Bab 51) Permintaan Haji AlwiSecepat kilat tangan Zainab dan Fahri menopang tubuh itu hingga akhirnya ketiganya duduk di lantai dengan kaki berselonjor."Kamu tidak sedang berbohong sama Mama, Fahri?" tanya Ismah. Suaranya melemah."Buat apa aku berbohong, Ma? Yasmin itu tidak sebaik apa yang Mama pikirkan." Terasa sesak dadanya mengingat permintaan haji Alwi barusan. Lelaki setengah tua itu bahkan mengatakan permintaannya secara gamblang di hadapan Hanum.Untung saja istrinya tidak semaput. Pengalaman hidup bersamanya selama beberapa bulan ini rupanya menempa Hanum menjadi wanita yang lebih kuat."Mana buktinya jika Yasmin itu tidak sebaik yang Mama pikirkan? Dengar, Fahri. Yasmin itu putrinya haji Faisal dan sejak kecil ia dipelihara oleh haji Alwi dan istrinya. Mama tahu bagaimana sifat Yasmin dari kecil," bela ibunya."Tetapi Mama tidak tahu, kan, bagaimana pergaulannya di saat ia menginjak masa remaja dan berada di Banjarmasin sana?" tukas Fahri.Ismah dan Zainab sama-sama mengge
Bab 52) Cukup Sampai DisiniLelaki setengah tua itu menggeleng keras. "Tidak, Bu. Sudah cukup sampai di sini. Aku tidak mau membuat keluarga kita semakin malu. Ini ketiga kalinya kita meminta Fahri untuk menikahi Yasmin. Mau di taruh dimana mukaku?!""Tapi kita belum mencobanya. Aku tahu Bu Ismah sangat mengharapkan Yasmin menjadi menantunya," bantah Rahma."Iya, aku tahu. Tetapi bagaimana kalau Fahri kembali menolak?! Bu, Fahri itu punya istri dan ia sangat mencintai istrinya. Sekeras apapun Bu Ismah memaksa, Fahri akan tetap menolak." Haji Alwi mengeluh."Tetapi kemarin Fahri akhirnya menyetujui menikahi Yasmin sebelum akhirnya digagalkan oleh istrinya," sela Rahma. Sorot matanya penuh harap."Iya. Itu karena Yasmin yang menjebak Fahri, tetapi sekarang kasusnya beda, Bu. Ingat, kita sudah ditolak sebanyak tiga kali. Ibu ngerti nggak sih?" Suara lelaki itu meninggi. Dia sangat ingin menyadarkan istrinya supaya tidak lagi berharap kepada Fahri."Tapi bagaimana dengan Yasmin? Nasib kep
Bab 53) Pernikahan Sandiwara Hanum membuka pintu kamarnya, keluar pelan-pelan tanpa suara. Langkahnya terhenti di salah satu bidang dinding pembatas antara ruang tengah dan ruang tamu. "Yasmin menikah? Masa iya? Yang benar saja! Bukannya Yasmin ingin menikah dengan Fahri?" Berondongan kalimat bernada pertanyaan meluncur dari bibir wanita tua itu. "Tapi inilah kenyataannya, Ma." Zainab menyodorkan ponselnya ke hadapan ibunya. Ismah ternganga melihat video pendek Yasmin dengan balutan pakaian pengantin. Di sampingnya seorang lelaki dengan pakaian pengantin pula tengah menjabat tangan lelaki tua sembari mengucapkan ikrar nikah. "Kamu bener, Zainab. Habis sudah harapan Mama untuk bermenantukan Yasmin." keluh wanita tua itu. Ismah terduduk lemas di kursi sofa favoritnya di ruang tamu. "Mau gimana lagi, Ma?" Zainab menghela nafas. Dia pun menyusul duduk di samping ibunya. Namun semenit kemudian wanita itu menyadari satu hal. Dia kembali memutar ulang video pernikahan Yasmin di ponselny
Bab 54) Bukan Suami Bayaran"Mbak...."Cermin riasnya menangkap bayangan seorang lelaki mengenakan pakaian pengantin berwarna putih. Yasmin menoleh ke belakang dan spontan berdiri."Zidan," panggil Yasmin. Wanita itu melambaikan tangan dan Zidan pun mendekat."Maaf jika sudah lancang masuk kamar Mbak Yasmin. Aku mau ganti baju," ujarnya dengan nada sedikit ragu.Yasmin mengangguk. "Tentu saja. Sepertinya kamu perlu membersihkan diri terlebih dulu sebelum berganti baju. Mandilah, Zidan," titahnya."Baiklah, Mbak," ujarnya.Lelaki muda itu melepas pakaian pengantinnya, menaruhnya di sudut kamar, kemudian segera mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.Yasmin menatap Zidan dengan rasa yang begitu canggung. Iya, mereka memang hanya orang asing, hanya dua orang yang terikat sebuah perjanjian bernama pernikahan, bahkan ini hanya pernikahan sementara.Tanpa sadar Yasmin mengusap perutnya. Sebenarnya pernikahan ini memang tidak ada gunanya, karena tidak mungkin Zidan menjadi ayah dari
