Share

Bab 144

Author: Lilia
"Putri, Tuan Dimas masih menunggu di depan gerbang kediaman. Apakah Putri ingin menemuinya?" tanya penjaga gerbang dengan hati-hati.

Bagaimanapun, pelayan kecil seperti mereka tentu saja tidak tahu-menahu soal hubungan rumit antara Anggi dan Keluarga Suharjo.

Barulah Anggi kembali sadar dari lamunannya. Dia menatap surat di tangannya, lalu tersenyum pahit, "Nggak usah."

"Baik," jawab penjaga. Baru saja dia hendak mundur beberapa langkah ....

"Tunggu sebentar ...."

"Putri?" Penjaga itu segera berbalik dan menunggu perintah selanjutnya.

Anggi berkata, "Sampaikan padanya, sudah lama aku sudah memberitahukannya bahwa ada yang tidak beres dengan Wulan. Tapi kenapa sampai sekarang dia masih saja membelanya?"

Setelah menghela napas dalam-dalam, Anggi menoleh ke arah Mina, "Karena dia masih menunggu, kembalikan saja giok itu padanya."

"Baik, Putri." Mina segera mengemasi giok itu ke dalam kotaknya dan menyerahkannya kembali kepada penjaga gerbang. Penjaga itu menunduk dan menerima kotak kayu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 145

    Belakangan ini, karena kehadiran Anggi, suasana di dalam kediaman perlahan-lahan berubah tanpa disadari. Bahkan ada yang mulai merasa bahwa sifat Luis semakin lembut dan baik hati.Namun saat ini, Torus langsung menyeret Naira keluar. Tangisan dan teriakannya makin lama makin keras, sampai membuat Luis mengernyit karena terganggu. Dia berkata dengan nada dingin,"Kalau kejadian seperti ini terulang lagi, kamu juga nggak perlu tetap di sisi Putri!"Ucapan itu ditujukan pada Mina.Suara Mina bergetar, "Hamba ... hamba mengerti."Dika mendorong kursi roda Luis melewati Mina. Dari kejauhan, mereka sudah bisa melihat Anggi berjalan ke arah mereka.Begitu melihat Dika mendorong Luis, Anggi melangkah cepat dan menyambut dengan senyum manis, "Pangeran sudah pulang?"Luis mengangguk. Saat melihat senyuman itu, semua kekesalan yang tadi memenuhi dadanya seketika lenyap."Tadi aku sepertinya mendengar suara Naira ...." Anggi menatap ke ujung lorong dengan sedikit kerutan di alis.Luis menjawab te

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 146

    Melihat Anggi terpaku, Luis mengangguk dengan sedikit senyuman di sudut bibirnya. "Urusan dalam rumah memang seharusnya kamu yang atur.""Jadi, apakah saya boleh tetap membiarkannya berada di sini?" tanya Anggi dengan ragu.Luis tersenyum tipis. Dia bisa sekejam itu terhadap Keluarga Suharjo, tetapi begitu baik hati pada seorang pelayan.Untuk sesaat, Luis merasa bingung sendiri. Dia hanya mengangguk, tidak berkata apa-apa lagi.Mina masuk membawa air bersama para pelayan. Luis menuju kamar mandi dan mandi sebentar. Saat keluar, dia hanya mengenakan pakaian santai.Anggi melirik dan merasa hari ini ekspresi Luis tampak agak dingin, tetapi garis wajahnya justru terlihat lebih menarik dari biasanya."Gigi?" Luis duduk di kursi roda, menyentuh wajahnya sendiri dengan canggung. "Apa aku makin jelek?"Anggi tersadar dan segera menjawab, "Bagaimana bisa Pangeran berpikir seperti itu? Apakah Pangeran meragukan kemampuan pengobatan saya?"Sambil bicara, dia mengambil cermin perunggu dan berkat

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 147

    Ini benar-benar pencapaian besar!Pangeran selalu memakai topeng. Padahal, Dika sudah penasaran, apakah wajah Pangeran juga sudah menunjukkan hasil?"Wajah Pangeran .... "Luis hanya mengeluarkan gumaman dingin. Dika langsung tidak berani berbicara lagi, langsung memberi salam dengan patuh dan mundur keluar.Anggi berkata, "Dika sangat takut pada Pangeran."Luis menjawab, "Kalau dia sampai nggak takut padaku, bukankah dunia akan terbalik?""Oh ..." Suara gadis itu terdengar lirih. Luis menoleh, baru sadar Anggi sedang menunduk dan tampak sangat berhati-hati.Mungkin teringat sesuatu, Luis bertanya, "Gigi, kamu takut padaku?" Pertanyaan itu sebenarnya sudah lama ingin dia tanyakan.Anggi tidak menyangka Luis akan mengucapkannya secara langsung. Bagaimana bisa tidak takut?Luis adalah tokoh antagonis utama dalam cerita ini! Membunuh dengan brutal, wataknya kejam. Setelah wajahnya hancur dan menjadi cacat, dia bahkan menjadi orang yang sangat pendendam."Sa ... saya nggak takut." Anggi bu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 148

