Beberapa orang meninggalkan Penginapan Damai, lalu mencari sebuah rumah makan untuk makan bersama.Dika dan Sura menatap Daud. "Apa sebenarnya yang ingin kamu katakan?""Kalian berdua pernah melihat sendiri ruas tulang milik Jelita itu. Tapi, bisa saja saat jasadnya dibuang, ada orang yang lebih dulu memeriksa dan mengambilnya, bukan?""Itu sama sekali nggak mungkin. Semua yang mengurus saat itu adalah pengawal pribadiku." Dika berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Apalagi, waktu itu tubuh mereka bahkan nggak ada emas atau perak sedikit pun, bahkan perhiasan yang bagus saja nggak ada. Bagaimana mungkin ada orang yang sengaja hanya mengambil ruas tulang yang nggak bernilai itu?""Kalau hilang di jalan bagaimana?""Apakah kamu bermaksud menyuruh kita mengawasi keluarga Yasa seumur hidup?"Dika dan Sura saling memandang."Awalnya kami berdua memang nggak merasa ada kejanggalan," kata Dika, "Tapi, firasat Permaisuri selalu sangat tepat. Jadi ...." Dia menarik napas dan melanjutkan, "Aku per
Dika menemani Shiriya menunggang kuda hampir sepanjang hari.Shiriya merasa sangat lega, dia berkata terus terang, "Sejak meninggalkan Negara Darmo, sudah lama aku nggak pernah merasa sebebas ini."Dika menjawab, "Kalau Putri suka, kelak juga bisa sering datang menikmati kebebasan seperti ini.""Kalau ucapanmu itu benar ...." Dia tersenyum memandang Dika, "Maka aku sungguh akan sangat mengagumimu."Keduanya lalu pergi ke Restoran Aroma untuk makan malam.Ketika Dika mengantar Shiriya kembali ke istana, Shiriya bertanya, "Harus dapat izin Kaisar nggak?""Benar.""Jenderal Dika adalah panglima hebat Negara Cakrabirawa, masa nggak punya wewenang untuk hal sekecil ini?" Shiriya tampak sedikit kecewa.Dika tersenyum, "Negara Cakrabirawa punya aturannya sendiri. Putri adalah tamu agung, tentu harus diperlakukan dengan hati-hati. Tinggal di luar istana adalah perkara besar, wajar bila harus sepengetahuan Kaisar.""Tapi aku dengar Permaisuri Anggi bahkan sudah keluar istana untuk mencarikan is
Dika mengangkat bahu, "Asalkan Putri senang saja."Beberapa lama kemudian, Shiriya berkata, "Kalau begitu, aku nggak mau kembali ke Aula Halimun lagi. Jenderal, langsung saja bawa aku ke kediamanmu, bagaimana?""Ini ....""Kalau nggak memungkinkan, ke jalan itu saja ... apa namanya? Jalan yang ramai sekali, ada penginapan di sana. Aku bisa tinggal di penginapan itu. Mau pergi ke mana pun jadi lebih mudah.""Putri ingin tinggal di luar istana?""Ya. Aku sudah bosan melihat danau di sekitar aula itu. Justru suasana rakyat di luar istana lebih membuatku rindu. Di Negara Darmo nggak ada pasar seramai itu, kami sering berpindah-pindah, menggiring ternak mencari padang rumput yang baru."Beberapa hari lalu, Anggi sudah berniat menggunakan dirinya sebagai umpan dengan keluar dari istana. Kini Shiriya juga ingin keluar ....'Tidak, apa yang sedang kupikirkan? Shiriya adalah Putri Negara Darmo, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Kaisar, Permaisuri, apalagi dengan Jelita.''Aku ini terlalu
Shiriya marah besar hingga melempar cermin tembaga di depannya.Yang membuatnya kesal adalah dia merasa mungkin salah memilih orang. Karena jelas Daud lebih mendapat kepercayaan Kaisar dan Permaisuri. Kalau tidak, mana mungkin seorang Permaisuri mencarikan istri untuk Daud secara besar-besaran?Puri berkata dengan cemas, "Putri, jangan biarkan diri Anda marah sampai sakit." Dia memungut kembali cermin tembaga itu, lalu berusaha menenangkan, "Jenderal Dika juga terlihat orang yang terbuka dan bijak. Putri menikah dengan Jenderal Dika juga sebenarnya cukup bagus.""Bagus?"Shiriya hampir tertawa saking marahnya. Dia menatap Puri dan berkata, "Aku datang ke Negara Cakrabirawa untuk pernikahan politik demi Negara Darmo, bukan untuk mencari laki-laki!"Puri ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya hanya menutup mulut."Bukankah Nona Leliana sudah memberikan barang itu kepada Putra Mahkota?""Tapi Leliana juga bilang, tidak jelas apakah peta pertahanan kota itu sudah diganti atau belum. Kal
"Kamu menyalahkanku karena waktu itu aku nggak mau memaksakan diri?""Aku ...."Luis tiba-tiba menekan kedua tangan Anggi ke atas kepala, lalu menarik sabuknya dan langsung mengikatnya, "Malam ini biar kamu lihat sendiri, apakah aku bisa lebih kuat atau nggak.""Kamu gila ....""Luis, kamu mau apa, jangan ... mmh ... ah ... ampun, tuanku ...."Sampai akhirnya, suara permohonan maafnya berubah semakin ambigu. Di satu sisi dia berkata jangan seolah-olah jadi korban, tapi pada akhirnya malah dialah yang paling menikmati.Dalam kenikmatan itu, Anggi serasa melayang di udara. Perasaan itu benar-benar membuat orang tak ingin berhenti."Sayang, besok malam kamu masih datang nggak?" tanya Anggi dengan manja.Luis menatapnya. Setelah bertahun-tahun berlalu, Anggi masih tampak seperti gadis muda. Terutama sepasang matanya yang kini bahkan tampak lebih jernih dan polos dibanding saat pertama kali mereka menikah."Ya, besok aku datang." Dia lalu bertanya, "Gigi, selama ini kamu pernah menyesal ata
Anggi menutup bukunya, lalu mengajak Mina keluar dari kamar.Ando yang sedang memegang kemoceng segera menghampiri, "Permaisuri, Anda hendak ke mana?"Mina menjawab, "Permaisuri ingin berjalan-jalan sebentar."Bekas kediaman Putra Mahkota ini menyimpan terlalu banyak kenangan. Saat melewati paviliun, Anggi seakan melihat bayangan mereka berdua dulu ketika duduk di sana sambil mengobrol dan tertawa.Satu jam kemudian.Anggi benar-benar merasa lelah. Namun ketika sudah berbaring di ranjang, rasa kantuknya hilang begitu saja. Yang dipikirkannya hanya, apakah Zahra juga sedang merindukannya? Atau apa yang sedang dilakukan Luis? Apakah dia sedang menelaah dokumen kenegaraan atau ada selir istana tak dikenal yang sedang mencoba merayunya?"Permaisuri ...."Mina yang sudah berganti pakaian, masuk ke kamar utama. "Ada apa dengan Permaisuri?""Mina, aku nggak pernah menyangka, ternyata aku sendirian malah jadi susah tidur." Ucapannya penuh rasa tak percaya."Kalau begitu, biar hamba temani Perm