FAZER LOGIN
Patel dan Kensington adalah dua keluarga besar yang sudah bermusuhan puluhan tahun lamanya. Terhitung sudah banyak nyawa yang terenggut akibat hubungan buruk diantara mereka.
Ketika giliran Ethan Patel dan Liam Kensington memimpin keluarga, keduanya pun berencana untuk memperbaiki hubungan. Pernikahan menjadi salah satu langkah pertama yang dianggap sebagai percobaan untuk perdamaian mereka. Sayangnya hal itu tidak ditanggapi dengan baik oleh anggota keluarga Patel. Karena salah satu anak perempuan mereka lah yang akan dinikahkan. Sebab Kensington yang siap untuk menikah, semuanya berjenis kelamin laki-laki. "Aku tidak mau menikah dengan keluarga kejam seperti mereka, Papa," tolak Aurelie, salah satu putri sah dari Ethan. Alexander, putra tertua Ethan sekaligus pewaris utama Patel memberikan pendapatnya. "Aku juga tidak setuju Papa mengirim Ellie pada keluarga itu." Adrian, kembaran Aurelie juga tidak menyetujui usulan itu. "Ellie adalah kesayangan kita semua, Papa. Kalau Papa mengirimnya pada keluarga Kensington, Ellie bisa terluka atau kehilangan nyawanya jika rencana perdamaian tidak membuahkan hasil yang baik." "Aku dengar Kensington muda adalah pria yang kejam dan tidak berperasaan." Alexander mencoba mengingat-ingat pewaris utama Kensington yang pernah dia temui dulu. "Reed jauh lebih mengerikan daripada ayahnya. Ellie kita yang manis, terlalu berharga untuk menjadi tawanan mereka." "Tapi hanya Ellie satu-satunya putri Papa yang tersisa. Bahkan kakak perempuannya sudah menikah." "Dalam keluarga kita, memang hanya tersisa aku sebagai putri sah yang belum menikah. Tapi Papa masih memiliki satu anak perempuan lagi," ucap Aurelie mengingatkan. Anak tidak sah yang dimaksud nyatanya masih menikmati makanannya meski bisa mendengar pembicaraan dengan baik. Sayangnya Alisia tidak menyadari banyak tatapan mata kini tertuju padanya. "Oh, kamu benar. Papa lupa dengan keberadaannya. Siapa namanya?" Pertanyaan itu membuat Alisia menurunkan sendok dan garpunya. Bibir gadis itu tersenyum miris. Bahkan namanya pun tidak diingat oleh sang ayah. Rasanya benar-benar menyedihkan. "Alyssa?" Adrian menjawab dengan nada tidak yakin. "Alisia," ucap Alexander yang membuat adik-adiknya menyerukan 'oh' dengan panjang. "Kamu juga anakku bukan? Hei, kamu yang duduk paling ujung itu." Bahkan cara bicara sang ayah padanya tidak sama seperti kepada anak-anak yang lain. "Saya Alisia, Papa." "Benar, kamu. Persiapkan diri kamu untuk menikah dengan Reed Kensington secepatnya." Beberapa menit lalu Aurelie masih sempat ditanyakan tentang kesediaannya untuk menikah. Sementara Alisia langsung mendengar keputusan dari sang ayah. Begitu lah perbedaan statusnya dengan para kakaknya itu. Mereka semua adalah anak sah, sementara hanya dirinya satu-satunya anak tidak sah dari Ethan Patel. "Tapi, Papa—" "Tidak ada bantahan, Alyssa. Anggap saja kamu sedang membayar kebaikan keluarga Patel padamu selama ini." Namanya Alisia, bukan Alyssa. "Kamu beruntung akan menikah dengan pewaris utama Kensington, Alyssa," komentar Adrian. "Alisia." "Benar, itu namamu. Kelak kamu bisa menjadi Nyonya besar Kensington." "Itu kalau dia tidak mati di tangan suaminya sendiri," lanjut Aurelie membuat ruang makan itu seketika dipenuhi suara tawa. Seakan-akan