"Kak Satya, jangan terburu-buru. Sunaryo bilang, dia bukan hanya punya laporan resmi, tapi orang itu sekarang juga berada di tempat yang sangat aman. Dia juga bilang, dia siap maju bersama kalian, asalkan bisa mendapat perlindungan di masa depan!"Satya menjadi lebih tenang. "Itu bisa dibicarakan. Tapi, kenapa Sunaryo nggak datang sendiri?"Wulan mengangguk pelan. "Mungkin dia merasa kalau terlalu dekat dengan Kediaman Pangeran Aneksasi akan terlalu mencolok. Sedangkan aku dan Kak Satya 'kan sudah dekat sejak kecil. Bertemu sebentar paling-paling hanya akan menimbulkan gosip kecil.""Paling-paling hanya gosip kecil? Kamu sama sekali nggak peduli? Nggak takut juga?"Wulan tersenyum getir. Apa yang perlu ditakuti atau dipedulikan lagi? Parlin sudah terbaring sekarat di tempat tidur, cepat atau lambat dia pasti akan mati!"Takut. Tapi demi bertahan hidup, kita harus mengambil risiko," jawab Wulan sambil menatap Satya. "Luis sudah sembuh. Kamu pasti sudah tahu, 'kan?"Kita .... Satya meman
Hmph! Meskipun dia menginginkan itu, lalu kenapa? Luis hanya menyukai Anggi! Dia hanya menyukai perempuan jalang seperti Anggi!Jika saja dia bisa mendapatkan hati Luis, mungkinkah dia tidak perlu hidup dalam ketakutan lagi? Namun, apakah dia bisa?Memikirkan hal itu, Wulan tiba-tiba teringat akan liontin giok yang telah disimpan selama bertahun-tahun. Liontin itu selalu dijaga baik-baik karena memang sangat berharga. Sebenarnya, dia memang tidak membohongi Anggi.Empat tahun yang lalu setelah kembali ke ibu kota, dia sudah menyelidiki asal-usul liontin itu. Saat tahu bahwa orang yang diselamatkan oleh Anggi adalah Luis, dia langsung kehilangan minat.Bagaimanapun, saat itu Luis menderita luka di wajah dan kakinya lumpuh, bahkan kepribadiannya berubah drastis. Dia menciptakan banyak kekacauan berdarah di ibu kota. Namun, sekarang ....Mengingat wajah tampan Luis yang telah pulih, kemampuan bela dirinya yang luar biasa, semua itu benar-benar bukan sosok yang sama dengan Pangeran Selatan
Wulan menenangkan Bayu sejenak. Setelah itu, dia menyuruh orang-orang untuk membereskan sedikit halaman terbengkalai itu, lalu berkata kepada Bayu, "Kak Bayu, kamu tahu betapa sulitnya hidupku di kediaman ini.""Aku akan datang secara berkala untuk menjengukmu. Nanti, aku akan memanggil tabib terkenal untuk memeriksamu. Setelah itu, kita bisa berdiskusi bagaimana cara menyembuhkan kakimu.""Baik, aku ikut saja apa katamu."Karena urusan ini, Wulan baru bisa menyelesaikan semuanya menjelang siang. Kemudian, dia keluar dari Kediaman Pangeran Pradipta dan bersiap untuk menemui Satya.Namun, belum jauh dari pintu, dia sudah melihat Dika menunggang kuda tinggi besar, menghentikan laju di tengah jalan, sama sekali tidak berniat memberi jalan untuk kereta kudanya.Kusir pun terpaksa menghentikan kereta dan berteriak kepada Dika, "Hei, kamu nggak lihat ini kereta dari Kediaman Pangeran Pradipta?"Dika mengangkat alis. "Lalu kenapa? Apa perlu aku memberi jalan hanya karena kalian membawa Putri?
Sambil memikirkan itu, Wulan menatap Sunaryo. "Baiklah, aku akan menurut padamu."Masih ada Sunaryo. Sunaryo bahkan telah meracuni Parlin, menanggung tekanan besar, dan bahkan tak segan membuat perencanaan besar hanya demi dirinya!"Sunaryo, kamu pasti bisa berdiri di puncak dunia! Pasti!" ujar Wulan dengan penuh keyakinan.Mata Sunaryo langsung berbinar, senyuman tipis tersungging di wajahnya.Selama dia bisa membuat Luis dan Satya saling menerkam seperti anjing liar, dia bisa memetik keuntungan di tengah kekacauan. Ditambah lagi keberuntungan dari Wulan yang memiliki takdir foniks, apa yang perlu ditakutkan?Dengan demikian, mereka mengesampingkan urusan dengan Keluarga Pangeran Aneksasi. Wulan pun beranjak ke halaman tua untuk menemui Bayu.Saat itu, Bayu baru saja dibopong masuk ke halaman tua oleh para penjaga."Putri Pradipta di mana?" tanya Bayu menggertakkan giginya, menahan rasa sakit.Kenapa dia dibawa ke halaman yang terbengkalai ini? Tempat ini jaraknya setidaknya sekitar 1
Langit mulai terang.Malam itu, Wulan sendiri tidak yakin apakah dirinya terlalu ketakutan. Hanya dengan tindakan yang merangsang seperti itu, dia baru bisa merasa lebih tenang.Dia bersandar di pelukan Sunaryo, pikirannya dipenuhi banyak hal. "Sunaryo, apa kamu benar-benar mencintaiku?"Sunaryo tertegun sejenak, kerutan di dahinya perlahan mengendur. Kemudian, dia tersenyum dan memandang Wulan. "Tentu saja.""Baiklah. Nggak peduli bagaimana masa depan kita nanti, sekalipun mati, kita harus mati bersama dan dikubur di liang yang sama. Bagaimana menurutmu?""!!!""Kenapa? Ada apa?"Sunaryo menahan emosi, lalu tersenyum. "Kamu nggak akan mati. Kamu nggak akan mati semudah itu."Bagaimanapun, Wulan adalah wanita dengan takdir foniks, menurut ramalan resmi dari Biro Falak. Bagaimana mungkin dia mati begitu saja?Wulan merasakan sesuatu yang janggal.Sunaryo segera menenangkannya, "Jangan lupa, kamu memiliki takdir foniks. Jalan yang harus kamu tempuh masih panjang.""Benar, aku adalah wani
