Bab 27) Mendapatkan Secercah Cahaya"Poligami?" Bibir Hanum bergetar, tanpa sadar tubuhnya beringsut menjauh dan mengibaskan tangan saat sang suami kembali mencoba meraihnya. "Kakak sadar apa yang Kakak katakan?" Susah payah tangan perempuan itu menelan ludahnya."Sangat sadar, Sayang, Saat ini Kakak tidak punya pilihan," ujarnya lirih. Fahri berdiri dan kembali mendekati sang istri yang terus saja melangkah mundur, sampai akhirnya tubuh Hanum merapat ke dinding.Hanum tidak lagi bisa berontak saat lelaki itu mengungkung dengan tubuh besarnya. Seketika ia merasakan tubuhnya melayang. Fahri menggendongnya, membawanya kembali ke pembaringan, merebahkannya, lalu mereka pun berpelukan. Air matanya menetes membasahi kedua pipinya.Mereka baru beberapa bulan menikah dan kini sang suami malah mengucapkan kata-kata itu."Kakak mau menikah lagi untuk apa? Apakah aku punya salah kepadamu? Apakah aku bukan istri yang baik, tidak bisa melayanimu?" isak Hanum. Dia menenggelamkan wajahnya di dad
Bab 28) Pembuktian"Tunggu!" Hanum berdiri tegak di depan pintu.Semua orang di ruangan itu menoleh, termasuk Fahri dan haji Alwi."Hanum." Lelaki itu berdiri, bergegas mendekati sang istri. Fahri meraih tangan mulus itu, mengajaknya masuk ke dalam rumah."Kenapa kamu menyusulku, Sayang?" tanya Fahri."Karena ada yang ingin aku sampaikan, supaya diketahui oleh semua orang yang hadir di sini, sebelum Kakak resmi melaksanakan akad nikah dengan Yasmin," ujar Hanum tegas. "Maksudmu apa, Hanum?" tanya haji Alwi. Lelaki setengah baya itu berinisiatif untuk membawa Hanum dan Fahri ke ruang tengah, tempat Ismah dan tamu perempuan lainnya sedang duduk berkumpul."Hanum?! Mau apa kamu ke sini?" Sontak perempuan tua itu berdiri dan menyeret Hanum dengan kasar. "Kamu mau mengacaukan acara ini, hah?""Tunggu, Ma," cegah Fahri sembari berusaha melepas cekalan ibunya di tangan istrinya. "Jangan berbuat kasar kepada istriku. Dia sudah cukup sakit hati dengan pernikahan mendadak ini. Jangan ditambah
Bab 29) Pembatalan Pernikahan"Aku tidak bisa, Yasmin. Mengertilah. Cinta itu tidak bisa dipaksakan," ujar Fahri sembari menatap Yasmin seperti mata pisau yang melukai wanita muda di depannya ini."Bukan aku tak mengenal belas kasihan. Tapi kamu harus tahu, Yasmin. Tidak semua keinginanmu harus tercapai, terlebih lagi dengan perkara jodoh. Terimalah kenyataan ini, maka itu akan mengurangi sedikit sakit hatimu."Sesaat Fahri menghela nafas, lantas melirik istrinya. Tangannya yang masih menggenggam jemari lentik itu ia angkat perlahan, lalu dikecupnya lembut. Perlakuan Fahri yang membuat Yasmin seketika memalingkan mukanya.Namun Fahri tidak peduli. Kedatangan sang istri yang tak terduga membuat ruang di dadanya menghangat, seperti hangat mentari yang menyinari bumi. Hanum datang dengan sukarela untuk membela dan membersihkan nama baiknya dari semua tuduhan dan fitnah. Bukankah ini luar biasa?Satu hal yang membuatnya sadar, jika seandainya ia menikahi Yasmin, itu sama artinya ia mengak
Bab 30) Dua Garis MerahIsmah menegakkan telinganya, berusaha mencari tahu apakah gerangan yang sedang dibicarakan oleh anak dan menantunya. Namun tak ada yang bisa dia dengar dengan jelas. Hanya suara tawa dan setelah itu bisik-bisik yang tak jelas. Perempuan itu mengusap dadanya. Kesal di hati masih terasa mendera.Kreet....Suara derit pintu yang terbuka dan sosok Fahri yang muncul di hadapannya, membuat perempuan tua itu terkejut. Spontan ia melangkah mundur, lalu menegakkan tubuh dan menatap putranya."Lho, Mama? Mama sudah pulang? Kok aku tidak dengar ya?" sapa Fahri. Dia meraih tangan tua itu dan menciumnya."Tentu saja kamu tidak dengar. Bukankah kamu sedang bercanda ria dengan istrimu, merayakan kemenangan setelah tidak jadi menikah dengan Yasmin?" sahut Ismah berapi-api.Perempuan tua itu bertepuk tangan. "Hebat sekali istrimu itu. Diam tapi menghanyutkan. Mama pikir ia diam saja di rumah meratapi nasib. Tapi ternyata ia malah berhasil menggagalkan pernikahan suaminya!"Fa