kematiannya benar-benar sebuah lelucon. Karena penunjukan dirinya untuk menjadi pengantin Reed Kensington, sepanjang perjalanan menuju kamarnya, Alisia bisa mendengar bisik-bisik para pelayan yang merasa iba padanya. "Kasihan sekali Nona Sia. Dia akan dinikahkan dengan salah satu anggota keluarga Kensington." "Aku dengar mereka semua orang-orang yang kejam. Bukankah ibu kandung Nona Sia meninggal karena ulah mereka?" "Hush! Kamu lupa kalau kita dilarang membicarakan mendiang?" "Kenapa mendiang tidak boleh dibicarakan?" "Karena Nona Sia pernah berkata kalau yang membunuh ibunya adalah Nyonya besar. Bukan musuh dari keluarga ini." "Lagi pula yang meninggal juga tidak bisa hidup kembali. Untuk apa terus dibicarakan? Hanya akan membuat mendiang tidak beristirahat dengan tenang." "Untuk sekarang kita harus pikirkan, perpisahan seperti apa yang harus kita sampaikan pada Nona Sia. Karena pernikahan itu, mungkin akan membuat Nona kita yang malang kehilangan nyawanya." "Apa keluarga itu memang sangat menakutkan?" "Jangankan pada musuh, mereka bahkan tidak segan-segan untuk melenyapkan anggota keluarga mereka sendiri." "Mengerikan sekali. Entah Nona Sia bisa berhasil hidup lama atau tidak karena pernikahan ini." Para pelayan itu benar. Bahwa pernikahan dengan Kensington hanya sebagai jalan untuknya mengantarkan nyawa. Dan Alisia jelas menginginkan hidup yang panjang. Karena tidak ingin menikah, Alisia pun menyiapkan rencana pelariannya selama dua hari. Sehingga pada malam ketiga setelah dirinya diputuskan untuk menikah, Alisia mencoba kabur. Dia melarikan diri. Tentunya setelah membuat pengawas CCTV dan penjaga pintu belakang tertidur karena meminum air yang ditambahkan dengan beberapa pil tidur milik ibunya dulu. Karena Alisia tidak pernah kasar terhadap para pelayan dan penjaga, mereka tidak pernah bersikap waspada terhadapnya. Dan tidak ada satu orang pun diantara keluarganya yang berpikir kalau Alisia akan melarikan diri. Sehingga keamanan sama sekali tidak diperketat. "Kenapa Nona berkeliaran tengah malam begini?" Alisia tersentak sebelum berbalik cepat. Tio, salah satu penjaga yang cukup dia kenal dekat kini berdiri didekat pintu belakang. Lelaki itu sedang bersandar ke dinding. Aroma menyengat yang tercium mengartikan kalau Tio baru saja merokok. "A-aku tidak bisa tidur. Jadi aku butuh udara segar." "Mencari udara segar sambil membawa tas? Saya tebak isinya adalah uang, perhiasan dan beberapa helai pakaian." Sambil mencengkram tali tasnya, Alisia berkata dengan nada frustasi. "Tio, dengar—" "Pergilah, Nona. Saya tidak melihat apapun, terutama anda." "K-kamu serius?" tanya Alisia tidak yakin. "Semoga Nona berakhir ditempat yang lebih baik." "Terima kasih," ucap Alisia sebelum menjauhi Tio. Dia tidak ingin lelaki itu berubah pikiran, lalu menahannya untuk tidak melarikan diri. Akhirnya Alisia berhasil keluar dengan tenang dari lingkungan keluarga Patel. Dengan langkah cepat dan setengah berlari, dia pun menyusuri malam. Untuk perempuan sepertinya, begitu wajar merasa takut. Tapi Alisia berusaha untuk menahan diri. Entah sudah berapa kilometer Alisia berjalan, dia tidak tau. Tapi yang pasti, dari ufuk timur sudah ada tanda-tanda matahari akan menampakkan diri. Dan tubuhnya juga terasa sangat lelah sekarang. Dari