    Seluruh wajah Anggi memerah. Dia menunduk dalam-dalam, suaranya pelan dan penuh keraguan, "Saya ... saya ...."Sebenarnya dia tidak menolak, tetapi kondisi kaki Luis sedang dalam masa pemulihan. Rasanya tidak cocok untuk melakukan hal seperti itu sekarang.Lagi pula, Anggi sendiri belum begitu paham tentang hal semacam itu. Harus bagaimana kalau ingin memulai?Melihat wajahnya yang serbasalah, Luis tertawa pelan, "Sebelumnya suaramu itu sangat merdu kok."Begitu mendengar itu, Anggi langsung mengerti. Maksudnya adalah ingin dia berpura-pura?Meskipun hanya berpura-pura, tetap saja rasanya sangat malu. Anggi segera membereskan jarum perak dan menaruhnya kembali ke kotak di atas meja rias.Saat kembali ke tempat tidur, dia sekaligus mematikan lilin di kamar. Ketika sudah berbaring, Anggi masih berusaha mengumpulkan keberanian untuk bicara.Tiba-tiba, tangannya digenggam seseorang. Di tengah keterkejutannya, dia melihat pria itu perlahan mendekat padanya dan berucap, "Kalau kamu nggak mau

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 149

    Satu jam kemudian, Luis meminta air hangat. Torus membawa para pelayan menuju kamar mandi untuk menyiapkan air, sementara Mina bersama para pelayan mengganti seprai dan selimut.Wajah Anggi semerah apel, rasanya dia ingin menutupi seluruh wajahnya dengan selimut.Setelah para pelayan mundur, Luis berkata dengan lembut, "Tubuhmu penuh keringat, mandi dulu ya."Anggi hanya menjawab pelan, "Hm." Dengan wajah masih merah, dia menuju kamar mandi. Tiba-tiba, Luis menyusul masuk dengan kursi rodanya."Pangeran ...." Suaranya terdengar sedikit serak, mungkin karena terlalu banyak bersuara tadi."Aku bantu kamu.""Nggak, nggak usah ...."Sebelum dia selesai berbicara, pria itu sudah tiba di samping bak mandi. Dengan santai, Luis mengambil sabun, membasahkannya dengan air, lalu menggosokkannya ke kain mandi.Di bawah cahaya lilin yang berkedip, satu orang berada di dalam bak, satu lagi di luar bak. Pada saat yang sama, keduanya berpelukan dan berciuman.Suara air bergemericik, seolah-olah mengul

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 150

    Keesokan harinya.Sebelum berangkat ke istana untuk sidang pagi, Luis sempat berpesan kepada Mina agar tidak membangunkan Anggi. Namun, baru saja Luis pergi, Anggi sudah terbangun."Putri sudah bangun?" Mina buru-buru mengatur perlengkapan untuk Anggi mencuci muka dan bersiap.Anggi mengangguk pelan.Saat menyisir rambutnya, Mina beberapa kali melihat Anggi melamun. Dia tersenyum sambil berucap, "Selamat ya, Putri.""Hah?" Anggi baru sadar dan wajahnya langsung memerah.Semalam, dia benar-benar tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan menahan suara. Mina berjaga di luar pintu, mana mungkin tidak mendengarnya?Anggi masih ingat saat malam pertama dulu, Mina juga sempat mengucapkan selamat. Namun, waktu itu Mina sangat serius. Sekarang, dia malah menahan senyuman.Anggi tidak menyangkal, tetapi juga tidak menjelaskan. Bagaimanapun, semalam dirinya dan Luis memang sudah tidak bisa disebut "bersih" lagi. Mereka memang belum benar-benar melangkah ke tahap terakhir, tetapi apa bedanya?Bar

