FAZER LOGINRasanya begitu aneh saat makan malam di meja makan sepanjang ini tapi hanya berdua saja. Apalagi dengan jejeran makanan yang jelas terlalu berlebihan untuk dihidangkan kepada dua orang.
Beberapa pelayan berdiri tegap tak jauh dari meja makan. Mereka selalu bersiap untuk menunggu dan bergerak cepat mengikuti perintah dari sang majikan. Sebelum makan, Alisia sempat bertanya-tanya. Apa lelaki ini tidak memiliki keluarga sehingga hanya mereka berdua saja yang makan? Apa mungkin karena sekarang sudah lewat makan siang dan belum masuk jam makan malam sehingga hanya mereka berdua yang makan? Tapi pertanyaan itu pun dikalahkan rasa lapar sehingga Alisia lebih fokus pada makanannya dibandingkan dengan hal lain. Termasuk lelaki menakutkan yang baik hati ini. "Aku sudah selesai." Alisia mengusap bibirnya dengan tisu sebelum membalas tatapan lelaki itu. "Terima kasih atas makanannya. Aku kenyang sekali." Berkat lelaki itu memberinya makan, Alisia tidak perlu repot-repot mencari tempat untuk makan malam ini. Dan perutnya sudah pasti bisa bertahan dengan baik hingga besok siang. Jadi hal yang terpenting untuk sekarang, Alisia harus menemukan penginapan setelah sampai di pusat kota nanti. Disana Alisia bisa memikirkan apa yang bisa dia lakukan setelah kabur dari keluarga Patel. Haruskah dia mencari pekerjaan atau malah memanfaatkan perhiasan ibunya untuk mendirikan usaha. Meski keduanya terdengar sulit dan tidak mampu untuk Alisia kerjakan, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba sambil belajar bukan? "Kamu hanya makan sedikit." "Sedikit?" gumam Alisia heran. Sepertinya porsi makan lelaki itu jauh lebih besar dibandingkan dengannya. "Padahal tadi itu adalah porsi terbanyak selama aku makan." "Jadi karena makan sedikit lah yang membuat tubuhmu begitu kurus dan kecil?" Lagi-lagi, lelaki itu menyinggung soal tubuhnya. "Badanku seperti ini karena mengikuti ibuku. Bisa dibilang, sepertinya karena keturunan makanya badanku kecil." Meski untuk bagian yang disukai lelaki, Margaret memilikinya dengan ukuran yang memuaskan. Sementara Alisia tidak. Payudaranya begitu kecil, sehingga saat mengenakan pakaian sangat longgar, bagian dadanya terlihat datar. "Jadi apa yang ingin kamu katakan?" "Aku harus bilang apa?" Alisia balik bertanya sebelum tersentak. "Oh, benar. Aku berterima kasih atas pertolonganmu hari ini." "Lalu?" "Lalu... hmm... untuk terakhir kalinya aku mengharapkan bantuanmu. Karena aku tidak tau kita ada dimana sekarang, bisakah kamu mengantarku ke pusat kota?" Bukannya menanggapi, lelaki itu balik bertanya. "Bukankah ada hal lain yang harus kamu katakan sebelum meminta bantuanku lagi?" Apa yang harus dia katakan sementara semua yang ada di dalam kepalanya sudah dia sampaikan sejak tadi? "Hmm... maaf karena aku sudah merepotkan kamu sejak pagi." Lelaki itu diam, meneguk air dari gelasnya sebelum menanggapi dengan tenang. "Soal penjarahan. Berikan alasan yang masuk akal agar aku tidak mengirim kamu ke penjara." Ternyata lelaki ini masih tidak mempercayainya. "Aku bersumpah kalau aku tidak menjarah, mencuri ataupun mengambil milik orang lain. Semua yang ada di dalam tas itu adalah milikku." "Normalnya orang-orang tidak akan membawa