arah berlawanan, cahaya dari lampu mobil tiba-tiba menyorot dirinya. Alisia merapatkan jaketnya dan berjalan menunduk. Jangan sampai mobil itu milik salah satu keluarganya. Langkah kaki Alisia berhenti saat mobil juga berhenti di depannya. Dia mundur selangkah saat seseorang tampak keluar dari kursi belakang. Siluetnya seakan menunjukkan seorang perempuan karena panjang rambutnya hampir menyamai milik Alisia. Tapi tampaknya dia adalah lelaki saat dilihat dari betapa besar dan kekar badannya. Butuh dua langkah lagi bagi orang itu untuk berada lebih dekat dengannya. Tapi sayangnya Alisia yang kelelahan sudah lebih dulu terhuyung. Dia pun jatuh pingsan dalam pelukan orang asing itu. ***Perutnya terasa bergejolak padahal hanya mencicipi segelas alkohol saja. Kepalanya pun juga terasa sedikit pusing. Walau keduanya tidak begitu menyebalkan karena Alisia masih bisa menahan serangan pada tubuhnya ini. Meski begitu, Alisia tidak menyangka kalau pertama kali mencoba, dia akan berakhir seperti sekarang. Padahal semua kakaknya tampak begitu menikmati setiap kali minum-minum dan tidak tumbang seperti dirinya. Tapi yang lebih membuat Alisia merutuki diri dan menyesal, dia terbangun dalam kondisi yang tidak pantas. Di bawah selimut, Alisia mendapati dirinya dalam kondisi telanjang bersama dengan Ken di sebelahnya. Badan Alisia dipenuhi dengan jejek kemerahan. Mulai dari dada, perut hingga sampai ke pahanya. Melihat semua itu membuatnya merinding. Meski baru pertama kali mengalami ini, bukan berarti Alisia tidak mengetahui apa yang sudah terjadi. Dia tidak sepolos itu karena pendidikan seks juga dia dapatkan dari gurunya yang menyebalkan. Bahkan Alisi
Lenguhan dan desahan Alisia terus terdengar tanpa henti dan memenuhi ruang makan, ketika Reed terus memberikan rangsangan pada bagian bawah tubuhnya. Perempuan itu masih sulit untuk tenang, tapi tak terlihat ingin menjauh. Seakan belum ingin menyudahi hal ini, Reed masih memainkan bibir dan lidahnya diantara kedua paha Alisia. Hingga cairan perempuan itu seakan tidak bisa berhenti keluar. "Reed... euhm... aku..." Remasan Alisia pada rambutnya sama sekali tidak mengganggu Reed. Karena ada satu hal yang diinginkan lelaki itu sekarang. Membuat Alisia semakin basah dan siap untuk dia masuki pertama kalinya. Reed tidak boleh meninggalkan trauma karena rasa sakit disaat memberikan pengalaman pertama pada Alisia. Karena hal itu sebagai penentu apakah malam berikutnya akan dia dapatkan dengan mudah atau tidak. "Tunggu... pipis... aku... aahh..." Pinggang Alisia sedikit terangkat hingga menghentak-hentak ketika orgasme pertama sepanjang hidupnya baru saja
Reed Kensington adalah putra pertama dari Liam Kensington bersama mendiang istrinya, Nathalia Kensington. Lelaki itu merupakan yang tertua dari para Kensington dalam generasi yang sama. Tiga bersaudara dimana dua adiknya adalah sepasang anak kembar yang berusia jauh di bawahnya. Sejak berumur lima tahun, Reed sudah melihat dunia seperti apa yang digeluti oleh keluarga besarnya. Lelaki itu pun juga sudah mulai mempelajari usaha keluarganya. Reed tumbuh sesuai dengan ajaran yang dia terima dari sang ayah dan para pamannya. "Dari luar kita memang terlihat seperti keluarga kaya dengan perusahaan yang sudah berdiri kokoh puluhan tahun lamanya. Tapi nyatanya di dalam, kita tidak sebersih yang dipikirkan orang." Reed berbincang dengan sang ayah di suatu siang saat dirinya mengunjungi salah satu arena tempat orang-orang mereka berada. Saat itu, Reed baru beranjak remaja. Dia rajin datang kesana untuk latihan bela diri dan menembak. Kalau tidak diingatkan untuk pulang, di