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 151

    "Meskipun Pangeran sakit selama beberapa tahun ini, dia selalu memikirkan para prajurit. Karena Pangeran tahu betul jutaan prajurit ini yang telah mempertahankan negeri dari serangan musuh.""Para prajurit adalah pelindung Negeri Cakrabirawa, juga pelindung rakyat. Sudah seharusnya mereka mendapatkan perlakuan khusus.""Mulai hari ini, baik itu prajurit, veteran, atau keluarga mereka yang datang berobat atau membeli obat, semuanya hanya perlu membayar setengah harga.""Eh .... " Salah satu murid Faisal terkejut."Berkat para prajurit yang bertarung di medan perang, kita baru bisa menikmati kemakmuran dan ketenangan di ibu kota seperti sekarang. Tanpa mereka, bagaimana mungkin kita bisa hidup damai seperti ini?"Faisal menyeka air matanya. Meskipun hanya setetes, air mata itu sangat tulus. "Saya benar-benar nggak menyangka Putri sebijak ini. Pangeran juga benar-benar memikirkan rakyat."Faisal teringat pada putranya yang sedang ikut ke medan tempur melawan para perampok. Dia juga tering

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 152

    "Menurutku itu cuma rumor. Sejak masih menjadi putra mahkota, Pangeran Luis sudah dikenal sebagai orang yang penuh belas kasih.""Betul, Pangeran Luis benar-benar memikirkan rakyat. Di usia belasan tahun saja sudah turun ke medan perang dan hampir selalu menang dalam setiap pertempuran. Sayangnya, takdir mempermainkannya."Beberapa orang masih tertarik dan ingin terus membicarakannya, tetapi seseorang dari tengah kerumunan tiba-tiba berteriak, "Kalian sudah bosan hidup ya? Berani-beraninya membicarakan keluarga kekaisaran di jalan umum!"Kerumunan langsung bubar.Namun, tindakan penuh kebaikan dan rasa kemanusiaan dari Luis dan Anggi telah terukur di hati rakyat.Di sudut jalan, kereta Kediaman Bangsawan Aneksasi perlahan melaju mendekat. Pandi berlari mendekat, menempel pada sisi kereta dan berseru, "Tuan, hamba sudah menyelidikinya. Hari ini Putri Anggi membuka praktik dan menetapkan aturan baru.""Mulai sekarang, prajurit, veteran, serta keluarga mereka bisa berobat di Balai Pengoba

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 194

    "Tapi, mereka nggak pernah peduli padaku. Jadi, mereka juga bukan kakakku," gumam Anggi pelan.Mina tertegun sejenak. "Ampuni hamba, Putri. Hamba telah lancang." Putri terlalu ramah, sampai-sampai Mina hampir lupa dirinya hanyalah seorang pelayan.Anggi memandangnya dan tersenyum. "Nggak apa-apa. Di kediaman Pangeran ini, aku harus berterima kasih padamu karena masih sering mau bicara denganku.""Putri terlalu memuji. Semua ini hanya karena perintah Pangeran, hamba hanya menjalankan tugas."Hanya saja, meski Pangeran begitu mencintai Putri, entah mengapa sorot mata Putri tetap terlihat kesepian ...."Setidaknya, kamu nggak pernah berniat untuk menyulitkanku," ucap Anggi sambil menurunkan tirai kereta. "Akhir-akhir ini, Keluarga Suharjo memang agak tenang, tapi setelah mereka kembali ... mungkin aku harus bersiap-siap untuk menghadapi masalah baru."Mina membuka mulutnya, lalu bertanya, "Putri benar-benar nggak mau berdamai dengan Keluarga Suharjo?"Anggi menatapnya. Dia tahu, apa pun y

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 193

    Hanya karena satu kalimat itu, Satya langsung kembali percaya diri, "Benar, benar! Dia itu cuma orang cacat!" Selama Anggi bukan orang bodoh, dia pasti tahu harus berdiri di pihak siapa!Dengan membantu Satya mencapai tujuannya, hanya Satya yang bisa memberikan masa depan dan kebahagiaan untuk Anggi kelak.Pandi berkata, "Benar. Tapi hari ini, cara Nona Anggi bisa keluar dari situasi rumit itu rasanya terlalu kebetulan. Luis itu bukan orang bodoh. Bisa jadi anak buahnya berada di tengah keramaian. Bagaimana kalau Pangeran Selatan menyulitkan Nona Anggi?"Bagaimana?Satya sendiri juga tidak tahu jawabannya."Semuanya sudah ditakdirkan. Dia nggak sebodoh itu. Dia pasti tahu bahwa hanya aku yang bisa memberinya masa depan yang gemilang!" Satya mengibaskan lengan bajunya sambil berkata, "Ayo pulang!""Baik." Pandi langsung menjawab dan buru-buru kembali ke dalam ruang VIP untuk membawa Pir.Selama bertahun-tahun mengikuti Satya, dia tahu bahwa tuannya adalah orang yang berambisi. Awalnya d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 192

