LOGINPintu besar di ujung ruangan terbuka. Di baliknya adalah area yang sangat luas, diatur seperti lokasi kecelakaan industri. Ada reruntuhan, asap buatan, api kecil yang menyala di beberapa titik, dan yang paling penting, 50 orang berbaring di berbagai posisi, memerankan korban dengan berbagai tingkat keparahan. Beberapa korban berteriak kesakitan. Beberapa tergeletak diam. Beberapa mencoba merangkak. Suasana chaos yang sangat realistis. 10 finalis masuk ke arena dengan wajah serius. MC mengumumkan. "Final Round dimulai, sekarang!" Bzzzzt! 10 finalis langsung bergerak. Bima tidak langsung berlari ke korban terdekat seperti peserta lain. Dia berdiri sejenak, memindai seluruh area dengan mata tajam dan pemindaian Mana. Dia mengaktifkan pemindaian Mana dalam radius luas, merasakan kondisi semua 50 korban sekaligus. '5 korban kritis yang harus ditangani dalam 10 menit pertama. 15 korban berat yang harus distabilkan dalam 30 menit. 20 korban sedang yang bisa ditunda. 10 korb
Pagi tiba dengan langit yang cerah. Tapi Bima tidak merasakan kehangatan matahari pagi. Yang dia rasakan hanya ketegangan yang memuncak. Hari ini adalah Final. Dan setelah itu, pertarungan sesungguhnya akan dimulai. Bima duduk bersila di lantai kamar, melakukan meditasi pagi untuk menstabilkan energi Mana. Dia harus dalam kondisi terbaik hari ini, tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Energi Mana berwarna biru mengalir tenang di sekitar tubuhnya. Tapi di dalam aliran biru itu, ada kilatan hitam keunguan yang sesekali muncul, tanda Teknik Racun Keabadian yang siap diaktifkan kapan saja. 'Aku harus mengontrol ini dengan baik,' pikir Bima. 'Kalau aku kehilangan kontrol seperti kemarin, aku bisa membahayakan orang-orang di sekitarku.' Setelah 30 menit meditasi, Bima membuka mata. Tubuhnya terasa lebih ringan, pikirannya lebih jernih. Dia berdiri dan bersiap-siap. Tok tok tok. Irene masuk dengan membawa sarapan. Wajahnya terlihat lelah, seperti tidak tidur nyenyak semalam
"Kamu tahu sesuatu?" tanya Tuan Besar tajam. "Hanya firasat," jawab Bima. "Tapi lebih baik kita bersiap untuk kemungkinan terburuk." "Aku setuju. Kevin akan mengkoordinasikan dengan timku. Kalian harus selalu waspada." "Baik, Tuan Besar." Panggilan terputus. Bima mengembalikan ponsel ke Kevin. "Terima kasih." Kevin mengangguk. "Bima, aku tahu kamu merencanakan sesuatu. Apapun itu, aku akan membantumu. Jadi ketika kamu memerlukan bantuan, katakan saja." Bima tersenyum. "Aku tahu. Terima kasih, Kevin." Malam tiba dengan cepat. Bima, Irene, dan Kevin kembali ke hotel. Setelah makan malam, Irene pamit ke kamarnya untuk istirahat. Bima duduk sendirian di kamar, menatap keluar jendela dengan pikiran yang penuh. 'Besok adalah Final. Setelah itu, pertarungan sesungguhnya dimulai.' Ponselnya kembali berdering. Nomor tidak dikenal. Dia mengangkat dengan tenang. "Halo?" "Bima," suara Master Feng yang dingin dan penuh percaya diri. "Aku tahu kamu sudah tahu tentang
Lin Mei terdiam, karena dirinya jelas bukan murid nenek Badar. Tapi tatapan tegas Bima pada dirinya membuat Lin Mei merasakan hal berbeda, tak seperti pandangannya selama ini. Bima jelas berbeda dari orang lain yang selama ini ia kenal. "Aku akan selamatkan Irene," ujar Bima tegas. "Dan aku juga akan selamatkan adikmu. Tapi kamu harus membantuku. Kamu harus memberiku semua informasi yang kamu tahu tentang rencana Bulan Sabit." Lin Mei menatapnya dengan mata membulat. "Kamu, kamu mau menyelamatkan adikku juga?" Bima mengangguk. "Aku tidak suka melihat orang tidak bersalah menjadi korban. Apalagi kalau mereka digunakan untuk memanipulasi orang baik seperti adikmu. Itu kalau kamu jujur dengan apa yang kamu katakan." Lin Mei merasa sedikit terharu, "kamu yakin akan membantuku?" Bima mengangguk dan mengulurkan tangannya, membantu Lin Mei berdiri. "Sekarang ceritakan semua yang kamu tahu." Lin Mei mengangguk dan mulai menceritakan rencana detail Bulan Sabit. "Besok, setelah Fi
Kevin mengerutkan kening. "Seal Racun yang Tertunda? Itu teknik khas Bulan Sabit. Kenapa ada di tubuh pasien?" "Karena ini tentu saja untuk mengujinha," jawab suara dingin dari belakang. Semua orang menoleh. Master Wu, salah satu juri, berdiri di sana dengan ekspresi datar. "Pasien itu adalah salah satu anggota Bulan Sabit yang bersedia menjadi kelinci percobaan," lanjut Master Wu. "Seal Racun yang Tertunda memang sengaja ditanam untuk menguji Bima. Dan kami bahkan tidak menyangka dia lulus dengan sempurna." Kevin langsung bersiaga. "Anda, bagian dari Bulan Sabit?" Master Wu tersenyum tipis. "Sudah 20 tahun. Tapi jangan khawatir. Aku tidak akan menyakiti siapa-siapa di sini. Aku hanya mengikuti perintah tanpa berniat melanggar hukum." Dia kemudian menatap Bima. "Bima, Master Feng sangat terkesan dengan kemampuanmu hari ini. Dia ingin bertemu denganmu. Secara pribadi." ┐( ˘_˘)┌ "Aku tidak tertarik," jawab Bima datar. Master Wu tidak terpengaruh. "Aku sudah meny
Bima terus memaksakan dirinya. Energi Racun Keabadian semakin banyak keluar. Seal mulai retak lebih banyak dan hampir hancur! Tapi tubuh Bima sudah di ambang batas. Darah keluar dari mata dan telinganya. Tangannya gemetar hebat. Lin Mei tidak bisa hanya berdiri melihat. Dia melangkah maju, meletakkan tangannya di punggung Bima. "Aku akan membantumu," ujarnya tegas. Dia mulai mengalirkan Mana-nya sendiri ke tubuh Bima. Mana berwarna hijau lembut, energi dari Teknik Delapan Dewa Obat. Energi Lin Mei berfungsi sebagai penyeimbang. Dia membantu menstabilkan tubuh Bima sementara Bima terus menyerang Seal racun. "Terima kasih," bisik Bima. Dengan bantuan Lin Mei, Bima bisa fokus sepenuhnya. Dia melepaskan serangan terakhir dengan seluruh kekuatannya. Kraakk!!! Seal Racun pun hancur! Energi racun yang tersimpan di dalam Seal langsung keluar, tapi karena Seal sudah hancur, racun itu tidak meledak. Racun itu keluar dalam bentuk asap hitam yang perlahan menghilang terserap