Wulan menatap Sunaryo dengan sorot mata yang tegas. "Sunaryo, katakan saja, apa yang harus kulakukan?""Wulan, bukan soal apa yang aku ingin kamu lakukan. Kamu adalah istri Pangeran Pradipta. Luis dan Anggi bukan hanya mengincarmu, tapi seluruh Kediaman Pangeran Pradipta. Kita harus mencari cara bersama, kita harus bertahan hidup!""Benar, kita harus bertahan hidup!""Karena itu, kamu harus menemui Satya. Buat Kediaman Pangeran Aneksasi dan Kediaman Pangeran Selatan saling menyerang. Hanya dengan begitu, kita punya peluang kecil untuk hidup. Bahkan mungkin ...."Peluang kecil. Bahkan mungkin apa?Sepasang mata besar Wulan menatap pria di depannya. Bibir Sunaryo terbuka pelan. "Wulan, apa aku benar-benar bisa memercayaimu?""Tentu saja. Meskipun kita bukan pasangan, kita berada di kapal yang sama. Kalau bukan karena kamu, aku mungkin sudah lama mati di tangan ayahmu!"Sunaryo mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam sakunya, "Kalau begitu, malam ini tambahkan dosis obatnya."Wulan mem
"Kamu!" Wulan menggertakkan giginya, memandang Dika yang berada di atas kuda dengan penuh amarah dan rasa tidak puas. Dalam hati dia mengutuk, 'Padahal hanya anjing suruhan!'Dika mendengus dingin, membalikkan kepala kudanya, lalu mengejar ke arah Luis.Wulan memandang kuda yang melaju kencang itu, seketika merasa rumput liar di luar kuil yang rusak itu tampak sangat tinggi, suara angin seperti suara hantu, membuat seluruh tubuhnya tegang. Tanpa berpikir panjang, dia pun berlari sekuat tenaga mengikuti arah kepergian Dika.Dia bahkan merasa, arwah dua pengawal yang baru saja mati masih berkeliaran di sekitarnya, seolah-olah mengikuti di sisinya."Jangan tinggalkan aku!" teriak Wulan sambil berlari. Dia terjatuh berkali-kali hingga tubuhnya penuh luka dan darah, tetapi tidak berani berhenti."Wulan ...." Tiba-tiba, terdengar suara dari balik semak-semak. Suara itu sangat familier. Wulan pun merasa dirinya menemukan pegangan hidup.Tak lama kemudian, dia melihat Sunaryo keluar dari balik
"Kalau kamu bisa menyembuhkan kaki Bayu yang sudah lumpuh itu, aku akan mengampunimu.""Apa ... Kak Bayu? Kaki Kak Bayu kenapa bisa ...?"Luis mendengus dingin, tetapi nada bicaranya tetap datar, "Dia bekerja sama denganmu menculik Anggi. Sudah sepantasnya dia mati. Fakta bahwa dia masih bernyawa sekarang adalah karena kemurahan hatiku."Wulan langsung dilanda ketakutan.Luis sama sekali tidak marah. Namun justru karena itu, sikap tenangnya membuat Wulan bergidik ngeri. Hanya dengan satu tatapan matanya saja, Wulan merasa kakinya seolah-olah bisa patah."Wulan, kamu bisa menyembuhkan kaki Bayu?" tanya Anggi sambil menatapnya.Wulan ingin menyangkal, tapi tidak bisa. Akhirnya, dia hanya bisa memohon, "Kakak ... Kakak tahu ... Kakak tahu aku nggak bisa ilmu pengobatan ....""Kalau kamu nggak bisa, kenapa harus menimbulkan kegaduhan? Kaki Bayu hancur karenamu!""Bukan ... bukan aku ....""Justru kamulah penyebabnya! Kalau bukan karena kamu memengaruhinya, dia pasti sudah pulang ke rumah s
"Anggi, jangan takut. Aku akan melindungimu. Aku nggak akan membiarkanmu berada dalam bahaya!" Luis menatap gadis itu yang sempat tertegun dan menenangkannya dengan suara lembut.Anggi tersenyum tipis. Darahnya seolah bergejolak di dalaam dada. "Baik, aku nggak takut."Dengan kasih sayang sebesar itu dari Luis, apa lagi yang perlu dia takuti? Lihatlah wajah tampan itu, bahkan lebih cerah dari masa depannya sendiri. Kalau ada suami seperti ini, dia tidak takut pada apa pun.Pria itu menggenggam tangannya lebih erat lagi. Anggi pun menatapnya sambil tersenyum dan menengadah setiap beberapa langkah. Hatinya seolah-olah berbunga-bunga menatapnya.Luis berdiri di depan kuil sambil memandang ke arah langit yang dihiasi cahaya senja. Sawah, ladang, bunga liar dan pepohonan, semua tampak indah dalam pandangannya hari ini."Sudah lama sekali aku nggak memperhatikan pemandangan seindah ini," ucap Luis dengan suara tenang.Anggi menatapnya, lalu mengikuti arah pandang Luis untuk melihat pemandang