    "Mina dan Sura sepertinya akan segera kembali. Tuan, aku harus pulang sekarang." Anggi berdiri, lalu memberi salam secara formal pada Satya, meski sikapnya agak setengah hati.Namun, karena posturnya yang ramping dan lemah lembut, Satya malah tidak merasa Anggi bersikap sembrono. Sebaliknya, dia malah tertarik dengan pesona Anggi yang seperti ini."Gigi ...." Dia mengulurkan tangan, lalu menariknya kembali. "Demi masa depan kita, kalau ada hal apa pun yang terjadi pada Luis, kamu harus segera memberitahuku. Aku akan membantumu.""Baik.""Akhir-akhir ini di ibu kota banyak yang bilang kemampuan pengobatanmu tak kalah dari tabib istana. Lalu, apakah kamu sudah melihat kondisi kaki Luis?""Belum ...." Kenapa tiba-tiba dia membahas soal kaki Luis?"Tabib Damar adalah orang dari Permaisuri Dariani, dia sering keluar masuk ke kediaman Pangeran Selatan. Apakah dia yang sedang mengobati kaki Luis?"Padahal Damar dikirim oleh Kaisar dan Dariani untuk merawat kesehatan mereka, sekaligus untuk me

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 191

    Wajahnya yang begitu jernih dan anggun itu, tak lagi memandangnya dengan tatapan tergila-gila, juga tak sehangat dulu. Hal ini membuat hati Satya terasa tidak nyaman."Gigi, apakah di hatimu masih ada aku?" tanya Satya dengan wajah muram sambil memeluk Pir yang tidak sempat dia berikan.Di hadapannya, Satya selalu berada di posisi yang unggul, seolah-olah tidak pernah ada yang bisa menandinginyaa. Bahkan sampai hari ini pun, Angga masih menunjukkan rasa superiornya."Kenapa Tuan bilang begitu? Kalau nggak, untuk apa aku datang ke sini?" katanya berpura-pura marah. "Demi bertemu Tuan, aku bahkan sudah menyuruh Mina dan Sura pergi. Tapi Tuan malah menuduhku seperti ini?""Bukan begitu, tapi kenapa kamu menjauh dariku?" Dulu saat dia menarik tangan Anggi, wajah gadis itu tetap tersipu meski tampak enggan. Bukannya bersikap dingin seperti sekarang dan malah membicarakan soal batas antara pria dan wanita."Kenapa?" Wajah Anggi terlihat semakin kesal. "Tuan yang aku sukai dulu itu sosok yang

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 190

    "Meong ... meong ...." Pir di pelukan Satya mengeong pelan dua kali. Satya segera menyodorkan kue kering di atas meja, tetapi kucing itu hanya mencium aromanya dan tidak menunjukkan minat untuk makan.Satya berkata, "Pir, kamu harus terus berusaha. Anggi sangat menyayangimu. Selama dia belum memberi keturunan untuk laki-laki itu, dia masih bisa menjadi majikanmu."Sambil berbicara, pandangan Satya terus tertuju ke arah Balai Pengobatan Afiat.Saat dia sedang mengawasi, terdengar suara langkah kaki. Pandi mendorong pintu dan masuk. "Tuan."Satya mengernyit. "Kenapa kamu di sini? Bukankah aku menyuruhmu memanggil dia?"Pandi menjawab, "Jangan panik, Tuan. Hamba sudah menyuruh seorang pengemis menyampaikan pesan. Kalau hamba yang pergi, sekalipun Nona Anggi ingin datang, dia pasti nggak berani, 'kan?"Kalau dipikir-pikir, itu memang masuk akal."Tuan, lihat." Pandi menunjuk ke arah pintu Balai Pengobatan Afiat. Seorang pengemis kecil benar-benar melangkah masuk.Tak lama kemudian, pengemi

