"Sstttt, jangan keras-keras." kata Angelica.
Sarah memutar bola mata karena sifat Nita yang memang seperti itu. Sarah sendiri terkejut mendengar cerita Angelica, tapi ia masih bisa menjaga sikap sesuai keadaan sekitar.
"Angelica, yang benar kamu, Joey berani menusuk mata preman itu ?" tanya Sarah berbisik.
Angelica mengangguk-angguk cepat kepalanya. "Beneran, aku gak bohong."
"Jadi berita pembunuhan 2 minggu lalu di gang dekat minimarket, apa Joey yang membunuhnya?" tebak Nita.
Angelica menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku gak tau pasti, soalnya waktu itu aku lari ketakutan melihat apa yang dilakukan Joey.
"Yang jelas, yang kutahu, Joey hanya menusuk bola mata preman itu dengan pulpennya."
Nita memegang dagunya. "Kayaknya mustahil kalo Joey bisa membunuh. Secara dia kan culun dan penakut."
Sarah mengangguk-angguk kepalanya, ia setuju dengan perkataan Nita. Sedangkan Angelica, ia masih bingung, ingin menepis pikirannya. Tapi mana sanggup, karena rasa penasarannya sangat tinggi.
Tiba-tiba terdengar suara riuh. Semua menoleh ke arah sumber suara itu. Ternyata Rifky dan gengnya sedang mengganggu Joey. Yang awalnya Joey sedang enak-enak menikmati makanannya.
Tiba-tiba dari atas kepala, ada air yang mengalir membasahi kepalanya. Sandi yang melakukan itu, Rifky dan Richard lainnya hanya tertawa didekatnya. Rangga dan Hendrik hanya diam, mereka memastikan apakah ada reaksi tak terduga oleh Joey.
Namun apa reaksinya? Joey hanya diam, ia menundukan kepalanya. Tak berani bergera seperti biasanya saat dibully oleh Rifky dan gengnya.
"Wah lihat, anak culun ini, sepertinya hidupnya terlalu tenang selama ini tanpa ada gangguan dari kita." ucap Sandi.
"Ya, seperti kita lihat tadi, ia memakan makanan dengan muka damainya. Aku yang melihatnya saja muak." ucap Richard.
Tak ada reaksi apapun dari Joey. Semua orang yang di kantin hanya bisa diam. Tak ada yang berani maju untuk menolong Joey.
"Ahh gak asik, ayo gaes, kita cabut." ajak Rifky, dan yang lainnya mengiyakan.
Setelah kepergian Rifky dan gengnya, semua orang yang di kantin kembali ke aktifitas mereka, dan mengabaikan Joey. Angelica, Nita, dan Sarah yang melihat tadi pun hanya bisa diam. Angelica tak percaya kalau Joey memilih diam tak menunjukan dirinya untuk melawan.
Ia memasang wajah sedihnya, "Kamu lihat, Joey diam saja." ucap Nita.
Sarah mengangguk kepalanya, "Sepertinya ceritamu hanyalah karangan saja ya, Angelica?"
Sarah sendiri tertawa kecil. Angelica menghela nafasnya, "Kalau kalian tidak percaya, tidak masalah." sambil cemberut.
Nita dan Sarah terkekeh melihat tingkah. Lalu Sarah bersuara. "Aku ke toilet dulu ya."
"Aku ikut, aku mau benerin make up ku." ucap Nita.
Mereka berdua berpamitan ke Angelica untuk pergi ke toilet. Angelica mengiyakan. Kini ia duduk sendiri sambil menunggu Nita dan Sarah. Angelica kembali memandang ke arah Joey.
Seketika ia terdiam menegang saat melihat Joey yang sedang tersenyum menyeringai dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah kebetulan atau tidak, hanya Angelica sendiri 'lah yang melihat Joey tersenyum.
Sedangkan yang lainnya, tidak ada yang melihatnya, karena mereka terlalu mengabaikan keberadaan sosok laki-laki culun itu. Joey kembali memasang wajah sedihnya, ia bangkit dari duduknya dan pergi dari kantin setelah membayar makanannya.
Angelica menatap kepergian Joey, "Apa aku gak salah lihat?"
—
Pada malam hari, jam sudah menunjukan jam 10 malam. Di rumah besarnya, Sandi sedang memasak mie di dapur. Ia hanya sendiri, kedua orang tuanya sedang di luar Negeri. Para pelayan sudah tidur, mereka tidur di rumah belakang yang terletak di belakang rumah besar orang tua Sandi.
Mie goreng buatannya telah selesai, Sandi mengangkat wajannya dan memindahkan mie goreng buatannya ke piring, lalu ia letakan di meja makan. Selesai sudah, ia berjalan mendekati kulkas, ia untuk mengambil minuman dingin. Saat ia kembali ke meja makan, seketika ia terkejut bukan main.
