"Nggak ada apa-apa," ucap Mina sambil menggeleng. Bagaimana dia bisa menceritakan masalah pribadi seperti ini pada orang lain?Sura berkata, "Torus menghukum beberapa pelayan kemarin. Mungkin sebaiknya kita mengatur lebih banyak orang di Paviliun Pir."Mina membalas, "Aku dan Pati selalu mengikuti Putri Mahkota dan Tuan Aska. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan.""Benarkah?" tanya Sura."Tentu," sahut Mina.Sura tersenyum, lalu berucap, "Beberapa hari lalu, ketika Nyonya Ambar dari Keluarga Suharjo meninggal dunia, serta dua hari lalu dan hari ini, kamu dan Pati keluar bersama."Mina lalu berkata, "Beberapa hari lalu ketika Nyonya Ambar meninggal, Putri Mahkota berada dalam suasana hati buruk dan tinggal selama beberapa jam lagi. Tapi, selebihnya aku dan Pati selalu kembali dalam waktu 15 menit."Mina menghela napas, lalu melanjutkan sambil mengernyit, "Nggak masalah kalau itu orang lain, tapi seharusnya kamu tahu betapa Putri Mahkota mencintai Putra Mahkota. Bagaimana mungkin Putri Mah
"Kak Pati, aku merasa sedikit resah," ucap Mina."Apa yang kamu resahkan?" tanya Pati.Mina berkata, "Kemarin Sura bilang kalau para pelayan mulai menggosipkan Putri Mahkota yang selalu bersama Tuan Aska. Torus memang sudah menangani mereka, tapi ...."Setelah jeda sebentar, Mina meneruskan, "Aku khawatir gosip ini akan memengaruhi hubungan Putri Mahkota dan Pangeran Mahkota."Ternyata begitu. Pati juga merasa dilema. Tuannya sangat membutuhkan bantuan Putri Mahkota, jadi dia tidak pernah menolak saat Mina mencarinya."Kita mengikuti mereka setiap hari, Putra Mahkota nggak akan percaya pada gosip," kata Pati."Beberapa hari lalu dan hari ini, Putri Mahkota dan Tuan Aska hanya berduaan," ujar Mina.Pati berusaha menenangkannya, "Sekarang masih siang bolong. Putra Mahkota nggak akan memercayai hal seperti itu. Lagi pula, biarpun Putra Mahkota nggak di tempat, masih ada Torus di sini. Segala sesuatu yang terjadi di kediaman nggak lepas dari pengawasan Putra Mahkota. Kamu terlalu khawatir.
Sunaryo mengusap perut Jelita, merasa sepertinya bayi di dalam bergerak pelan. Saking gembiranya, dia sedikit tergagap saat berkata, "Di ... dia bergerak.""Ya, putra kita bergerak," ucap Jelita.Putra .... Sunaryo mendongak, memandang ke arah pintu kamar sambil mengernyit. Yasa seharusnya masih berjaga di luar sana. Dia bertanya, "Apa Yasa benar-benar bisa dipercaya?""Dia hanya seorang kasim. Kalau dia menginginkan posisi yang lebih tinggi, siapa lagi selain aku yang bisa mewujudkan keinginannya?" bisik Jelita.Sunaryo memikirkan kata-kata Jelita, merasa itu masuk akal. Hanya saja, alisnya tetap berkerut.Jelita mencoba menenangkannya dan bertanya, "Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"Sunaryo berucap, "Yang sebenarnya aku inginkan adalah kamu dan anak kita. Aku ingin kita bertiga bersama-sama." Dia tidak ingin putranya menjadi sepertinya, tumbuh besar di bawah asuhan pria yang bukan ayah kandungnya."Setelah semuanya beres, keinginanmu pasti terwujud," ujar Jelita."Bagaimana kalau
"Apa Yang Mulia ingin menambah?" tanya Jelita.Kaisar mengusap perutnya dengan puas dan berkata, "Nanti saja."Saat ini, Kaisar sedang dalam keadaan euforia. Dia merasa begitu bersemangat dan energik, seolah-olah dia menjadi beberapa tahun lebih muda."Selirku tercinta, kemarilah dan temani aku beristirahat sebentar," ujar Kaisar.Sekarang masih terlalu awal untuk istirahat. Begitu Kaisar menggeser tubuhnya ke samping, Jelita segera mengerti apa maksudnya."Saya sedang kurang enak badan. Kemarin saya melihat dua gadis cantik di istana. Apa Yang Mulia berkenan bersama mereka?" kata Jelita sambil tersenyum lembut.Jelita sedang hamil. Anak itu merupakan jaminan hidupnya. Dia juga tidak ingin berhubungan intim dengan pria itu.Di sisi lain, setelah Kaisar melihat wajah asli Jelita, sebenarnya kini dia juga tidak sudi melihat gadis yang mirip Karlita itu terlalu lama. Perbedaan antara Jelita dan Karlita bagaikan langit dan bumi.Melihat Kaisar hanya diam, Jelita pun mengedipkan mata ke ara
"Panggil tabib istana, cepat panggil tabib istana!" seru Jelita."Selir Jelita, kalau kita memanggil tabib istana, pasti Putra Mahkota akan tahu. Dia akan menuduh kita mencoba membunuh Yang Mulia. Tamatlah kita!" ujar Yasa.Kaisar tertawa terbahak-bahak. Kemudian, dia berjuang untuk berdiri dengan kaki gemetar. Tangannya yang menggenggam belati terangkat tinggi, hendak ditebaskan ke arah Jelita.Tidak ada yang akan menyangka kejadian berikutnya. Bak hilang akal, Yasa tiba-tiba mendorong Kaisar demi melindungi Jelita.Detik berikutnya, Jelita berlutut dan berkata, "Yang Mulia, saya mengaku salah. Saya nggak akan berani lagi. Saya akan segera menyiapkan sup kambing bagi Yang Mulia. Sup kambing, bagaimana?"Darah Kaisar masih bergejolak hebat. Begitu mendengar kata "sup kambing", matanya langsung fokus. Dia berseru, "Cepat siapkan!""Ba ... baik," sahut Jelita. Dia segera berdiri, lalu menarik Yasa pergi, tentu saja tidak lupa mengunci pintu.Sekujur tubuh Kaisar gemetar hebat. Dia memand
Anggi membuka mulutnya, sementara benaknya memikirkan Luis. Ketika suasana hati Anggi sedang bagi, pria itu berkata bahwa kebahagiaan Anggi juga membuatnya ikut bahagia.Terkadang, ketika suasana hati Anggi sedang buruk, Luis akan bertanya dengan lembut, apakah ada yang salah dan membuatnya tidak bahagia. Jelas, suasana hati Anggi juga memengaruhi Luis.Aska melanjutkan, "Medan energi manusia sangat aneh. Kalau kamu memancarkan energi positif pada orang-orang di sekitarmu, keberuntunganmu juga akan meningkat.""Keberuntunganku juga meningkat?" tanya Anggi."Ya. Misalnya, mengenai tujuan yang hendak dicapai Putra Mahkota. Hal itu nggak hanya membutuhkan kekuatan absolut, tapi juga keberuntungan," sahut Aska.Klak. Sebuah bidak catur jatuh ke papan, membuat suara kecil. Anggi menatap papan catur yang menjadi berantakan. Dia memikirkan kata-kata Aska. Jadi, suasana hatinya juga memengaruhi Luis? Bahkan itu juga mempengaruhi probabilitas suaminya dalam meraih kemenangan?Aska mengulum seny