Share

bab 5 pesta tanpa nama.

Author: Pita
last update Huling Na-update: 2025-09-02 20:02:49

Istana Aethelgard malam itu bersinar gemerlap. Lampu kristal berpendar dari setiap sudut aula, alunan musik klasik mengisi udara, dan para bangsawan dari berbagai kerajaan berbaur, mengenakan topeng emas, perak, dan batu permata.

Pesta topeng sebuah tradisi tahunan yang disebut Pesta Tanpa Nama, di mana setiap orang menanggalkan identitas dan menyembunyikan wajah di balik topeng. Namun bagi Jagatra, pesta itu hanyalah panggung sandiwara lain, di mana kebenaran tetap terkubur di balik senyum dan kepura-puraan.

Jagatra mengenakan jubah hitam kebiruan, topeng perak menutupi setengah wajahnya. Saat ia melangkah masuk, banyak mata menoleh, bukan karena ia putra mahkota, melainkan karena wibawanya yang tidak bisa ditutupi bahkan oleh topeng.

Namun, di sudut aula, ia mendengar bisikan samar bisikan yang menyebut namanya dengan nada merendahkan.

“Lihatlah, putra mahkota yang bahkan tak dihargai keluarganya sendiri hadir di sini.”

“Tunggu saja, sebentar lagi semua akan tahu siapa pewaris sejati tahta Aethelgard.”

Jagatra menahan diri, senyumnya tipis seperti biasa. Ia sudah terbiasa menjadi bahan bisikan.

Saat musik berhenti, Raja William berdiri, menggenggam piala emas.

“Para tamu yang terhormat, malam ini bukan hanya pesta, tetapi juga perayaan akan masa depan kerajaan kita.”

Ratu Elean tersenyum penuh kebanggaan sambil menoleh pada Kaesar Avdar, sang adik kedua. Sebagian besar tamu mengerti arah kata-kata itu, dan sebagian lagi mulai berbisik, menebak-nebak apa maksud tersembunyi di balik pesta ini.

Jagatra berdiri tegak, menatap ayah dan ibunya dari kejauhan. Ia tahu, ada sesuatu yang sedang direncanakan sesuatu yang bisa meruntuhkan dirinya secara perlahan.

Namun, di tengah hiruk-pikuk pesta itu, langkahnya terhenti. Matanya menangkap sosok yang berbeda dari semua yang hadir malam itu seorang gadis sederhana, tanpa perhiasan berkilau, hanya gaun lembut warna putih gading, dengan topeng kayu sederhana menghiasi wajahnya.

Audina Veleryna Arsela.

Jagatra tidak mengenalnya, tetapi ada sesuatu dalam aura gadis itu yang membuatnya menatap lebih lama dari seharusnya. Dalam kerumunan penuh kepalsuan, gadis itu tampak murni dan nyata.

Untuk pertama kalinya malam itu, senyum Jagatra bukanlah topeng. Senyum itu tulus.

Namun ia belum tahu pesta tanpa nama ini bukan hanya awal dari sebuah pertemuan, melainkan juga awal dari pengkhianatan besar yang perlahan menjeratnya.

Musik kembali bergema, para bangsawan menari dengan penuh pesona. Gelas-gelas anggur berdenting, aroma bunga mawar bercampur dengan wangi parfum mahal memenuhi ruangan. Semua tampak begitu indah di permukaan, namun di balik topeng-topeng itu, Jagatra merasakan aura penuh tipu daya.

Dari kejauhan, ia melihat Kaesar Avdar menari bersama putri dari kerajaan tetangga. Semua mata tertuju pada mereka, seakan menegaskan bahwa Kaesar-lah bintang malam itu. Raja William dan Ratu Elean pun tersenyum bangga, seolah lupa bahwa putra sulung mereka ada di ruangan yang sama.

Jagatra hanya berdiri di tepi, memandang sambil meneguk anggurnya perlahan. Beginikah caranya mereka ingin menyingkirkanku? Dengan perlahan mengalihkan sorotan, menciptakan bayangan yang menelan keberadaanku?

Namun sebelum pikirannya semakin larut, suara lembut terdengar di sampingnya.

“Sepertinya Anda tidak menikmati pesta ini.”

Jagatra menoleh. Gadis bergaun putih sederhana itu kini berdiri hanya beberapa langkah darinya. Topeng kayu di wajahnya membuatnya tampak berbeda dari semua bangsawan penuh perhiasan di sekeliling mereka.

Jagatra terdiam sejenak, matanya meneliti sosok itu. Ada keberanian dalam tatapannya, tidak seperti para tamu lain yang biasanya menunduk atau berpura-pura hormat.

Ia tersenyum tipis. “Pesta topeng penuh kepalsuan. Bagaimana mungkin aku menikmatinya?”

Gadis itu ikut tersenyum, senyum jujur yang begitu langka di ruangan itu.

“Mungkin karena itu, aku juga merasa asing di sini.”

Jagatra menatapnya lebih lama. Ada sesuatu dalam cara gadis itu berbicara sesuatu yang membuatnya lupa sejenak akan semua luka di balik senyumnya.