"Baaa… Hmm… Mie goreng buatanmu enak juga." ucapnya sambil tersenyum disela-sela ia mengunyah makanannya.
Sosok laki-laki yang sangat dikenal oleh Sandi. Ternyata Joey sudah duduk sambil memakan mie goreng buatannya. Entah ingin terkejut karena melihat Joey yang tiba-tiba ada di rumahnya.
Sandi marah karena mie goreng spesial buatannya telah dimakan oleh orang lain tanpa izin darinya. Itulah saat ini yang Sandi rasakan, ingin sekali berjalan mendekati Joey. Karena ia terlihat tidak merasakan rasa bersalah sama sekali karena sudah berani masuk ke dalam rumah orang tanpa permisi.
Tapi, entah kenapa Sandi hanya diam, kakinya tak mau bergerak. Seakan aura yang dikeluarkan oleh Joey sangat berbeda, tidak seperti biasanya yang Sandi rasakan.
Dengan lahap, Joey memakan mie goreng buatan Sandi. Tidak ada satu menit, Joey menghabiskan mie itu. Selesai sudah menghabiskan makanannya, ia kembali menatap Sandi.
"Kemarilah, bukankah kau sedang membawa minuman dingin? Berikan padaku!" Ucap Joey.
Sambil melihat tangan Sandi yang menggenggam gelas kaca yang berisikan air dingin. Sandi yang masih diam berdiri, ia terbelalak. Ia dibuat terkejut lagi karena dengan sikap Joey seperti seakan-akan menjadi tuannya.
Masih tak ada respon dari Sandi. Joey tahu, kalau laki-laki yang ada di hadapannya tengah merasakan terkejut, marah, ketakutan atas kehadirannya yang tak biasa. Joey melepaskan kacamatanya, dan ia letakan di saku kemejanya. Lalu ia berdiri dari duduknya.
Ia berjalan mendekati Sandi. Dengan kalem, Joey berkata, "Hey, kenapa kamu diam saja? Aku haus, berikan minumannya."
Joey langsung merebut gelas kaca yang digenggam oleh Sandi, dan ia langsung meminumnya, "Ahh… segarnya."
Joey meletakkan gelasnya di meja makan. Lalu ia menatap Sandi dengan tatapan bersahabat yang dibuat-buatnya.
"Kenapa kamu terlihat terkejut melihatku? Aku bukan hantu, kawan." Joey terkekeh, lalu merangkul tangannya di leher Sandi, tentu saja yang dirangkul terkejut, dan langsung ia tepis.
Entah apa yang merasuki Sandi yang sudah sadar dan berani.
Joey terkekeh, "Nah gitu dong, jangan diam saja."
"Apa maksudmu datang kemari?" tanya Sandi dingin.
"Tentu saja aku ingin datang ke rumah sahabatku... Ehh, ups, sahabat? Apa kita memang bersahabat, ya?" kata Joey dengan wajah polosnya. "Berani-beraninya kau datang ke rumahku, anak culun." Sandi geram. Dan Joey mengerut dahinya. "Rumahmu? Perlu diralat kata-katamu, yang betul adalah rumah orang tuamu, dan kamu hanyalah anak dari orang tuamu, jadi bisa dianggap kamu salah satu penumpang di rumah orang tuamu." Kata Joey yang ia buat seperti layaknya guru mengajari muridnya. Sandi tertawa garing mendengarnya. Lalu ia tersenyum mengejek, "Wah... rupanya kau sudah berani ya? Kau datang kesini ingin mati?" Joey menghela nafasnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya seakan lelah. "Tidak, aku tidak ingin mati. Aku datang kesini karena ingin makan," ucap Joey, "BUGH!" Tiba-tiba Joey memukul Sandi dengan keras. "Argghh!" Tubuh Sandi terjatuh dan duduk di lantai. Tangannya memegang lehernya. Lehernya sakit karena mendapat pukulan mendadak yang dilancar
Keesokan Harinya. Seperti biasa, Joey berangkat ke kampusnya untuk kuliah. Semua pandangan yang melihatnya adalah hal yang sudah tak asing, dari penampilannya khas dirinya sebagai laki-laki culun. Semua mahasiswa dan mahasiswi hanya menatapnya lalu mengalihkan pandangan mereka. Semua mengabaikannya. Hal itu benar-benar sudah biasa bagi Joey. Di tempat Parkir. Rifky dan gengnya seperti biasa nongkrong di parkiran sebelum jam masuk, hanya saja Sandi belum terlihat. Rifky dan gengnya menatap mengejek saat melihat Joey sudah masuk ke kelasnya. "Anak itu, masih berani menampakan dirinya. Padahal sudah berkali-kali kita mengganggunya." ucap Richard terkekeh. Rifky mengangguk kepalanya. "Ya, aku salut keberaniannya." Rangga, dan Hendrik tertawa kecil, tapi tertawa mereka berdua hanya dibuat-buat, karena mereka masih heran dengan kelakuan Joey. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil datang. Pintu belakang terbuka. Ternyata Sandi, yang turun dari mobil.
