Dika tersenyum. "Bagaimana kabar Putri?""Baik," sahut Shiriya sambil menatap luasnya danau di depannya. "Pemandangan di sini sangat indah, berbeda rasanya dibandingkan padang rumput besar di Negeri Darmo.""Memang begitu.""Kalau bisa tinggal di sini selamanya, pasti menyenangkan," ucap Shiriya.Dika berkata, "Kalau mau tinggal di sini selamanya, caranya hanya dengan menikah dengan Kaisar. Tapi, sepertinya Kaisar nggak berencana untuk menerima selir."Wajah Shiriya menegang, senyumannya canggung. "Kaisar kalian memang setia sekali.""Lupakan urusan pemerintahan. Apakah Putri pernah memikirkan, seperti apa laki-laki yang ingin Putri nikahi?" tanya Dika secara terus terang.Shiriya tersenyum. "Sejauh ini, Kaisar belum mengizinkanku keluar dari istana. Soal memilih pasangan, selain Jenderal Dika, aku belum pernah bertemu pria lain."Sebelum dia memilih pasangan, dia tidak akan bisa keluar dari istana dan Kaisar Negeri Cakrabirawa tidak akan memberinya kesempatan sama sekali.Dika terseny
Yasa menyahut, "Itu mudah saja. Tapi kalau identitas kita terbongkar ....""Nggak perlu takut, dulu dia sudah membantu menyampaikan begitu banyak informasi untukku. Yang paling dia takutkan adalah kalau aku tertangkap dan membocorkan dia.""Kamu benar, tapi tetap saja khawatir kalau dia berniat menyingkirkan kita," ujar Yasa."Kalau begitu, itu tergantung dia punya kemampuan untuk melakukannya atau nggak." Jelita menghela napas, lalu melanjutkan, "Sebaiknya jangan sampai dia tahu identitas asli kita. Kita hanya pelayan dekat Putri Negeri Darmo dan sebisa mungkin gunakan uang untuk menyuap.""Hmm."....Di Kediaman Jenderal Kereta dan Kavaleri, Dika dan Sura sibuk menyelidiki urusan Jelita sehingga tidak sempat ke Aula Halimun untuk menemui Shiriya. Setelah ada waktu senggang, dia baru menyadari, apakah Daud sudah pergi menemui Shiriya atau belum.Hari itu, Dika membawa beberapa botol minuman keras ke Kediaman Jenderal Kavaleri. Kediaman ini terlihat jauh lebih besar dibandingkan milikn
Memikirkan hal itu, Shiriya memeluk kedua bahunya, tubuhnya bergetar karena merasa dingin. Selama Kaisar Negeri Cakrabirawa tidak menikahkannya dengan seorang pria tua, itu akan menjadi akhir terbaik dalam hidupnya."Kalau mereka nggak datang, gimana aku bisa ...." Shiriya berhenti berbicara.Puri dan Jelita sudah mengerti maksud Shiriya. Dia ingin mendapatkan peta pertahanan ibu kota."Putri, nggak perlu tergesa-gesa. Kita baru saja tiba di Negeri Cakrabirawa," kata Jelita."Negeri Darmo sekarang juga perlu istirahat dan memulihkan diri. Paling nggak, harus melewati musim dingin tahun ini dulu baru akan lebih baik," tambah Puri.Shiriya mengangguk. Sepanjang perjalanan, dia benar-benar menyadari bahwa Leliana membenci Negeri Cakrabirawa sampai ke lubuk hati terdalam. Dia tahu wanita ini memang bisa dipercaya.Puri juga mengangguk. "Benar, kita nggak boleh terburu-buru."Shiriya tetap diam. Dia ingin segera pulang ke Negeri Darmo.Sebulan lagi, Jelita, Junaryo, Mondor, dan yang lainnya
Keduanya langsung berlutut. Dika berkata, "Kaisar, Permaisuri, saya mungkin telah melakukan sebuah kesalahan tiga tahun lalu.""Apa itu?" Luis merasa heran. Hal apa yang sampai membuat mereka berdua begitu takut?Anggi juga merasa agak aneh.Dika meneruskan, "Setelah pulang ke ibu kota dan berbincang dengan Sura, saya baru mengetahui Permaisuri mencurigai kematian Jelita kala itu, sebab tak ditemukan potongan tulang jari itu. Karena itu, saya juga jadi ragu, apakah benar Jelita berhasil lolos dari maut."Luis sulit memercayai omongan Dika.Anggi sempat tertegun. Soal ini memang pernah dia tanyakan pada Sura, bahkan menyuruh orang mengawasi Keluarga Madani.Sura juga berkata, "Saya sudah pergi mencari ke kuburan massal, tapi memang nggak menemukan tulang jari Keluarga Suharjo. Tapi, pada malam tahun baru tiga tahun lalu, saya dan Dika jelas-jelas melihat tulang itu tergantung di pinggang Jelita.""Kecuali tulang itu jatuh saat dikirim ke kuburan massal. Kalau nggak ... berarti dia meman
"Benar, apalagi mereka tertusuk tepat di dada kiri, jadi nggak mungkin bisa hidup."Sura mengambil sesuap lauk, tersenyum pahit sambil berkata, "Asal kamu tahu, waktu itu aku masih agak takut, bahkan menyuruh orang menggali lagi tempat pembuangan mayat. Meskipun pakaian mereka sudah membusuk, tetap bisa dikenali. Memang itu jasad Sunaryo dan Jelita.""Bagus kalau begitu." Dika masih merasa heran, tidak tahu kenapa Permaisuri bisa mencurigai bahwa Jelita dan Sunaryo tidak mati.Sura melanjutkan, "Hanya saja, tulang jari nggak ditemukan di tubuh Jelita ....""Apa katamu?" Dika tiba-tiba menegang."Kamu ... kenapa tegang sekali? Maksudku tulang jari Keluarga Suharjo yang dipotong Jelita, itu yang nggak ditemukan." ucap Sura, tapi nada suaranya terdengar ragu.Dika membuka mulut, menatap Sura dengan sorot mata penuh kecurigaan. "Malam tahun baru, ketika mereka berdua bertengkar dan saling membunuh, tulang jari itu jelas masih ada di tubuh Jelita. Bukankah kita melihatnya sendiri?"Sura ter
Daud terkekeh-kekeh. "Kalau begitu, kamu saja yang menyerah. Biar aku yang menanggung sifat buruk Putri."Kelihatannya, Daud memang serius. Kalau Putri Negeri Darmo menikah dengan orang lain, mereka tidak akan tenang. Bagaimanapun, dia berasal dari negeri musuh. Hanya jika ditempatkan di depan mata, barulah merasa tenang. Mungkin ini alasan Kaisar memanggil mereka berdua secara khusus.Memikirkan itu, Dika berkata, "Kalau begitu, mari kita andalkan kemampuan masing-masing.""Baiklah, Jenderal Dika. Hati-hati di jalan.""Jenderal Daud juga hati-hati di jalan."Yang satu kembali ke Kediaman Jenderal Kavaleri, yang satu lagi kembali ke Kediaman Jenderal Kereta dan Kavaleri.Begitu Dika kembali ke Kediaman Jenderal Kereta dan Kavaleri, dia bertemu dengan Sura. Dua orang yang lama tidak berjumpa itu langsung berpelukan sambil masuk ke kediaman."Lama tak bertemu, kamu sudah jadi jenderal besar sekarang." Sura tampak agak iri.Dika berkata, "Orang bijak nggak jatuh cinta. Kalau kamu memilih