Home / Romansa / Pelukan Dingin Tuan Muda / 2. Anjing Terlantar

Share

2. Anjing Terlantar

Author: Qima
last update Last Updated: 2025-02-23 19:42:49

Laiba tidak peduli menjadi tontonan banyak siswa yang melintasinya, bagaimana tidak  mengundang orang untuk menatapnya? Selain menggunakan seragam untuk hari kemarin, tubuhnya yang banyak luka dan memar membuat orang bertanya-tanya, tapi Laiba tidak mempedulikan pandangan mereka semua. 

Pagi ini hanya ingin menunggu kekasihnya datang, dan setelah menunggu beberapa waktu akhirnya pemuda yang ditunggunya tiba, mereka saling bertatapan satu sama lain untuk beberapa saat. Keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, dan Laiba lebih dulu bergerak untuk menghampiri Dedalu.

Gadis itu hanya ingin memeluk sang kekasih untuk pertama kalinya, di saat-saat seperti ini dukungan dan sandaran orang yang dicintai sangat dibutuhkan untuknya. Namun, langkah itu terhenti ketika Dedalu membuka mulutnya.

"Aku ingin putus."

Dunia Laiba seperti membeku dalam sekejap, sandaran dan semangat hidupnya juga memutuskan untuk mengkhianati dirinya sekarang.

"Aku sudah tidak tahan denganmu aku ingin bebas."

"Oh!" Hanya itu yang keluar dari bibir Laiba.

Tidak sanggup lagi memandang wajah Dedalu, Laiba menurunkan pandangannya kemudian perlahan berbalik untuk pergi, pergi dalam artian pergi yang sebenarnya. Laiba sudah memutuskan langkah apa yang diambilnya tergantung sikap sang kekasih kepadanya, dan ternyata kenyataan pahit harus diterima karena Dedalu tidak menginginkan dirinya ada di sini.

Langkah itu pelan dengan pandangan kosong, keluar gerbang sekolah berpapasan dengan banyak mata menatapnya. Sewajarnya jika saat ini harusnya dia menangis, tapi entah mengapa air mata itu enggan untuk keluar. 

Gadis itu hanya merasakan dadanya begitu sesak, bahkan kakinya seperti mati rasa dan berjalan secara otomatis menjauh sejauh-jauhnya dari sekolah itu, di mana biasanya menjadi tempat yang begitu menyenangkan karena di tempat ini ia dapat memandang kekasihnya sepuas hati.

"Bukankah normal jika aku dicampakkan juga olehnya?" Laiba bicara pada dirinya sendiri sambil tersenyum getir. "Ini hanya perasaan yang sepihak." 

Mereka memulai hubungan dengan pondasi yang rapuh, dan sewajarnya jika hubungan itu akan tubuh dengan cepat. Perasannya campur aduk ditambah rasa sakit di tubuhnya membuatnya berhenti sejenak. Pandanganya seperti mulai kabur, Laiba merasa jika akan kehilangan kesadaran dan benar saja dunia di matanya seperti sedang berputar, dan menjadi gelap. 

Setelah itu Laiba seperti sedang bermimpi, kembali ke masa kecilnya ketika ibunya dengan kejam memukul tangannya dengan rotan hanya karena Laiba lupa tidak membuang sampah. Mimpi itu seperti memori card yang menunjukkan semua masa suram gadis ini. Dari harus mengerjakan pekerjaan rumah, mendapat perlakuan kasar dari orang tuanya, makian seluruh binatang pernah didengar olehnya, hukuman demi hukum pernah dilakoni hanya karena Laiba melakukan kesalahan kecil.

"Ibu ampun, ampun Ibu. Sakit ... ini sakit!"

Hingga puncaknya di mana pamannya mencoba untuk melecehkannya kemarin. Laiba meronta-ronta tidak ingin tangan jahanam itu menyentuh tubuhnya, membuatnya terbangun hingga langsung duduk. 

Pertama yang dilihatnya adalah seorang pemuda yang duduk di pinggir jendela memperhatikan dirinya. Pemuda itu tidak bergerak, tapi masih memperhatikan Laiba yang baru saja siuman. Laiba merasa jika pemuda ini tidak asing, tapi ia tidak dapat mengingat siapa pemuda itu. Terlebih dia menggunakan seragam sekolah yang sama dengannya, setelah mengingat sebentar Laiba menemukanya. Pemuda itu satu angkatan dengannya, juga pernah satu kelas, dan beberapa bulan yang lalu dirinya pernah berkonflik dengan teman-temannya.