semua itu untuk bepergian ke rumah keluarganya. Menurutmu, bagaimana aku bisa percaya?" Benar! Bagaimana lelaki itu bisa percaya begitu saja padanya? Apalagi di matanya, Alisia terlihat seperti orang aneh sekarang. Karena itu, Alisia putuskan untuk berkata jujur saja. "Sebenarnya aku kabur dari rumah." "Oh! Apa itu fakta atau alasan yang baru saja kamu pikirkan?" "Itu adalah fakta. Semalam aku melarikan diri dari rumah ayahku dengan membawa semua perhiasan peninggalan ibuku sebagai pegangan untuk hidupku ke depannya. Karena itu aku jalan kaki berjam-jam lamanya, sebelum akhirnya bertemu denganmu." "Kenapa melarikan diri dari rumahmu? Apa ayahmu adalah orang jahat?" Lelaki itu bertanya dengan nada mengintrogasi. "Bagiku, dia tidak pernah menjadi orang baik." Dan itu artinya sang ayah memang orang yang jahat di mata Alisia. "Jadi kamu kabur dari ayahmu setelah ibumu meninggal dunia?" Alisia menggeleng. Karena ibunya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. "Aku kabur karena aku menolak untuk menikah dengan seseorang yang tidak ku kenal." "Oh, aku mengerti sekarang." "Tapi kalau kamu masih tidak percaya, ada satu liontin milik ibuku diantara semua perhiasan itu. Ada foto kami berdua didalamnya." Kenapa Alisia baru ingat soal itu sekarang? Padahal kalau dia tidak lupa, dirinya tidak harus berusaha keras untuk meyakinkan lelaki itu. "Aku percaya padamu." "Terima kasih. Jadi bisakah sekarang aku mendapatkan tasku kembali?" Karena setelah mandi tadi, Alisia hanya mendapatkan pakaian ganti miliknya. Tapi tidak dengan tas dan semua perhiasan milik ibunya. "Tentu saja kamu bisa mendapatkannya di kamar tamu nanti." Alisia pikir dirinya tidak memiliki keperluan lagi untuk kembali ke kamar tamu itu. Karena baju kotornya pun sudah langsung dibawa pelayan untuk dicuci. "Kenapa tidak disini saja? Karena aku ingin langsung pergi setelah tasku kembali." "Karena untuk beberapa hari ke depan, kamu akan menempati kamar tamu itu." Alisia melongo. Sepertinya dia salah dengar meski perkataan lelaki itu terdengar dengan jelas. "Apa maksudmu aku akan menempati kamar tamu di rumahmu?" "Aku menawarkan untukmu menginap disini dulu." "Oh, tidak-tidak!" Alisia mengibaskan tangannya menolak. "Terima kasih untuk tawaranmu, tapi aku harus menolak. Aku tidak ingin merepotkan lebih lama lagi." "Sudah ku bilang, kamu tidak merepotkan." "Tetap saja, alangkah baiknya aku pergi dari sini." Alisia bersikeras. "Agar aku juga bisa sampai di tempat tujuan secepatnya." "Tapi kamu tidak memiliki tempat tujuan untuk saat ini." Itu memang benar. "Tapi aku bisa mencari penginapan di pusat kota dan—" "Kalau tawaranku ditolak, aku bisa memaksa kamu." "Tapi—" "Setidaknya menetap lah disini sampai kamu memiliki tempat tujuan yang pasti. Dan aku memaksamu untuk melakukan itu." Lelaki itu berdiri hingga Alisia pun refleks mengikutinya. "Anggap ini sebagai rumahmu sendiri. Kalau ada yang kamu butuhkan, katakan pada para pelayan. Mereka akan menyiapkannya untukmu." "Walaupun kamu tidak merasa direpotkan, tetap saja aku tidak enak." "Kalau begitu, pikirkan tempat tujuanmu secepatnya. Dengan begitu kamu bisa pergi dari rumah ini." Tapi bagaimana Alisia bisa menentukan tempat tujuannya? Karena