kasih sudah menemaniku selama ini." Laiba bangkit dan pergi begitu saja meninggalkan pria tua yang masih duduk di tempatnya memandangi kepergian Laiba. 

Terkadang orang tidak butuh ucapan manis, cukup hanya dengan duduk diam tanpa mengatakan banyak hal dapat meringankan beban seseorang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    12. Dua laki-laki dewasa

    Laiba memperhatikan orang-orang yang pernah sekolah yang sama dan pernah berkonflik sendirinya kini dapat bercengkrama dengan santai di satu tempat. dengan tawa dan ejekan padahal dulu situasi itu cukup menegangkan."Bahkan sampai detik ini aku masih hafal yang dikatakan oleh Laiba kala itu," imbuh Anthony sambil melepaskan salah satu sepatunya dan menggunakan itu untuk menunjuk satu persatu dari mereka secara bergantian."Dia adalah orangku, jika kalian berani menyentuhnya aku akan menginjak leher kalian." Mereka semua sontak tertawa melihat bagaimana Anthony begitu mirip memperagakan ancaman Laiba pada mereka waktu itu."Cari kesempatan untuk balas dendam," ucap Laiba menambah bahan bakar alih-alih meminta maaf."Sepertinya sulit kamu sekarang menjadi wanita sangat cantik," puji Anthony terang-terangan."Bagaimana kamu bisa memuji wanita lain tepat di depan hidungku?" ucap Poppy sambil menarik telinga Anthony yang tingginya jauh melebihi tinggi badannya sendiri. Di saat Poppy dan An

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    11. Trik kecil

    Laiba menatap gadis didepannya itu tapi tidak mengatakan apapun hanya menerka-nerka apa sebenarnya maksud Ayana menahannya di sini, Laiba melihat pergelangan tangannya kemudian berseru, "Aku akan menunggu 20 menit jika kekasihmu belum datang terpaksa aku harus pergi," Laiba tidak dapat bersikap tidak profesional tapi tetap harus tegas tentang waktu."Dedalu tidak pernah terlambat sebelumnya," jawab Ayana bangga, seakan menyombongkan betapa baiknya pasangannya padahal Laiba sama sekali tidak peduli akan hal itu.Karena tidak tahu harus melakukan apa dan juga Laiba tidak ingin terjebak dalam komunikasi dengan Ayana yang canggung sama sekali tidak ingin memiliki percakapan dengan gadis itu selain pekerjaan dan Laiba akhirnya menghubungi temannya dan membahas tentang event yang akan mereka ikuti untuk musim depan. Tepat 20 menit berlalu Laiba bangkit tapi pintu itu segera terbuka menunjukkan pemuda yang langsung masuk dengan tergesa-gesa."Maaf, aku terjebak macet," ucap Dedalu melihat be

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    10. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya

    Nampaknya pemuda itu juga menyadari keberadaannya pandangnya tidak lepas darinya Laiba tidak memiliki urusan dengan Bram dan tidak memiliki keinginan untuk menyapa kenalan lamanya itu langkanya keluar dari lift berjalan di samping pemuda yang masih memperhatikan dirinya, Laiba bersikap tenang dan acuh seakan mereka hanya orang asing yang tidak mengenal satu sama lain namun langkah itu terhenti ketika pemuda itu menyapanya."Tunggu," ucap Bram sambil berinisiatif untuk mengejar Laiba.Laiba tersenyum kecil sebelum berbalik, mau tidak mau Laiba teringat perkataan Makky kala itu jika Bram pernah tertarik padanya tapi Laiba masih bersikap layaknya orang asing yang tidak menunjukkan emosi apapun di raut wajahnya."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya aku merasa jika wajahmu tidak asing?" Laiba ingin tertawa mendapati pertanyaan dari pemuda itu nampaknya dirinya terlalu percaya diri jika pemuda ini masih mengenalnya. Laiba hanya menggelengkan kepalanya pelan kemudian berbalik kembali untuk

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    9. Tuan muda tidak pandai bercanda

    Laiba segera menghampiri Makky yang sudah menunggunya di depan butik, laki-laki itu menggunakan kaca mata hitam sedang bersandar dengan malas pada mobil Rubicon hitam itu meskipun Makky nampak begitu tampan tapi effortnya terlalu berlebihan jika hanya untuk menyenangkan Laiba yang ingin nampak baik-baik saja pada masa lalunya. Pemuda itu benar-benar teman yang sangat pandai memperkirakan waktu Makky datang ketika Dedalu dan Ayana masih ada parkiran yang memungkinkan untuk pasangan itu mengetahui laki-laki seperti apa yang sedang menjemputnya dan Laiba sangat puas dengan itu.Makky memang datang untuk menjemputnya namun pemuda itu tidak pernah mengatakan jika dirinya akan berpura-pura sebagai kekasihnya jadi tidak perlu untuk membuka pintu mobil itu untuk wanita yang dijemputnya Laiba tidak berharap pemuda itu untuk melakukan lebih dari ini ketika Makky datang saja itu sudah membuatnya senang tidak perlu hal lain."Kemana?" tanya Makky sambil menginjak gas."Kemanapun," jawab Laiba sam

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    8. Sudah 8 tahun

    "Lama tidak bertemu," ucap Laiba sambil tersenyum melihat kearah Dedalu sama sekali tidak canggung saat ada wanita yang akan menjadi tunangan mantan kekasihnya itu."Sudah 8 tahun," Ayana menyahut dengan tidak senang karena merasa Laiba sama sekali tidak menganggapnya ada di tempat ini."Nampaknya calon tunanganmu tidak terlalu suka padaku sebelum terlambat lebih baik mengatakannya sedari awal dan menggantinya dengan desainer lain sebelum aku mulai bekerja," "Kenapa tidak? Kita kenalan lama, hubunganmu dengan Dedalu hanya dua bulan sedangkan kami sudah menjalin hubungan selama 8 tahun itu tidak akan berpengaruh apapun." Ayana terbawa perasaan nampaknya telah memendam emosional sejak lama sampai Dedalu mengisyaratkan untuk berhenti berdebat dengan Laiba. Laiba tidak marah yang ada malah tertawa kecil melihat Dedalu dan Ayana yang belum apa-apa sudah berselisih karena dirinya."Jika tidak bertemu dengan kalian hari ini aku sudah lupa jika pernah berkencan dengan pemuda setampan Dedalu,

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    7. Masa lalu dengan masa depannya.

    Makky langsung mengambil ponselnya sendiri dan menelusuri jejak panggilan yang pernah dilakukannya setelah beberapa saat raut wajahnya sedikit berubah."2 jam apa saja yang aku katakan?" tanya Makky tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel ditangannya. Makky pun terkejut pada dirinya sendiri bagaimana bisa dirinya melakukan panggilan sampai dua jam lamanya karena biasanya hanya dalam hitungan menit bahkan detik."Kamu yakin data panggilan setelah bertahun-tahun masih ada?" Laiba malah terkejut mengetahui fakta jika ada orang yang tidak membersihkan data panggilan setelah bertahun-tahun.Makky tidak menjawab dan kini kembali menatap Laiba untuk segera menjawab pertanyaan-pertanyaan."Hanya sedikit tentang kamu yang lebih tua tiga tahun dari Bram dan orang tua Bram yang pernah menolong mu selebihnya kamu hanya tidur dan muntah di toilet.""Mengapa tidak pernah mengatakannya?" suara Makky sedikit melunak."Semua orang punya hal yang tidak ingin orang lain tahu, kamu tidak pernah bertan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status