Suasana di ruang makan jelas sudah berubah menegangkan bagi semua yang ada disana kecuali Ken dan Alisia. Para pelayan mulai gemetar bahkan hampir semuanya berusaha untuk mengalihkan pandangan dari betapa gelapnya raut wajah sang majikan sekarang. Ken memang lelaki menakutkan dan mengerikan, siapa yang tidak mengetahui itu? Tapi selain orang yang hampir mati di tangannya, siapa lagi yang berani mengatakan itu tepat didepan matanya selain perempuan yang sudah mabuk itu? Tapi setelahnya mereka terkesiap saat melihat bagaimana nona muda yang semalam dibawa sang majikan ke dalam rumah ini sudah meninggalkan kursi. Kurang dari lima detik kemudian, Alisia beralih duduk diatas pangkuan sang majikan. "Aku mohon jangan katakan padanya kalau calon istrinya— tidak, maksudku calon tawanannya ada disini." Alisia mengusap dada Ken, mencoba memberi bujukan yang nyatanya membuat sang lelaki malah menatapnya tertarik. "Kamu benar-benar sudah mabuk sekarang." Dengan
"Oke, Alisia. Salam kenal."Sudah pasti Alisia tidak mengharapkan tanggapan yang seperti ini.Dia membutuhkan nama. Akan lebih baik lagi nama keluarga dari lelaki ini agar Alisia tau dimana keberadaannya sekarang.Alisia masih ingat nama-nama keluarga besar yang pernah disebutkan selama pendidikannya berlangsung. Baik itu keluarga yang menjadi musuh, maupun yang pernah dan sedang menjalin kerja sama dengan keluarga Patel.Dan dengan mengetahui nama keluarga lelaki ini, Alisia bisa tau dirinya sedang berada di tangan musuh keluarganya atau bukan. Sehingga dia bisa berhati-hati selama masih berada disini."Lalu bagaimana dengan namamu? Kamu belum mengatakannya padaku."Lelaki itu mendekat, berdiri menjulang tinggi dan besar didepan Alisia yang jadi terlihat kecil. "Kamu yakin ingin mendengar namaku?"Alisia mengangguk. "Karena memang seharusnya aku tau namamu bukan?"Tapi Alisia pikir akan lebih baik lagi kalau dirinya tidak berada di dalam keluarga yan
Rasanya begitu aneh saat makan malam di meja makan sepanjang ini tapi hanya berdua saja. Apalagi dengan jejeran makanan yang jelas terlalu berlebihan untuk dihidangkan kepada dua orang.Beberapa pelayan berdiri tegap tak jauh dari meja makan. Mereka selalu bersiap untuk menunggu dan bergerak cepat mengikuti perintah dari sang majikan.Sebelum makan, Alisia sempat bertanya-tanya. Apa lelaki ini tidak memiliki keluarga sehingga hanya mereka berdua saja yang makan? Apa mungkin karena sekarang sudah lewat makan siang dan belum masuk jam makan malam sehingga hanya mereka berdua yang makan?Tapi pertanyaan itu pun dikalahkan rasa lapar sehingga Alisia lebih fokus pada makanannya dibandingkan dengan hal lain. Termasuk lelaki menakutkan yang baik hati ini."Aku sudah selesai." Alisia mengusap bibirnya dengan tisu sebelum membalas tatapan lelaki itu. "Terima kasih atas makanannya. Aku kenyang sekali."Berkat lelaki itu memberinya makan, Alisia tidak perlu repot-repot mencari tempat untuk makan