selain saat ini adalah pertama kalinya dia menjelajahi dunia diluar tembok keluarga Patel, banyak hal yang tidak dia pahami. "Dan jangan coba-coba untuk melarikan diri. Karena banyak penjaga dan anjing yang siap merobek tubuhmu saat mereka berpikir kalau kamu adalah ancaman." Sesaat Alisia membeku mendengar hal mengerikan itu. Namun detik dia sadar lelaki itu menjauhi meja makan, Alisia segera menghentikan. "Tunggu dulu. Ada yang mau aku tanyakan." Lelaki itu berhenti melangkah tanpa berbalik. "Apa yang ingin kamu ketahui?" "Aku Alisia. Siapa namamu?" ***Perutnya terasa bergejolak padahal hanya mencicipi segelas alkohol saja. Kepalanya pun juga terasa sedikit pusing. Walau keduanya tidak begitu menyebalkan karena Alisia masih bisa menahan serangan pada tubuhnya ini. Meski begitu, Alisia tidak menyangka kalau pertama kali mencoba, dia akan berakhir seperti sekarang. Padahal semua kakaknya tampak begitu menikmati setiap kali minum-minum dan tidak tumbang seperti dirinya. Tapi yang lebih membuat Alisia merutuki diri dan menyesal, dia terbangun dalam kondisi yang tidak pantas. Di bawah selimut, Alisia mendapati dirinya dalam kondisi telanjang bersama dengan Ken di sebelahnya. Badan Alisia dipenuhi dengan jejek kemerahan. Mulai dari dada, perut hingga sampai ke pahanya. Melihat semua itu membuatnya merinding. Meski baru pertama kali mengalami ini, bukan berarti Alisia tidak mengetahui apa yang sudah terjadi. Dia tidak sepolos itu karena pendidikan seks juga dia dapatkan dari gurunya yang menyebalkan. Bahkan Alisi
Lenguhan dan desahan Alisia terus terdengar tanpa henti dan memenuhi ruang makan, ketika Reed terus memberikan rangsangan pada bagian bawah tubuhnya. Perempuan itu masih sulit untuk tenang, tapi tak terlihat ingin menjauh. Seakan belum ingin menyudahi hal ini, Reed masih memainkan bibir dan lidahnya diantara kedua paha Alisia. Hingga cairan perempuan itu seakan tidak bisa berhenti keluar. "Reed... euhm... aku..." Remasan Alisia pada rambutnya sama sekali tidak mengganggu Reed. Karena ada satu hal yang diinginkan lelaki itu sekarang. Membuat Alisia semakin basah dan siap untuk dia masuki pertama kalinya. Reed tidak boleh meninggalkan trauma karena rasa sakit disaat memberikan pengalaman pertama pada Alisia. Karena hal itu sebagai penentu apakah malam berikutnya akan dia dapatkan dengan mudah atau tidak. "Tunggu... pipis... aku... aahh..." Pinggang Alisia sedikit terangkat hingga menghentak-hentak ketika orgasme pertama sepanjang hidupnya baru saja
Reed Kensington adalah putra pertama dari Liam Kensington bersama mendiang istrinya, Nathalia Kensington. Lelaki itu merupakan yang tertua dari para Kensington dalam generasi yang sama. Tiga bersaudara dimana dua adiknya adalah sepasang anak kembar yang berusia jauh di bawahnya. Sejak berumur lima tahun, Reed sudah melihat dunia seperti apa yang digeluti oleh keluarga besarnya. Lelaki itu pun juga sudah mulai mempelajari usaha keluarganya. Reed tumbuh sesuai dengan ajaran yang dia terima dari sang ayah dan para pamannya. "Dari luar kita memang terlihat seperti keluarga kaya dengan perusahaan yang sudah berdiri kokoh puluhan tahun lamanya. Tapi nyatanya di dalam, kita tidak sebersih yang dipikirkan orang." Reed berbincang dengan sang ayah di suatu siang saat dirinya mengunjungi salah satu arena tempat orang-orang mereka berada. Saat itu, Reed baru beranjak remaja. Dia rajin datang kesana untuk latihan bela diri dan menembak. Kalau tidak diingatkan untuk pulang, di