"Di mana ini?" tanya Laiba sambil memperhatikan sekitar. 

"Apartemenku," jawab pemuda itu dengan dingin.

Makky beranjak dari tempatnya mengambil kotak obat dan melemparkannya ke tempat tidur. "Bersihkan dan obati dirimu sendiri."

"Kenapa kamu membawaku kemari?"

"Aku hanya memungutmu di jalan." Pemuda itu mengatakan yang sesungguhnya.

Pagi ini dia berangkat sekolah dan menemukan gadis itu jatuh di jalan begitu saja saat melintasinya, dan keadaannya sangat memperihatinkan.

"Kenapa kamu menolongku? Bukankah seharusnya kalian membenciku?"

"Kamu seperti anjing terlantar di jalan, aku hanya memungutmu jika kamu menggigit, aku akan menendangmu."

Setelah mengatakan itu Makky pergi begitu saja meninggalkan Laiba sendirian di tempat asing ini, Laiba tidak begitu mengenal pemuda yang menolongnya itu. Selain itu juga Laiba tidak tertarik mengetahui masalah orang lain.

Makky juga seorang yang sangat misterius dan jarang bicara hanya berinteraksi dengan circle-nya yang berjumlah lima orang termasuk pemuda itu.

Laiba tidak melakukan apa yang dikatakan oleh Makky jangankan untuk membersihkan diri hanya mengerakkan tubuhnya saja rasa sakit langsung menyerang, dan juga keinginan untuk bergerak tidak ada hanya ingin berdiam diri tanpa melakukan apa pun. Semangat hidupnya benar-benar telah hilang. 

***

Malam sudah tiba, Makky kembali mendapati jika Laiba masih di posisinya seperti ketika dirinya pergi.

"Benar-benar tidak berguna," gumam Makky sambil memandang ke arah Laiba.

Pemuda itu datang dengan makanan hangat, meletakkan di samping tempat tidur lalu memandangi Laiba yang meringkuk di dalam kegelapan, meskipun mata gadis itu terbuka lebar tapi tatapannya kosong.

"Makan," ucap Makky.

Tidak ada sahutan dari pihak lain ucapan Makky layaknya sebuah riak di dalam genangan air yang dalam.

"Setidaknya jangan mati di sini jika tidak ingin hidup, makanlah jika ingin tinggal  dan pergilah jika ingin mati."

"Aku ingin hidup, tapi tidak nafsu makan. Aku ingin pergi, tapi aku tidak bisa menggerakkan tubuhku." Suara Laiba parau dan lirih, tenggorokannya kering karena sejak kemarin belum menyentuh air setetes pun, hanya darah segarnya sendiri yang membasahi tenggorokan.

Makky menatap gadis yang menyedihkan di atas ranjang itu, jika tidak melakukan apa pun gadis itu mungkin tidak akan bertahan sampai besok. Makky pergi ke kamar mandi menyiapkan air hangat, kemudian mengendong Laiba langsung menaruh tubuh kotor dan penuh luka itu ke bathtub. Laiba meringis ketika luka-lukanya bersentuhan dengan air.

"Kamu tidak ingin menangis?" 

"Sepertinya aku tidak memiliki banyak cadangan air mata."

Makky menggeleng pelan kemudian melepaskan dasi yang dikenakannya untuk menutup matanya sendiri. Laiba memperhatikan pemuda itu yang perlahan berjongkok di sampingnya.

"Maaf," gumam Makky kemudian membuka kancing demi kancing pakaian Laiba. 

Laiba hanya diam ketika pemuda itu melepaskan semua pakaiannya, selain tidak memiliki kekuatan sama sekali ia pun merasa ada sesuatu di hatinya. Ini adalah pertama kalinya diperlakukan dengan baik oleh orang lain, meskipun mulut Makky tidak ramah tapi perlakuannya berbanding terbalik.

"Terima kasih," ucap Laiba lirih, tapi sepertinya pihak lain tidak mendengarkannya karena suara air lebih keras.