Namun sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, dentuman gong menggetarkan aula. Raja William kembali berdiri, suaranya lantang.

“Malam ini adalah malam istimewa! Mari kita bersulang untuk masa depan Aethelgard… dan untuk putra yang akan membawa kerajaan ini menuju kejayaan!”

Semua mata tertuju pada Kaesar Avdar. Tepuk tangan dan sorak-sorai menggema.

Jagatra tetap tersenyum… senyum yang kali ini kembali terasa getir.

Tepuk tangan yang bergemuruh membuat aula seperti bergetar. Semua orang bersorak, menyebut nama Kaesar Avdar. Jagatra berdiri di tempatnya, meneguk sisa anggurnya dengan tenang. Namun di balik topeng peraknya, rahangnya mengeras.

Jadi inilah tujuan sebenarnya dari pesta ini... sebuah pengumuman terselubung, bahwa Kaesar akan dipandang sebagai penerus, meskipun aku masih hidup.

Ia melirik ke arah ibunya. Ratu Elean tampak bahagia, bahkan matanya berkilat penuh kebanggaan saat menatap Kaesar. Tak ada sedikit pun tatapan itu untuknya.

Gadis bergaun putih sederhana yang tadi berbicara dengannya, masih berdiri di dekatnya. Ia memandang Jagatra sejenak, seakan membaca luka yang tersembunyi di balik senyumnya.

“Anda tampak… sendirian di tengah keramaian ini,” ucapnya pelan.

Jagatra menoleh, matanya bertemu dengan mata gadis itu. Ada sesuatu di sana sebuah ketulusan yang jarang ia temui. Untuk sesaat, beban di dadanya terasa sedikit ringan.

“Aku sudah terbiasa,” jawabnya singkat.

Senyum gadis itu samar, namun hangat. Ia tidak bertanya lebih jauh, tidak pula berusaha mendekat terlalu dalam. Ia hanya berdiri di sisinya, diam-diam memberi kehadiran yang entah mengapa begitu menenangkan.

Jagatra menatapnya sekali lagi sebelum mengalihkan pandangan ke arah kerumunan yang bersorak. Dalam hati, ia bergumam:

Jika semua orang di sini memakai topeng, maka hanya kau satu-satunya yang terlihat nyata malam ini.

Dan di sanalah, tanpa ia sadari, bibit pertama dari sesuatu yang lebih dalam mulai tumbuh.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 8 Bahaya Dalam Cawan.

    Balairung kerajaan dipenuhi cahaya obor dan kilauan permata yang menghiasi dinding. Malam itu, Raja William menggelar jamuan besar untuk menghormati kedatangan para bangsawan dari kerajaan tetangga. Musik lembut mengalun, tawa para bangsawan bercampur dengan aroma daging panggang yang menggoda.Jagatra, sebagai putra mahkota, duduk di sisi kanan sang raja. Senyum tipis ia paksakan, meski hatinya masih terbebani fitnah yang belum reda. Namun, ia tetap menjaga wibawanya.Di hadapan setiap tamu, cawan emas berisi anggur merah dituangkan penuh. Cahaya obor membuat cairan itu tampak berkilau, memikat, seolah tak berbahaya.Namun di balik kemewahan itu, bahaya mengintai.Seorang pelayan berwajah pucat menyelinap di antara keramaian, tangannya sedikit bergetar saat menuangkan anggur ke cawan Jagatra. Tak seorang pun menyadari bubuk halus berwarna bening yang sebelumnya ia campurkan. Bubuk itu larut tanpa jejak.Kaesar, yang duduk beberapa kursi dari Jagatra, melirik dengan senyum samar. Mata

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 7 Bayangan Kaesar.

    Pangeran Kaesar Avdar duduk santai di kursi kayu berukir naga emas. Segelas anggur merah berkilau di tangannya, bibirnya melengkung dengan senyum penuh kemenangan.“Langkah pertama sudah berhasil,” gumamnya. “Putra Mahkota kini menjadi bahan cemoohan. Hanya tinggal menunggu waktu hingga ia benar-benar tersingkir dari tahta.”Di hadapannya, seorang pelayan berlutut dengan kepala menunduk.“Pangeran, kabar sudah menyebar. Banyak bangsawan mulai meragukan Pangeran Jagatra. Mereka… sudah mulai melirik Anda sebagai calon pewaris yang lebih layak.”Kaesar tertawa kecil. Tawanya dingin, penuh perhitungan.“Bagus. Biarkan mereka percaya Jagatra adalah pengkhianat. Saat kepercayaan itu runtuh, bahkan ayahanda sendiri tidak akan punya alasan untuk mempertahankannya.”Namun, di balik keangkuhan itu, ada sesuatu yang membayangi Kaesar. Bayangan berupa ambisi yang tak mengenal batas, bercampur dengan kebencian mendalam pada kakaknya.Ia masih mengingat masa kecil mereka ketika Jagatra selalu menja

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 6 Fitnah pertama.

