Joey mengerut dahinya, "Kemana?"
"Pokoknya, kamu ikut aku. Atau kubunuh sekarang juga !!" ancamnya.
Joey memasang wajah takutnya. Ia pun menuruti perkataan orang itu. Mereka berjalan berdampingan, Joey dirangkul orang itu. Orang itu membawa Joey ke tempat sepi yang letaknya di belakang gedung perhotelan.
Tempatnya sepi, cukup ada 10 pohon di tempat itu. Mungkin bisa dikatakan tempat itu adalah kebun milik orang yang tak terawat, buktinya banyak sekali semak-semak yang tumbuh. Setelah membawa Joey ke tempat itu. Orang itu mendorong tubuh Joey hingga jatuh ke tanah.
"Berdiri kamu!"
Joey berdiri, ia menundukan kepalanya tanpa memandang orang itu. Orang itu melangkah mendekati Joey, kini mereka berdua saling berhadapan.
"Jangan memandangku dengan tatapan culunmu, apa kamu lupa posisimu? Sekarang serahkan semua uangmu atau kubunuh." kata orang itu sambil menodongkan pisaunya.
Joey menurutinya membuka tasnya. Saat sedang sibuk mencari-cari isi tasnya, Joey tersenyum simpul. Orang itu tetap terus fokus melihat Joey sambil menodongkan dengan pisaunya.Namun orang itu memandang aneh saat melihat Joey memakai sarung tangan.
"BUGH!"
"Arrghh!"
Terlalu fokus melihat korbannya membuka dan mencari-cari di dalam tasnya. Orang itu malah terkena ulah dari korbannya sendiri. Joey menghantam keras otong milik orang itu dengan lututnya. Jelas sekali sakitnya minta ampun.
Pisau yang ia pegang orang itu terjatuh, karena kedua tangannya memegang otongnya yang sakit, dan ia jatuh berlutut di tanah. Joey mengambil pisaunya. Tanpa permisi, ia langsung melakukan aksinya. Tangan kirinya menjambak rambut orang itu.
"JLEB! JLEB! JLEB!" Joey menusuk wajah orang itu berkali-kali, hingga wajah hancur tak terbentuk.
Selesai sudah dengan aksinya, Joey membuang pisaunya, dan pergi begitu saja. Namun tak lupa ia mengambil semua isi dompet milik orang yang sudah ia bunuh. Joey menjilat bercak darah orang itu yang menempel di bibirnya.
Namun ia melepehnya, "Cuih! Asam banget darahnya. Gak pernah mandi apa itu orang."
—
Keesokan Harinya, pagi-pagi telah tersebar berita yang mengejutkan lagi. Yang dimana di belakang gedung hotel terjadi pembunuhan. Wajah korban sudah hancur karena wajahnya penuh dengan luka tusukan pisau.
Korban diketahui adalah preman yang biasanya merampas barang orang pendatang. Semua orang yang tinggal di daerah itu bertanya-tanya, siapa yang membunuhnya. Tapi sebagian banyak orang sekitar senang, karena orang yang berlagak sok jagoan dan preman itu, sudah mati.
Lagi dan lagi, polisi tidak bisa menemukan bukti apapun saat menangani kasusnya. Semua bersih, sidik jari dari pisau yang dilumuri darah tak membuat mereka menemukan pelaku. Sidik jari yang mereka temukan adalah sidik jari dari sang korban saja. Kasus dinyatakan korban bunuh diri.
Sangat aneh jika korban bunuh diri dengan cara menusukkan pisaunya di wajahnya sendiri. Satu tusukan saja di perut, sudah sangat sakit. Mustahil jika korban menusuk wajahnya sendiri hingga hancur.
Kasus seperti ini, mengingatkan para polisi senior kejadian puluhan-puluhan tahun yang lalu. Banyak korban pembunuhan, dan tak ada tanda-tanda jejak sang pelaku. Dinyatakan bersih.
—
Dua Hari Kemudian.
Hari ini Joey akan masuk kelas siang. Terlihat Joey telah turun dari angkutan umum. Ia masuk ke ke kampusnya, di parkiran terlihat Rifky dan gengnya tengah memperhatikan Joey. Sudah dua minggu lebih mereka berlima memperhatikan Joey. Terutama Rifky, Sandi, dan Richard.