Bab 31) Terusir "Jawab pertanyaanku, Yasmin! Apakah benar ini adalah milikmu? Apakah kamu sedang hamil?" Rahma mengacungkan benda itu ke hadapan Yasmin."Iya, Bibi," jawab Yasmin pasrah. Sudah kepalang juga, tidak mungkin ia mengelak. Yasmin bangkit dari pembaringan, duduk dengan kaki berselonjor sembari memeluk guling.Plak!"Dasar pelacur!!" maki Rahma diiringi dengan sebuah tamparan keras yang mendarat di pipi Yasmin. Tubuh Yasmin kembali oleng ke samping nyaris telentang."Kamu benar-benar tidak bisa di beri hati, Yasmin. Sejak kecil aku pelihara dan sayang, tapi ini yang kamu lakukan? Kemarin aku masih menutup mata dengan semua kelakuanmu, tetapi sekarang? Kamu benar-benar telah membuat kami malu! Pantas saja ayahmu menyuruhmu untuk tinggal di sini. Kalian pikir rumah ini penampungan wanita hamil diluar nikah?!""Pantas saja kemarin kamu menjebak Fahri. Berarti ini sudah kamu rencanakan sebelumnya. Iya, begitu? Dasar wanita jalang! Rupanya kamu ingin Fahri yang menutupi aibmu, b
Bab 32) Buka Puasa BersamaSetelah menyalami Diana dan kedua anaknya, Aksa dan Reina, Hanum mulai mengeluarkan barang-barang yang berada di dalam mobil, lalu membawanya masuk ke dalam rumah. Barang-barang bawaan Diana dan keluarganya banyak sekali, hampir memenuhi separuh kapasitas mobil.Sementara itu Azis, suami Diana sudah duduk dengan secangkir kopi kesukaannya, mengobrol dengan Fahri.Beberapa bungkusan besar berisi bahan makanan langsung dibawa Hanum ke dapur."Hanum, di dalam bungkusan itu ada daging dan bumbu masak. Kamu langsung masukkan saja ke kulkas," tunjuk Diana pada bungkusan yang berada di tangan Hanum.Hanum mengangguk. Dia segera melangkah menuju kulkas."Banyak sekali bawaanmu, Diana," komentar Ismah."Ya, lumayan, Ma. Sekalian bagi-bagi rezeki. Kebetulan THR-nya Mas Azis sudah keluar." Diana tertawa renyah."Wah, beruntung sekali. Banyak ya, Nak?" Ismah antusias."Satu setengah kali gaji biasanya, Ma," jawab Diana."Bagus sekali, Diana. Tuh, kan? Kamu beruntung ba
Bab 33) Tidak Menunda PekerjaanSok alim? Hanum hanya tersenyum tipis menahan rasa geli dengan ucapan wanita tua itu. Masa iya, orang mendahulukan shalat sebelum mengerjakan pekerjaan lain di anggap sok alim? Bukannya sudah seharusnya kita mementingkan shalat lebih dari apapun? Akan tetapi biarlah, tak perlu di tanggapi serius. Hanum langsung masuk ke dalam kamarnya, kemudian segera berwudhu. 15 menit kemudian, wanita itu sudah keluar dari kamarnya dan melangkah menuju dapur. Dilihatnya Diana tengah sibuk mencuci piring. Hanum berjongkok di samping Diana bermaksud mengambil spons untuk menyabuni piring-piring kotor itu. "Tidak usah. Kamu ajari saja si Reina," tolak Diana bernada ketus. Dia menjauhkan wadah berisi cairan sabun dari jangkauan tangan Hanum. "Kak, aku cuma mau membantu. Tadi aku benar-benar izin mau shalat, bukannya menolak disuruh cuci piring," jelas Hanum. "Sama saja. Jadi wanita itu harus rajin, Hanum. Tidak baik menunda-nunda pekerjaan. Nanti kamu akan dianggap p
Bab 34) Kamu Mengundangku, Hanum?Tubuhnya seketika gemetar. Hanum mundur beberapa langkah, mengamati setiap sudut ruang sempit ini. Dia pun sangat terkejut saat melihat meja pendek yang biasa ia gunakan untuk meletakkan alat pemipih adonan tampak berada di salah satu sudut. Demikian juga kompor, wajan penggorengan besar, baskom plastik besar tempat ia biasa mengaduk adonan serta beberapa alat yang lain. "Jadi Mama menyembunyikan barang-barangku di sini?" gumamnya. Di benaknya kembali terbayang peristiwa lebih dari sebulan yang lalu saat ia mendapati barang-barangnya tidak berada ditempatnya.Hanum tidak pernah menyangka jika ternyata Zainab pun terlibat. Buktinya benda-benda ini ada di rumah Zainab, di ruang penyimpanan.Tak ingin terlalu keras berpikir, akhirnya Hanum segera mengambil setumpuk piring, kemudian segera keluar dari ruangan itu seolah tidak terjadi apa-apa. Dia tidak ingin terjadi keributan di momen lebaran ini. Hanum akan menunggu waktu yang tepat dan tetap bersabar u