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 189

    "Kamu benar." Hal ini juga berlaku untuk wanita yang dia cintai. Tanpa kekuatan, bagaimana bisa dia melindungi wanita itu?Luis samar-samar merasa bahwa Anggi tidak merasa aman, jadi dia memeluk gadis itu lebih erat. "Kamu nggak perlu takut. Selama ada aku, aku nggak akan membiarkan apa pun terjadi padamu.""Ya."Melawan takdir! Jalan ini sejak awal bukan jalan yang biasa, jadi dia harus mengerahkan segala kemampuan untuk memperjuangkannya. Apa pun hasilnya nanti, setidaknya dia tidak hanya duduk menunggu kematian.Hanya dengan melihat Wulan dan Satya benar-benar tidak bisa bangkit kembali, Anggi baru bisa benar-benar merasa tenang.Dari ucapan Anggi, Luis bisa menangkap satu hal. Anggi masih sangat berwaspada terhadap Wulan dan Satya.Bukan hanya Anggi, bahkan Luis sendiri pun tidak bisa merasa tenang terhadap Keluarga Pangeran Aneksasi.Dia memeluk Anggi erat sepanjang malam, tanpa sepatah kata pun.Keesokan harinya, Anggi keluar dari kediaman. Dia tahu betul apa yang menjadi tujuan

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 188

    Sudah sejauh itu ....Sudut bibir Luis melengkung sedikit. "Yang kamu katakan benar. Aku yang sudah membebanimu."Ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya, tetapi dia benar-benar tak bisa mengendalikan dirinya. Dia ingin menguasai Anggi sepenuhnya. Dia takut jika dirinya berkedip sedikit saja, gadis itu sudah menghilang dari pandangannya. Keinginan untuk memiliki itu bisa membuatnya gila kapan saja.Mungkin karena selama empat tahun terakhir ini, dia sudah terbiasa melihat tatapan orang-orang yang penuh kepentingan. Para gadis bangsawan yang dulu memujanya, semua menghindarinya setelah dia jatuh.Hanya Anggi yang berbeda. Saat menikah dengannya, memang Anggi tidak rela. Namun, setelah itu, meskipun hanya pura-pura, Anggi melakukannya dengan cara yang membuat Luis merasa nyaman.Empat tahun lalu, Anggi menyelamatkan nyawanya. Empat tahun kemudian, dia menyembuhkan cederanya, memulihkan kakinya, seakan-akan dia adalah dewi yang dikirim dari langit untuk menyelamatkannya.Malam itu, yang t

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 187

    Bahkan, Luis berkata, "Lihat saja, Satya itu pria berengsek yang gampang kasihan sama perempuan mana pun!""Beri tahu Pangeran, aku sudah tahu," kata Anggi sambil tersenyum pada Torus.Torus berdeham pelan, lalu membungkuk sopan, "Pangeran masih menitipkan satu kalimat lagi untuk disampaikan kepada Putri."Anggi menatap Torus, kira-kira pesan apa lagi?Torus tersenyum. "Pangeran bilang, Satya punya hati yang besar. Setiap gadis ingin dia lindungi. Tapi, Pangeran berbeda. Pangeran hanya peduli pada Putri seorang.""Ah ...." Bibir Anggi bergerak sedikit. Dia sungguh tak menyangka Luis bisa mengatakan hal semacam itu."Pangeran mengingatkan, dia berbeda dari Satya dan hanya peduli pada Putri seorang," ulang Torus, lalu pergi.Di samping, Mina menahan tawa sambil menutup mulutnya dengan tangan. Ketika Anggi menoleh, Mina pura-pura sibuk, mengambil kain dan mulai mengelap meja, sambil berkata, "Pangeran benar-benar baik pada Putri.""Memang baik, tapi sepertinya dia nggak terlalu percaya pa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 186

    "Kalau kamu nggak menemukan keluargamu, kamu mau tinggal di mana?""Hamba ... hamba ...." Wanita cantik itu menggigit bibirnya, terlihat seperti ingin berbicara tetapi ragu. Wajahnya tampak menyedihkan, matanya berkaca-kaca, tetapi dia enggan menjawab lebih lanjut.Satya melirik ke arah Pandi. Pandi langsung berdeham dan maju, lalu berkata, "Nona, orang yang berada di hadapanmu ini adalah Putra Bangsawan Aneksasi. Kalau kamu bersedia, boleh ikut ke kediaman kami dulu. Apa pun masalahmu, beliau pasti akan membantu."Wanita cantik itu langsung berlutut, merasa sangat bersyukur. Pandi buru-buru menghentikannya, "Sudah, sudah, naik ke kereta dulu."Orang-orang yang menonton mulai berbisik. Banyak yang berpikir Satya mungkin akan menerima selir baru.Wajar juga, Satya tidak muda lagi. Kalau bukan karena urusan pernikahan yang tertunda, sekarang seharusnya dia sudah menikah.Membantu seorang gadis malang yang tidak punya tempat tinggal itu bukan hal buruk. Gadis itu tampaknya benar-benar ber

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status