Share

bab 5. PeDeKaTe

PEJUANG GARIS DUA YANG DIKHIANATI

[hai Sein, 👋] ada sebuah pesan WA di handphone Seina.

Seina buru-buru membukanya. Seina lalu melihat fhoto profil si pengirim WA tersebut. Rupanya pesan dari Dimas Aditya, Direktur perusahaan besar yang baru Seina temui tadi pagi.

"jadi, ini WAnya pak Dimas, eh mas Dimas maksudnya" Seina baru menyadari bahwa Dimas tadi melarang Seina untuk memanggil Pak, melainkan harus memanggil mas Dimas.

[Hay juga mas 😀] Seina membalas dengan emoji tertawa.

***

Dimas yang menerima balasan pesan dari Seina, senyum-senyum sendiri jadinya efek tandanya gayung bersambut.

Dimas sepertinya sudah menaruh hati kepada Seina sejak perjumpaannya yang pertama.

[Kamu lagi apa Sein], Dimas memulai pedekatenya kepada Seina.

[Ini sudah mau tidur mas,🥱🥱🥱] Seina menambahkan emoji menguapnya.

[Oh ya sudah, kamu bobok yang nyenyak ya, nice dream 👋] Kali ini Dimas mencoba memberi perhatian kepada Seina.

" ya sudahlah, mending gue juga tidur juga. Besok gue mau ajak Seina makan siang bareng aja"

Seina tidur tanpa membalas terlebih dulu pesan dari Dimas.

Meskipun tidak ada balasan lagi dari Seina Dimas tetap tersenyum dengan bahagia.

Dimas menutup selimut keseluruh tubuhnya dan hanya menyisakan hidung keatas untuk ia bisa mengambil napas.

****

Seina merasa pesan-pesan dari Dimas memiliki maksud tertentu. Seina begitu yakin bahwa Dimas tertarik kepadanya. akan tetapi Seina belum berani untuk menyimpulkan lebih jauh mengingat terlalu jauh perbedaan antara mereka.

Seina sekarang buru-buru untuk tidur karena besok pagi mau ke kantor Dimas lagi untuk memantau produk yang akan dikirim ke supermarket bosnya .

****

"Arrghhh, sudah pagi rupanya Seina mengucek-ngucek matanya yang masih belum bisa melihat dengan jelas pemandangan sekitar.

"Aku harus cepet-cepet nih kalau nggak bisa telat ke kantornya Dimas. Seina buru-buru loncat dari ranjang tidurnya menuju ke kamar mandi.

Setelah selesai dari ritual pagi Seina tak lupa untuk berhias sebentar didepan kaca. memandangi wajahnya yang tirus, kulit putih mulus,dan wajah yang good looking itu.

Seina gadis sederhana yang berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya karena sang ayah yang sudah sakit-sakitan dan ibu yang sudah tua juga.

Sedangkan Seina masih harus membiayai adik perempuannya yang masih kuliah tingkat pertama.

Setelah selesai bersiap Seina segera menemui ibunya untuk pamit pergi bekerja.

"Buk, Seina berangkat dulu ya" sambil netranya mencari sosok perempuan yang telah melahirkannya itu.

"Ya Sein, kamu makan dulu ibu sudah buatin sarapan nasi goreng kesukaan kamu Sein", ibu Ningsih keluar dengan membawa sebuah nampan ditangannya.

"Wah, wangi banget Bu, pasti rasanya enak" Seina menciumi aroma masakan Ibunya itu.

"Tapi Seina udah telat Bu, Ibu makan sendiri aja ya Bu?, Seina memelas berharap Ibunya itu akan segera membiarkannya pergi berangkat kerja.

"Seina nanti asam lambung kamu kambuh Lo sayang, biar ibu suapin aja ya nak",

Bu Ningsih segera mengambilkan piring dan sendok untuk menyuapi anak kesayangannya itu.

"Ummm" Seina mengunyah makanan yang disuapi ibunya itu. Seina tahu bahwa Ibunya itu tidak akan pernah membiarkan Seina pergi dalam keadaan perut yang masih kosong.

Ibunya tahu dengan jelas Seina memiliki penyakit asam lambung yang akan kambuh jika perut Seina tak diisi.

"Ini satu lagi nak, akk"

Seina kembali membuka mulutnya.

"Ciiee, ciiee Mbak Seina. Masih aja disuapin kayak anak Paud", tiba-tiba Lusi datang dan lansung mengejek kakaknya itu.

"Biarin kayak anak Paud dek, kan anak Paudnya cantik, hehe" Seina membalas ejekan Lusi dengan membanggakan dirinya sendiri.

"Lusi mau juga dong buk disuapin kayak mbak Seina!", Lusi menunjukkan kecemburuannya kepada Seina Karena sang Ibu lebih perhatian kepada kakaknya ketimbang dirinya yang harus lebih dimanja.