    Pagi itu, kabar buruk menyebar di seluruh istana Aethelgard Silvanus. Bisik-bisik para pelayan terdengar di sepanjang lorong:“Benarkah Pangeran Mahkota bersekongkol dengan pedagang asing?”“Aku mendengar dia menjual rahasia kerajaan untuk mendapatkan emas!”“Jika benar, maka tak pantas ia menjadi raja nanti…”Jagatra yang baru saja keluar dari ruang pelatihan mendengar percakapan itu. Alisnya berkerut, matanya tajam memandang para pelayan yang langsung menunduk ketakutan.Ia melangkah cepat ke aula utama, di mana Raja William, Ratu Elean, dan saudara-saudaranya sudah berkumpul.Kaesar berdiri paling depan, wajahnya penuh kepura-puraan khawatir.“Ayahanda, ini sungguh mencoreng nama keluarga kita. Bagaimana mungkin Pangeran Mahkota menjual rahasia kerajaan kepada orang asing hanya demi keuntungan pribadi?”Jagatra tertegun. “Apa maksudmu, Kaesar?”Kaesar menghela napas panjang, lalu memberi isyarat pada seorang prajurit untuk maju. Prajurit itu membawa selembar surat.“Ini ditemukan d

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 5 pesta tanpa nama.

    Istana Aethelgard malam itu bersinar gemerlap. Lampu kristal berpendar dari setiap sudut aula, alunan musik klasik mengisi udara, dan para bangsawan dari berbagai kerajaan berbaur, mengenakan topeng emas, perak, dan batu permata.Pesta topeng sebuah tradisi tahunan yang disebut Pesta Tanpa Nama, di mana setiap orang menanggalkan identitas dan menyembunyikan wajah di balik topeng. Namun bagi Jagatra, pesta itu hanyalah panggung sandiwara lain, di mana kebenaran tetap terkubur di balik senyum dan kepura-puraan.Jagatra mengenakan jubah hitam kebiruan, topeng perak menutupi setengah wajahnya. Saat ia melangkah masuk, banyak mata menoleh, bukan karena ia putra mahkota, melainkan karena wibawanya yang tidak bisa ditutupi bahkan oleh topeng.Namun, di sudut aula, ia mendengar bisikan samar bisikan yang menyebut namanya dengan nada merendahkan.“Lihatlah, putra mahkota yang bahkan tak dihargai keluarganya sendiri hadir di sini.”“Tunggu saja, sebentar lagi semua akan tahu siapa pewaris sejat

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 4 Luka di balik senyum.

    Hari berganti, suasana di istana Aethelgard Silvanus tetap sama megahnya. Namun di balik pilar-pilar tinggi dan lantai marmer berkilau, tersimpan ribuan rahasia yang tak pernah diungkapkan.Jagatra melangkah dengan jubah birunya, kepala tegak, senyum tipis terukir di bibirnya. Para pelayan menunduk memberi hormat setiap kali ia lewat. Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum tenang itu, hatinya retak berkeping-keping.Di aula utama, Raja William dan Ratu Elean duduk di singgasana. Kaesar Avdar, adik kedua yang selalu menjadi kebanggaan mereka, berdiri di sisi sang raja. Senyum hangat sang ratu hanya ditujukan pada Kaesar, sementara tatapannya dingin saat beralih kepada Jagatra.“Jagatra,” suara Raja William menggema, penuh wibawa namun tanpa kehangatan seorang ayah. “Besok kau akan menghadiri jamuan kerajaan bersama duta besar. Jaga sikapmu, jangan membuat malu kerajaan.”Jagatra menunduk hormat. “Ya, Ayahanda.”Kaesar tersenyum tipis, lalu menambahkan dengan nada seolah mengejek.“S

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 3 Saudara yang membenci.

    Fajar baru saja menyingsing di Kerajaan Aethelgard Silvanus. Di halaman latihan, suara pedang beradu terdengar nyaring, memenuhi udara pagi yang dingin.Jagatra, sebagai putra mahkota, mencoba ikut serta melatih prajurit. Ia ingin membuktikan diri, menunjukkan bahwa dirinya pantas menjadi penerus tahta. Pedangnya berayun tegas, keringat membasahi dahinya, namun semangat dalam matanya begitu menyala.Namun, tawa mengejek memecah konsentrasinya.“Apa gunanya berusaha, Kak?” suara Lucas Zander Maxime, adik ketiganya, terdengar penuh ejekan. “Kau bisa berlatih sekeras apa pun, tapi orang- orang tetap tahu siapa yang lebih pantas jadi raja. Dan itu bukan dirimu.”Beberapa prajurit tertawa kecil, meski mencoba menutupinya.Jagatra menggertakkan gigi, menahan amarah. Ia menoleh pada Lucas.“Kau terlalu meremehkanku, Lucas. Jangan lupa, aku tetap putra mahkota.”Lucas mendekat, menatap mata kakaknya dengan sinis. “Putra mahkota? Untuk berapa lama? Semua orang tahu Ayah dan Ibu lebih memilih K

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status