"Hati-hati, Putri Mahkota!" seru Sura saat melihat Anggi hampir tergelincir dari pijakan kereta. Refleks, dia segera memapah tubuh sang Putri.Anggi tersadar. Dia bahkan tak menyadari kalau dirinya sudah melangkah ke pijakan kereta dan hendak naik.Sura menoleh ke arah Mina, seakan-akan bertanya dengan tatapannya. 'Putri Mahkota kenapa?'Mina hanya mengernyit. Mana berani dia menjawab? Dia pun menggeleng, memberi isyarat agar Sura tidak bertanya lebih jauh.Setibanya di Kediaman Putra Mahkota, Anggi langsung mengurung diri di paviliun utama. Bahkan Mina pun tak diperkenankan menemaninya.Dia mulai membolak-balik semua buku pengobatan. Namun, apa gunanya? Semua buku itu sudah dibaca berkali-kali. Tak satu pun mencatat soal penyakit yang dialami oleh Aska.Dia dan Aska sama-sama adalah orang yang hidup kembali. Lahir kembali melawan takdir. Apakah itu berarti dia juga sedang mengalami serangan balik dari melawan takdir?Air mata mulai menggenang. Anggi segera menyekanya, lalu melemparkan
Anggi mengernyit. "Tapi saat aku yang melakukan akupunktur pada Aska, hasilnya malah terlihat."Mina tampak ingin berbicara, tetapi ragu. Melihat itu, Anggi pun berkata, "Kalau ada yang ingin kamu katakan, katakan saja. Nggak perlu disembunyikan, itu bukan gayamu."Mina menatapnya dengan mata besar penuh keraguan. "Kami semua saat masuk ke kamar Tuan Aska, selalu merasa sangat kedinginan. Tapi sepertinya, Putri Mahkota nggak merasa apa-apa."Ekspresi gadis itu berubah, tampak penuh keresahan.Sejak awal musim dingin, Anggi memang tidak merasa kedinginan. Bahkan saat berdiri di samping Aska pun, hawa dingin yang selalu menyengat itu tak terasa mengganggu.Dia tahu Aska sangat dingin, tetapi ketika berada di dekatnya, hawa dingin itu seakan-akan lenyap."Putri Mahkota?" Melihat Putri Mahkota tak memberi jawaban, wajah Mina seketika memucat. Dia tak tahu apa yang dipikirkan oleh majikannya dan mulai menyesali perkataannya barusan."Aku nggak apa-apa," jawab Anggi dengan tenang. "Cari Sura
Malam hari, Anggi menceritakan kondisi Aska kepada Luis.Luis terdiam lama sebelum akhirnya berkata, "Tentang takdir dan balasan yang dia sebut-sebut itu ... mungkin memang sudah tak ada obatnya."Anggi ikut diam.Setelah waktu yang lama, Anggi baru berkata, "Tapi, kita juga nggak bisa membiarkannya begitu saja. Kalau begitu, dia akan ...." Akan mati, 'kan?Luis mengangkat tangan dan mengelus lembut keningnya. "Aku pernah bertanya padanya. Katanya, meskipun nyawanya hina, dia nggak akan menyerah semudah itu. Itu adalah hukuman langit untuk dirinya.""Yang dia ramalkan itu memang penting bagiku. Tapi, aku juga nggak merasa seberat itu sampai dia harus menerima hukuman langit sebesar ini." Luis tampak bingung.Namun, dari perkataannya itu, Anggi justru semakin tenggelam dalam pikirannya. Baik dirinya maupun Aska adalah orang yang bereinkarnasi. Membocorkan rahasia langit ataupun membaca nasib, semua itu memang tindakan yang menantang langit.Luis tidak tahu. Namun, Anggi menebak bahwa As
Kalau terus sedingin ini, Anggi benar-benar khawatir Aska bisa meninggal kapan saja.Aska hanya bisa tersenyum pasrah. "Baiklah."Selama itu adalah obat yang diberikan oleh Anggi, dia rela meminumnya. Seperti akupunktur itu, meskipun jelas tak membawa hasil apa-apa, dia tetap mau bekerja sama, selama itu dari Anggi."Hari ini tanganmu terasa lebih hangat dari biasanya," kata Aska sambil tersenyum setelah Anggi menarik tangannya kembali.Anggi tertegun. "Kamu merasa jariku panas saat menyentuh pergelangan tanganmu?"Aska mengangguk. "Ya, lebih panas dari sebelumnya." Bukannya dia berlebihan. Setelah beberapa hari tidak bertemu, tubuh Anggi memang semakin panas."Selama ini, kamu pernah merasa tubuhmu terlalu panas sampai nggak nyaman?" Aska bertanya kepadanya.Anggi melirik ke arah tangannya, lalu menjawab, "Ada sedikit, tapi nggak sampai mengganggu."Aska menasihati, "Kalau begitu, ke depannya jangan memaksakan diri mengonsumsi makanan dingin. Itu nggak baik untuk tubuhmu."Dia memanda
Anggi dan Mina sama-sama tertegun.Aska segera membentak, "Kurang ajar! Kamu sadar apa yang sedang kamu katakan?"Giginya bahkan bergemeletuk. Jelas sekali, dia sangat kedinginan."Tuan ....""Lancang sekali! Uhuk, uhuk .... Keluar sekarang juga!" bentak Aska lagi.Pati terlihat sangat kecewa, tetapi tidak punya pilihan lain. Dia hanya bisa menangkupkan tangan dan mundur dengan hormat.Anggi merasa bingung dan sedih. Dia sungguh tak tega melihat wajah Aska yang pucat dan tubuhnya yang gemetar."Kak Aska, Pati hanya ingin kamu merasa lebih baik."Aska tersenyum pahit dan memandang Anggi. "Raja adalah raja, bawahan adalah bawahan. Semua sudah ada tempat dan batasnya."Antara dia dan Anggi bukan hanya sahabat sejiwa, tetapi juga punya batasan sebagai pemimpin dan pengikut."Aku pikir selama ini Tabib Lukman merawatmu dengan baik." Anggi merasa bersalah. Semuanya jadi terabaikan karena urusan Ajeng dan Gita."Dia memang merawatku dengan baik. Ini bukan salahnya," sahut Aska.Anggi mengangg
Anggi membuka kitab medis yang dibawa oleh Torus dan mulai membacanya. Sambil tersenyum, dia bertanya, "Kamu masih berani membicarakan Torus di belakangnya?"Torus adalah pengurus Kediaman Putra Mahkota.Sambil menuangkan teh bunga, Mina tertawa. "Kepala Pelayan Torus bukan orang yang pendendam."Mereka semua adalah orang-orang lama dari Kediaman Pangeran Selatan. Setidaknya, ada sedikit ikatan.Setelah berpikir sejenak, Mina berkata, "Hamba hanya menebak."Anggi mengangkat cangkir tehnya dan menyeruput sedikit sambil terus membaca kitab. Di sana tertulis tentang penyakit dengan gejala suhu tubuh menurun. Beberapa catatannya mirip dengan yang sudah pernah dia baca sebelumnya.Namun, kondisi Aska berbeda dengan yang digambarkan di kitab. Dari sisi pengobatan pun, selain ramuan penghangat seperti wedang jahe dan kurma merah, tak ada perbedaan yang signifikan.Anggi tak kuasa menghela napas memikirkannya.Mina memperhatikan dan bertanya, "Putri Mahkota nggak apa-apa?"Anggi menggeleng. "A