Suasana di ruang makan jelas sudah berubah menegangkan bagi semua yang ada disana kecuali Ken dan Alisia. Para pelayan mulai gemetar bahkan hampir semuanya berusaha untuk mengalihkan pandangan dari betapa gelapnya raut wajah sang majikan sekarang. Ken memang lelaki menakutkan dan mengerikan, siapa yang tidak mengetahui itu? Tapi selain orang yang hampir mati di tangannya, siapa lagi yang berani mengatakan itu tepat didepan matanya selain perempuan yang sudah mabuk itu? Tapi setelahnya mereka terkesiap saat melihat bagaimana nona muda yang semalam dibawa sang majikan ke dalam rumah ini sudah meninggalkan kursi. Kurang dari lima detik kemudian, Alisia beralih duduk diatas pangkuan sang majikan. "Aku mohon jangan katakan padanya kalau calon istrinya— tidak, maksudku calon tawanannya ada disini." Alisia mengusap dada Ken, mencoba memberi bujukan yang nyatanya membuat sang lelaki malah menatapnya tertarik. "Kamu benar-benar sudah mabuk sekarang." Dengan
"Oke, Alisia. Salam kenal."Sudah pasti Alisia tidak mengharapkan tanggapan yang seperti ini.Dia membutuhkan nama. Akan lebih baik lagi nama keluarga dari lelaki ini agar Alisia tau dimana keberadaannya sekarang.Alisia masih ingat nama-nama keluarga besar yang pernah disebutkan selama pendidikannya berlangsung. Baik itu keluarga yang menjadi musuh, maupun yang pernah dan sedang menjalin kerja sama dengan keluarga Patel.Dan dengan mengetahui nama keluarga lelaki ini, Alisia bisa tau dirinya sedang berada di tangan musuh keluarganya atau bukan. Sehingga dia bisa berhati-hati selama masih berada disini."Lalu bagaimana dengan namamu? Kamu belum mengatakannya padaku."Lelaki itu mendekat, berdiri menjulang tinggi dan besar didepan Alisia yang jadi terlihat kecil. "Kamu yakin ingin mendengar namaku?"Alisia mengangguk. "Karena memang seharusnya aku tau namamu bukan?"Tapi Alisia pikir akan lebih baik lagi kalau dirinya tidak berada di dalam keluarga yan
Rasanya begitu aneh saat makan malam di meja makan sepanjang ini tapi hanya berdua saja. Apalagi dengan jejeran makanan yang jelas terlalu berlebihan untuk dihidangkan kepada dua orang.Beberapa pelayan berdiri tegap tak jauh dari meja makan. Mereka selalu bersiap untuk menunggu dan bergerak cepat mengikuti perintah dari sang majikan.Sebelum makan, Alisia sempat bertanya-tanya. Apa lelaki ini tidak memiliki keluarga sehingga hanya mereka berdua saja yang makan? Apa mungkin karena sekarang sudah lewat makan siang dan belum masuk jam makan malam sehingga hanya mereka berdua yang makan?Tapi pertanyaan itu pun dikalahkan rasa lapar sehingga Alisia lebih fokus pada makanannya dibandingkan dengan hal lain. Termasuk lelaki menakutkan yang baik hati ini."Aku sudah selesai." Alisia mengusap bibirnya dengan tisu sebelum membalas tatapan lelaki itu. "Terima kasih atas makanannya. Aku kenyang sekali."Berkat lelaki itu memberinya makan, Alisia tidak perlu repot-repot mencari tempat untuk makan