Tiba-tiba mata Laiba terasa panas, dan entah dari mana datangnya air mata itu. Sejak kemarin dirinya kesulitan menangis, meskipun melalui banyak hal yang tidak menyenangkan, tapi kini hanya karena perlakuan lembut dari orang asing membuat Laiba menitihkan air mata dengan mudahnya.

"Mengapa malah orang asing yang tidak tahu datang dari mana ini memperlakukan aku dengan begitu baik? Sedangkan kelurga sendiri begitu tega." Laiba bicara di dalam hati sambil memperhatikan Makky yang masih menutup matanya.

Tangan pemuda itu besar, tapi gerakannya sangat lembut dan berhati-hati sebisa mungkin untuk tidak banyak bersentuhan langsung dengan kulit Laiba dan menghindari area-area yang tidak pantas. 

Setelah proses mandi yang singkat dan penuh kecanggungan, Makky juga memberikan pakainya sendiri untuk Laiba. Setelah memastikan jika Laiba menggunakan pakaian dengan benar penutup mata itu dibuka.

Makky berprilaku seperti biasanya kini dirinya mengambil kotak obat dan mengobati luka-luka yang ada di tubuh Laiba tanpa mengatakan apa pun. Laiba jauh lebih baik ketika pemuda itu tidak bertanya mengapa menjadi seperti seekor anjing menyedihkan yang terlantar di jalan.

Justru setelah beres mengobati luka, tetap tanpa kata pemuda itu lantas menyuapi gadis itu, tapi hanya dua suapan Laiba sudah tidak sanggup lagi.

"Kau kenapa?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    147. Aku sungguh-sungguh mencintaimu

    Dedalu tidak sedang membuat ekspresi wajah yang di buat-buat, laki-laki itu tulus minta maaf hanya saja semuanya sudah terlambat. Dedalu masih berusaha menunjukkan letusannya pada perempuan yang telah mati rasa padanya."Aku sangat menyesal seharusnya aku mempercayaimu bukan orang lain. Jika saja saat itu aku tidak bodoh mungkin sekarang kita sudah punya keluarga kecil dan juga putra kita ...." Dedalu berhenti bicara karena mengingat bagaimana ia bisa tahu tentang Laiba yang mengandung dari Bram yang sedang kalut saat itu ketika mengetahui kabar kecelakaan yang menewaskan Makky dan Laiba membawa Bram datang menghampiri Dedalu untuk melampiaskan semua kesedihannya. Jika bukan karena Bram yang teramat sedih Dedalu tidak akan pernah tahu apapun tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Laiba. "Aku, aku sangat menyesal. Aku sangat bodoh." Mulut laki-laki itu berantakan begitu juga dengan otaknya.Laiba tidak menyahut lagi karena kembali teringat akan Rui, putranya yang tidak sempat melih

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    146. Keluarga kecil

    "Apakah ada karyawan bernama Dedalu?" tanya Makky pada Nungki. "Sepertinya nama itu tidak asing, saya akan konfirmasi dulu," jawab laki-laki itu kemudian mencari informasi tentang orang yang dicari oleh atasan barunya ini. Setelah lima menit Nungki mengakhiri panggilan dan menghadap Makky. "Ada tuan." " ... " Laki-laki itu sedikit gugup menghadapi atasan barunya yang tidak membuka mulutnya. Karena dia harus bisa membaca situasi sungguh berbeda dengan atasannya yang lama yang langsung menunjukkan apa perintah dan keinginannya. Dengan mulut Makky yang masih tertutup rapat Nungky berinisiatif untuk melanjutkan bicaranya. "Dedalu bekerja di perusahaan ini 6 bulan yang lalu sebagai fotografer." "Pecat dia!" "Ha?" Nungky begitu terkejut mendengar ini. "Tapi kesalahan apa yang dia perbuat?" "Aku hanya tidak suka melihatnya." Nungky menelan ludahnya dengan susah payah sambil menatap atasannya yang berwajah dingin itu. "Perusahaan harus membayar denda untuk ini," uj