Mereka bertiga tak mencium keanehan dari Joey sesuai dengan cerita Rangga dan Hendrik.
"Aku tak merasakan hal yang aneh dengan laki-laki culun itu." ucap Richard.
"Ini sudah 2 minggu, aku lihat tak ada hal yang aneh dari anak culun itu." ucap Sandi.
"Apa kalian terobsesi untuk menyiksa dia, sehingga kalian mengarang cerita ?" kata Rifky kepada Rangga dan Hendrik.
"Sungguh, aku dan Hendrik tidak mengarang cerita kepada kalian." jawab Rangga.
"Ya sudahlah, ini juga akan jam masuk. Ayo." ajak Richard.
Rifky dan Sandi mengiyakan perkataan Sandi. Rangga dan Hendrik hanya bisa menghela nafasnya, lalu mengikuti langkah Rifky dan yang lainnya.
—
Waktunya jam istirahat.
Semua mahasiswa dan mahasiswi keluar dari kelas. Joey memilih pergi ke kantin. Ia duduk di kursi kosong, ia memilih tempat duduk paling ujung. Ia memesan satu mangkok mie ayam dan minumannya. Beberapa saat pesanannya datang, Joey pun memakannya.
Tanpa disadarinya ada sepasang mata memperhatikannya dari ujung lain. Angelica memperhatikan Joey. Semenjak kejadian waktu itu, ia tak berhenti memikirkan Joey. Ia teringat terus bertapa beraninya Joey menyelamatkannya.
Tapi disisi lain, ia takut, karena mengenai 2 preman yang diberitakan telah terbunuh dengan kejam. Apakah Joey yang membunuhnya?
Pasalnya dengan kedua matanya sendiri ia melihat Joey menusuk pulpennya ke arah bola mata salah satu preman waktu itu.
"Hey, kenapa kamu liatin anak culun itu?" tanya Nita.
Angelica pun tersadar. "Tidak, aku hanya..."
"Hanya apa ?" tanya Sarah.
"Kejadian 2 minggu yang lalu." jawab Angelica dengan pelan.
"Apa maksudmu, apa anak culun itu macam-macam sama kamu?" tanya Nita geram.
"Tenang dulu." kata Angelica sambil menenangkan Nita.
"Lalu apa?" sahut Nita.
Angelica pun menceritakan semuanya kejadian 2 minggu yang lalu. Dari mengantar Nita pulang, hingga ia ditolong Joey, dan berlari ketakutan. Sarah dan Nita terkejut awalnya saat mengetahui Angelica akan terkena kejahatan.
Tapi yang membuat mereka berdua terkejut tak main adalah penyelamatan Angelica yang dilakukan oleh Joey.
"Yang benar saja." ucap Nita dengan nada sedikit tinggi.