Bab 55) Mana Bagian Mama?Hanum meletakkan nampan di lantai teras diiringi dengan Husna yang juga menaruh dua piring yang di bawanya. Ditatapnya aktivitas orang-orang itu sebentar, kemudian segera berbalik menuju dapur.Siang ini ia memasak gangan karuh, sayur yang terdiri dari pisang muda, jantung pisang, kangkung dan ikan gabus, salah satu masakan khas Kalimantan Selatan. Lauknya ikan papuyu goreng. tak lupa sambal terasi sebagai pelengkap. Hanum berkutat di dapur dengan Husna dan Zainab. Zainab yang mengetahui hari ini Fahri menjual gabah hasil panen, langsung menyusul ke rumah ini dan mengajak Hanum masak bersama.Masakan siap setelah sstu jam kemudian. Setelah semuanya selesai, Hanum langsung masuk ke dalam kamarnya. Bertepatan saat ia baru saja mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang, ponselnya berdering."Alhamdulillah, sudah masuk," gumam wanita muda itu gembira saat melihat deretan angka yang tertera di mutasi rekening aplikasi internet bankingnya."Dek, sebentar lagi kita akan
Bab 56) Lelah BerharapTak ingin di amuk oleh ibu mertuanya, Husna berlari menuju rumahnya. Tak lama kemudian, dia pun segera muncul kembali bersama dengan Faiz, suaminya."Hentikan, Ma. Ada apa ini?" tegas lelaki berumur 36 tahun itu. Lelaki yang tegak berdiri tepat di belakang Fahri yang masih terduduk di lantai teras."Dasar wanita pengadu!" Seperti kesurupan, Ismah menunjuk-nunjuk Husna yang gemetar berdiri di belakang suaminya."Mama mau minta jatah hasil penjualan gabah, Kak, tetapi aku tidak bisa memberikan, karena uang hasil penjualan itu rencananya akan aku belikan kayu bahan bangunan untuk membangun rumah," ucap Fahri.Faiz berdehem kemudian oembali menatap ibunya. "Lalu salahnya Fahri di mana, Ma?""Fahri tidak mau memberikan jatah untuk Mama. Terus kalau Fahri tidak mau memberikan jatah Mama, Mila belanja pakai apa? Memangnya kamu mau menanggung uang saku Mila?" ujar Ismah garang. Ditatapnya kedua putranya bergantian."Aku melihat selama ini Mila terlalu boros dan Mama ter
Bab 57) Menempati Rumah BaruSetelah ibu mertuanya beranjak pergi, Husna langsung berbalik ke dapur."Udah, Kak?" tanya Hanum menyambut kedatangan Husna"Udah beres,' ujar Husna mengacungkan jempol. "Sekarang kamu bawa piring-piring itu ke ruang tamu. Kita siap-siap saja dulu."Hanum mengangguk. Dia mulai mengangkat peralatan makan ke ruang tamu. Di kampung ini budaya gotong royong masih kuat. Jika ada warga yang membangun rumah, maka bisa di pastikan para tetangga akan datang tanpa di undang untuk membantu. Inilah kenapa mereka memasak dalam porsi banyak, tak lain untuk menjamu orang-orang yang ikut bekerja hari ini.Menu makan siang ini hanya terdiri dari nasi putih, ikan asin goreng, ikan pindang goreng, gangan humbut dan sambal terasi. Hanum tersenyum melihat orang-orang yang makan lahap sambil mengobrol. Diam-diam ia menyelinap keluar, melihat hasil pekerjaan hari ini. Ya, memang baru pondasi. Namun hatinya menghangat. Ada perasaan yang sulit ia lukiskan. Hanum mengusap perutny
bab 58) PendarahanHanum berusaha untuk tidak panik. Dia melepas seluruh pakaian dan membersihkan dirinya. Beruntung pendarahan itu hanya sebentar, setelah itu berhenti. Cukup banyak darah yang keluar dari area intinya. Hanum keluar dari kamar mandi dengan berbalutkan selembar handuk berukuran lebar.Hal pertama yang dicarinya adalah pembalut, setelah itu ia mengenakan pakaian dan segera shalat ashar. Ini jelas bukan darah haid, melainkan darah penyakit alias istihadah. Hanum melaksanakan shalat meskipun tubuhnya masih terasa gemetar. Selesai shalat, Hanum meraih ponsel berlogo apel di gigitnya dan segera mengetik pesan untuk bidan Fatma. Tepat saat ia selesai mengirim pesan, Fahri pun datang."Sayang, kok muka kamu terlihat agak pucat? Kenapa, Sayang?" Lelaki itu kaget melihat istrinya. Hanum berbaring dengan posisi tubuh miring ke kanan, menghadap sisi ranjang."Tadi aku mengalami pendarahan, Kak. Tapi semoga saja tidak terjadi apa-apa," akunya."Pendarahan?!" Lelaki itu memekik.