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    145. Trending topik

    Jemputan mereka datang begitu pagi karena jarak yang begitu jauh dan tidak bisa mengebut karena kondisi Laiba, mereka berdua keluar dari rumah itu hanya membawa tubuh dan pakaian yang mereka kenakan, meskipun tidak tahu kapan mereka akan kembali namun semua hal telah disiapkan oleh Mia Sundara di kota dimana mereka akan memulai kehidupan mereka yang baru, untuk yang kesekian kalinya."Kamu siap?" tanya Makky pelan pada perempuan yang duduk di sampingnya."Ya," sahut Laiba dengan senyuman lebar tangannya di genggam erat oleh pihak lain seolah mereka sedang melangkah menuju kehidupan yang baru berbeda dari kehidupan yang mereka jalani selama ini.Mobil mewah itu membawa pasangan itu dalam perjalanan yang tidak sebentar menuju sebuah kediaman yang mewah namun tidak terlalu besar, Makky berpikir jika kediaman Mia Sundara akan lebih besar daripada kediaman orang tua angkatnya, nyatanya Mia Sundara hanya tinggal sendirian dengan kepribadiannya yang rendah hati pantaslah jika wanita itu hany

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    144. Air dingin

    Laiba mempererat pelukannya pada pria yang berbaring di sampingnya, entah sejak kapan perempuan itu sudah tidak lagi takut pada kegelapan, mungkin karena setiap saat ketika tidur ada seseorang yang terus menemaninya hingga tidak punya kekhawatiran apapun ketika suasana yang gelap di sekelilingnya. "Kenapa belum tidur?" ucap Makky dengan suara beratnya. "Ingin ke kamar mandi?" Laiba hanya menggeleng pelan kemudian menempelkan wajahnya pada dada pihak lain, tercium aroma familiar dari pria itu jika tidak mengirup aroma ini dan menyentuh tubuhnya yang hangat mungkin Laiba akan merasa gelisah. Suara-suara serangga di luar terdengar jelas menemani malam mereka yang sunyi, karena menempel pada dada Makky perempuan itu juga mendengar dengan jelas detak jantungnya itu semua membuatnya merasa nyaman dan aman. Makky menyalakan lampu di sampingnya kemudian menopang dirinya dengan satu sikunya hingga wajahnya berada di atas perempuan itu, Makky menatap Laiba yang sedang berusaha beradaptasi de

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    143. Anjing betina

    Makky membuang puntung rokok untuk yang kesekian kalinya pandangannya tidak lepas dari dua perempuan yang telah bicara cukup lama, laki-laki yang berdiri di sampingnya juga tidak berani membuka mulutnya lagi melihat bagaimana wajah Makky yang suram seperti gerhana. Meskipun wanita itu bisa mendatangi Laiba karena seijinnya namun tetap saja ada perasaan tidak rela juga cemburu melihat orang lain berinteraksi begitu dekat dengan wanitanya.Makky terus memantau dua wanita yang terus bicara itu salah satu dari mereka menoleh ke arahnya membuat Makky dengan cepat menyembunyikan rokoknya yang membuat laki-laki di sampingnya mengangkat alisnya akan tindakan itu, ternyata seekor serigala yang terkenal tidak bisa ditaklukan ternyata masih akan tunduk pada pasangannya. Perempuan itu tersenyum pada Makky kemudian dibalasnya dengan senyuman yang indah hingga laki-laki yang disamping Makky terkejut melihat pemandangan ini. "Ternyata dia bisa tersenyum juga," ujarnya dalam hati karena telah mengen

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    142. Anjing dan serigala

    Cuaca hari ini lebih hangat, Makky berani membawa Laiba keluar rumah duduk di halaman. Halaman itu didominasi banyak pasir dan bebatuan karena bunga batu hidup menyukai media tanam seperti itu. Makky mengambil alas yang mereka gunakan untuk duduk di atas tanah duduk diantara bunga-bunga yang ditanamnya sendiri dengan pemandangan gunung yang indah. Laiba sedang belajar menulis diantara kaki pria itu, hingga pihak lain bisa memeluknya dari belakang dengan selimut yang masih menghangatkan tubuh mereka. Makky tidak melakukan apapun hanya memperhatikan tangan yang masih kaku itu kembali memulihkan kemampuannya menulis dan sesekali mencium rambut perempuan itu. "Cukup untuk hari ini," ujar Makky sambil meraih buku dari tangan Laiba. "Semakin hari tulisanmu sudah bisa lebih rapi." Perempuan itu hanya tersenyum tipis mendengar setiap pujian Makky, Laiba yang lelah menempelkan punggungnya pada dada pihak lain dan pria itu menyambutnya dengan pelukan hangat. "Aku punya sebuah cerita," ujar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status