"Sstttt, jangan keras-keras." kata Angelica. Sarah memutar bola mata karena sifat Nita yang memang seperti itu. Sarah sendiri terkejut mendengar cerita Angelica, tapi ia masih bisa menjaga sikap sesuai keadaan sekitar. "Angelica, yang benar kamu, Joey berani menusuk mata preman itu ?" tanya Sarah berbisik. Angelica mengangguk-angguk cepat kepalanya. "Beneran, aku gak bohong." "Jadi berita pembunuhan 2 minggu lalu di gang dekat minimarket, apa Joey yang membunuhnya?" tebak Nita. Angelica menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku gak tau pasti, soalnya waktu itu aku lari ketakutan melihat apa yang dilakukan Joey. "Yang jelas, yang kutahu, Joey hanya menusuk bola mata preman itu dengan pulpennya." Nita memegang dagunya. "Kayaknya mustahil kalo Joey bisa membunuh. Secara dia kan culun dan penakut." Sarah mengangguk-angguk kepalanya, ia setuju dengan perkataan Nita. Sedangkan Angelica, ia masih bingung, ingin menepis pikirannya. Tapi mana sanggup,
"Tentu saja aku ingin datang ke rumah sahabatku... Ehh, ups, sahabat? Apa kita memang bersahabat, ya?" kata Joey dengan wajah polosnya. "Berani-beraninya kau datang ke rumahku, anak culun." Sandi geram. Dan Joey mengerut dahinya. "Rumahmu? Perlu diralat kata-katamu, yang betul adalah rumah orang tuamu, dan kamu hanyalah anak dari orang tuamu, jadi bisa dianggap kamu salah satu penumpang di rumah orang tuamu." Kata Joey yang ia buat seperti layaknya guru mengajari muridnya. Sandi tertawa garing mendengarnya. Lalu ia tersenyum mengejek, "Wah... rupanya kau sudah berani ya? Kau datang kesini ingin mati?" Joey menghela nafasnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya seakan lelah. "Tidak, aku tidak ingin mati. Aku datang kesini karena ingin makan," ucap Joey, "BUGH!" Tiba-tiba Joey memukul Sandi dengan keras. "Argghh!" Tubuh Sandi terjatuh dan duduk di lantai. Tangannya memegang lehernya. Lehernya sakit karena mendapat pukulan mendadak yang dilancar
Keesokan Harinya. Seperti biasa, Joey berangkat ke kampusnya untuk kuliah. Semua pandangan yang melihatnya adalah hal yang sudah tak asing, dari penampilannya khas dirinya sebagai laki-laki culun. Semua mahasiswa dan mahasiswi hanya menatapnya lalu mengalihkan pandangan mereka. Semua mengabaikannya. Hal itu benar-benar sudah biasa bagi Joey. Di tempat Parkir. Rifky dan gengnya seperti biasa nongkrong di parkiran sebelum jam masuk, hanya saja Sandi belum terlihat. Rifky dan gengnya menatap mengejek saat melihat Joey sudah masuk ke kelasnya. "Anak itu, masih berani menampakan dirinya. Padahal sudah berkali-kali kita mengganggunya." ucap Richard terkekeh. Rifky mengangguk kepalanya. "Ya, aku salut keberaniannya." Rangga, dan Hendrik tertawa kecil, tapi tertawa mereka berdua hanya dibuat-buat, karena mereka masih heran dengan kelakuan Joey. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil datang. Pintu belakang terbuka. Ternyata Sandi, yang turun dari mobil.
Spontan dengan wajah lesunya, Sandi pasrah mengangguk kepalanya. Joey tersenyum melihatnya, "Wah, tak terduga, ternyata kamu mau." Joey berjalan mendekati Sandi, dengan pisaunya ia melepaskan tali rafia yang mengikat Sandi. Tatapan mata Sandi langsung menatap Joey. Tapi Joey sudah bergerak cepat lebih dulu. Ujung pisaunya sudah didepan mata Sandi dengan jarak 1 cm. "Kamu ingin melawan?" tanya Joey dingin, tatapan kedua matanya adalah tatapan pembunuh. Terasa seperti aura membunuh yang mencengkram yang dirasakan oleh Sandi. Ia menelan salivanya. Sandi sudah terlepas dari ikatannya. Sandi masih duduk di kursi kayunya. Joey berdiri dihadapannya, ia juga telah selesai menghubungkan GPS hpnya dengan hp milik Sandi. "Besok langsung saja kerjakan tugasmu. Cari alasan jika teman-temanmu bertanya tentang kondisimu. Tapi kalau kamu berniat menceritakan semua tentang pertemuan kita ini, silahkan saja. Mungkin Rangga dan Hendrik sedikit percaya, tapi bagaimana dengan