"kamu kan nggak buru-buru kayak kakakmu sayang, jadi kamu bisa nyuap sendiri aja nggak perlu di suapin sama ibu".

Bu Ningsih sengaja memanas-manasi Lusi agar semakin cemburu kepada Seina. Tapi dalam hatinya sedih juga melihat ekpresi anak bungsunya itu.

"Ya, Ibu. kok pilih kasih sih sama Lusi?, Lusi ngambek nih!"

Lusi juga berpura-pura sakit hati padahal ia tahu dengan jelas mbaknya Seina sudah berkorban segalanya untuk keluarganya termasuk belum juga menikah meski disaat usianya yang sudah dibilang matang untuk menikah tapi Seina lebih memilih untuk membahagiakan keluarganya dulu baru menikah urusannya belakangan aja.

"Udah dong Lusi pura-pura ngambeknya, sini mbak aja yang suapin Lusi" Seina mengambil sesendok nasi goreng dari piring yang dipegang ibunya dan menyuapi Lusi dengan sebanyak mungkin sehingga mulut Lusi kepenuhan dan nasinya jadi menyembur ketika Lusi masih ngotot untuk berbicara.

Bu Ningsih yang melihat kelakuan kedua putrinya itu tak mampu untuk menahan tertawanya begitu juga dengan Seina dan Lusi.

Keluarga kecil itu tampak bahagia meski hanya dengan hal yang kecil saja.

"Oh ya Bu, ini uang untuk kebutuhan kita sebulan kedepan", Seina mengeluarkan segepok uang dari dalam tasnya totalnya adalah lima juta rupiah.

"Wah, nggak kebanyakan ini nak, biasanya dua juta aja juga sudah cukup malahan berlebih".

"Nggak kok buk, Ibu pegang aja kalau ada lebihnya buat beli apa yang Ibu sama Bapak

pengen", sambil menggenggam kan uang itu ketelapak tangan Ibu Ningsih.

Bu Ningsih sangat senang dengan perhatian dari putri sulungnya itu. Ia tak serta Merta menghabiskan jerih payah putrinya itu. Ia selalu menyisihkan uang kelebihan belanja yang diberikan Seina kepadanya. itu untuk bekal Seina nanti jika suatu saat ia menikah, jadi tidak pusing untuk memikirkan biaya resepsinya.

"Oh ya Bu, Seina lupa kasih tahu kalau jabatan Seina sekarang sudah naik jadi manager sejak satu bulan yang lalu, dan itu juga gaji pertama Seina sebagai manager yang jumlahnya lumayan yaitu sepuluh juta Bu, sisanya ini untuk uang jajan Lusi satu juta, dan ini buat uang saku bapak lima ratus ribu, selebihnya buat biaya Seina bekerja dan bayar tagihan motor Seina." Sekian tampak membagi-bagi hasil kerja kerasnya kepada anggota keluarga.

"Oh ya Sein, kan jabatan kamu sekarang sudah naik nak, gaji kamu juga sudah lumayan gede, apa kamu nggak ada kepikiran untuk menikah sayang?" tiba-tiba ibu Seina bicara soal putrinya yang belum juga mau untuk menikah.

"Kalau soal itu belum kayaknya Bu, Seina belum ada pikiran kearah sana, yang Seina pikirin sekarang cuma bagaimana caranya agar membuat keluarga Seina bahagia".

Seina sedikit melembutkan nada bicaranya seolah Seina tidak begitu berharap untuk segera menikah.

"Kalau itu keputusanmu Sein, ibu hanya bisa mendukungmu. Tapi yang perlu kamu ingat sayang, ibu juga ingin sekali kamu segera menikah dan punya anak. Ibu harap kamu memikirkan tentang itu juga, ayahmu sudah sakit-sakitan, Ibu ingin diakhir hayatnya kelak ia bisa menimang cucu dari kamu sayang", Ibu Ningsih sangat berharap agar Seina bisa segera mewujudkan keinginannya.

Namun berbeda dengan Seina, yang semakin pusing dengan permintaan Ibunya itu. "Bagaimana Seina bisa menikah kalau mempelai prianya saja belum ada" gerutu Seina dalam hatinya.

"Ya sudah Bu, ntar Seina pikirin lagi. Ibu jangan pusing-pusing dulu. Yang jelas sekarang Seina mau berangkat kerja dulu."

Seina buru-buru meninggalkan obrolan yang tak berujung dari Ibunya itu. Daripada terlambat lebih baik Seina segera berangkat menuju ke kantornya Dimas.

Seina lalu menghidupkan skuter matic yang baru ia beli enam bulan lalu secara kredit itu dan melaju menuju ke kantornya Dimas.

~~~~•|~~~~

bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status