Entah apa yang dirasakan istrinya itu, Wanita itu merasa tak asing dengan wajah Joey, dan merasa ada hubungan. Tapi apa hubungan itu? Sekilas wanita itu teringat masa lalunya, tapi ia harus menepisnya. Karena tak ingin suaminya kecewa padanya, karena telah berjanji untuk melupakan masa lalunya. Sedangkan di sisi Joey, ia dari tadi merasa tak asing dengan wanita tadi. Namun ia risih saat dirinya ditatap secara intens olehnya. "Cih, diliat-liat seperti itu, rasanya aku ingin melempar air cucian piring ke wajahnya." batin Joey. — Hari telah malam. Acara ulang tahun dari anak gadis orang kaya telah selesai. Semua pengunjung telah pulang. Semua karyawan membereskan sisa-sisa dari acara. Setelah selesai, jam juga telah menunjukan jam 11 malam. Semua karyawan telah siap untuk pulang. Mereka akan mendapat bonus saat gajian, semua kembali pulang dengan kendaraan mereka masing-masing. Joey memilih berjalan kaki, ia kini sudah duduk di kursi halte. Ia seda
Sarah menjalankan mobilnya. Sarah mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar, hari memang sudah malam. Tiba-tiba di dari jaraknya, Sarah bisa melihat ke depan. Yang ia lihat suasana ramai, dan jalan macet. "Sepertinya jalannya macet deh." kata Sarah. "Iya, sepertinya ada kecelakaan." kata Nita. "Terus bagaimana?" tanya Angelica. "Kayaknya kita harus muter, lewat jalan yang itu." kata Sarah. "Kamu yakin, kita lewat sana, jam segini jalan sudah sepi loh." kata Nita. "Dari pada kita ikut kejebak macet." ucap Sarah. Angelica dan Nita hanya mengiyakan, karena hari sudah malam, terpaksa mereka harus lewat jalan lain. Sarah pun membalikan mobilnya ke arah jalan lain, meski jauh, tapi ia juga tak mau terjebak macet. Jalan itu tidak ramai, melainkan sepi. Tidak lewat kota, melainkan mereka akan lewat pinggir kota, dan jalannya seperti lewat hutan. — Saat ditengah perjalanan, Sarah menghentikan mobilnya. Ia melihat ada orang laki-lak
Sarah tak menjawab, ia menangis, tapi ia menurut. Sarah berdiri, Joey langsung menggenggam tangannya. Mereka berjalan mendekati Nita dan Angelica yang masih duduk di tanah. Joey menyuruh Sarah untuk duduk bersama Angelica dan Nita. Kini ketiga gadis mahadewi tengah duduk di tanah. Dan Joey tengah berdiri di hadapan mereka bertiga. Sosok Joey yang sekarang bukanlah sosok culun yang mereka kenal saat di kampus. Saat di kampus yang mereka kenal adalah laki-laki culun. Tapi sekarang, sisi lain dari laki-laki yang terkenal culun. "Kalian bertiga, bisakah jangan menundukkan wajah kalian?" kata Joey melihat ketiga gadis itu menunduk tak berani melihatnya. Ketiga gadis itu diam, tak berani menjawab, dan tak merespon kata-kata Joey. Joey pun berjongkok, "Bukankah kalian tidak tuli? Sepertinya kalian memang ingin kubuat tuli beneran ya?" Seketika mereka bertiga mendongak mendengar kata-kata Joey yang menyeramkan didengar. Kini mereka tak menunduk wajahnya. Ket
Seketika Angelica menegang mendengar kata-kata Joey. Bahkan Nita, dan Sarah terkejut bukan main. Joey memegang dagunya seakan ia sedang berpikir. "Hmm... Tapi sepertinya lebih asik kalau aku memperkosa kalian bertiga sebelum kubunuh." "DEG!" Mendengar kata-kata Joey yang begitu santai tanpa dosa, seketika Angelica, Nita, dan Sarah menegang. Joey tersenyum melihat ketegangan yang dirasakan ketiga gadis yang dikenal the most wanted di kampusnya itu. Joey terkekeh melihatnya, "Lihatlah, kalian bertiga cuma mendengar kata-kata sederhana saja kalian sudah terdiam membisu, hahaha..." ucap Joey sambil tertawa. Kata-kata sederhana? Yang benar saja. Kata-kata Joey itu sudah sangat terdengar mengerikan di telinga mereka bertiga. Hahaha… baiklah, cukup sampai disini saja. Aku ingin pulang, ini sudah malam." Ucap Joey setelah menghentikan tawanya. Joey mengembalikan ponsel mereka bertiga, lalu membuka pintu mobil. Ia pun turun, namun sebelum menutupnya kemb