Spontan dengan wajah lesunya, Sandi pasrah mengangguk kepalanya. Joey tersenyum melihatnya, "Wah, tak terduga, ternyata kamu mau." Joey berjalan mendekati Sandi, dengan pisaunya ia melepaskan tali rafia yang mengikat Sandi. Tatapan mata Sandi langsung menatap Joey. Tapi Joey sudah bergerak cepat lebih dulu. Ujung pisaunya sudah didepan mata Sandi dengan jarak 1 cm. "Kamu ingin melawan?" tanya Joey dingin, tatapan kedua matanya adalah tatapan pembunuh. Terasa seperti aura membunuh yang mencengkram yang dirasakan oleh Sandi. Ia menelan salivanya. Sandi sudah terlepas dari ikatannya. Sandi masih duduk di kursi kayunya. Joey berdiri dihadapannya, ia juga telah selesai menghubungkan GPS hpnya dengan hp milik Sandi. "Besok langsung saja kerjakan tugasmu. Cari alasan jika teman-temanmu bertanya tentang kondisimu. Tapi kalau kamu berniat menceritakan semua tentang pertemuan kita ini, silahkan saja. Mungkin Rangga dan Hendrik sedikit percaya, tapi bagaimana dengan
Entah apa yang dirasakan istrinya itu, Wanita itu merasa tak asing dengan wajah Joey, dan merasa ada hubungan. Tapi apa hubungan itu? Sekilas wanita itu teringat masa lalunya, tapi ia harus menepisnya. Karena tak ingin suaminya kecewa padanya, karena telah berjanji untuk melupakan masa lalunya. Sedangkan di sisi Joey, ia dari tadi merasa tak asing dengan wanita tadi. Namun ia risih saat dirinya ditatap secara intens olehnya. "Cih, diliat-liat seperti itu, rasanya aku ingin melempar air cucian piring ke wajahnya." batin Joey. — Hari telah malam. Acara ulang tahun dari anak gadis orang kaya telah selesai. Semua pengunjung telah pulang. Semua karyawan membereskan sisa-sisa dari acara. Setelah selesai, jam juga telah menunjukan jam 11 malam. Semua karyawan telah siap untuk pulang. Mereka akan mendapat bonus saat gajian, semua kembali pulang dengan kendaraan mereka masing-masing. Joey memilih berjalan kaki, ia kini sudah duduk di kursi halte. Ia seda
Sarah menjalankan mobilnya. Sarah mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar, hari memang sudah malam. Tiba-tiba di dari jaraknya, Sarah bisa melihat ke depan. Yang ia lihat suasana ramai, dan jalan macet. "Sepertinya jalannya macet deh." kata Sarah. "Iya, sepertinya ada kecelakaan." kata Nita. "Terus bagaimana?" tanya Angelica. "Kayaknya kita harus muter, lewat jalan yang itu." kata Sarah. "Kamu yakin, kita lewat sana, jam segini jalan sudah sepi loh." kata Nita. "Dari pada kita ikut kejebak macet." ucap Sarah. Angelica dan Nita hanya mengiyakan, karena hari sudah malam, terpaksa mereka harus lewat jalan lain. Sarah pun membalikan mobilnya ke arah jalan lain, meski jauh, tapi ia juga tak mau terjebak macet. Jalan itu tidak ramai, melainkan sepi. Tidak lewat kota, melainkan mereka akan lewat pinggir kota, dan jalannya seperti lewat hutan. — Saat ditengah perjalanan, Sarah menghentikan mobilnya. Ia melihat ada orang laki-lak
Sarah tak menjawab, ia menangis, tapi ia menurut. Sarah berdiri, Joey langsung menggenggam tangannya. Mereka berjalan mendekati Nita dan Angelica yang masih duduk di tanah. Joey menyuruh Sarah untuk duduk bersama Angelica dan Nita. Kini ketiga gadis mahadewi tengah duduk di tanah. Dan Joey tengah berdiri di hadapan mereka bertiga. Sosok Joey yang sekarang bukanlah sosok culun yang mereka kenal saat di kampus. Saat di kampus yang mereka kenal adalah laki-laki culun. Tapi sekarang, sisi lain dari laki-laki yang terkenal culun. "Kalian bertiga, bisakah jangan menundukkan wajah kalian?" kata Joey melihat ketiga gadis itu menunduk tak berani melihatnya. Ketiga gadis itu diam, tak berani menjawab, dan tak merespon kata-kata Joey. Joey pun berjongkok, "Bukankah kalian tidak tuli? Sepertinya kalian memang ingin kubuat tuli beneran ya?" Seketika mereka bertiga mendongak mendengar kata-kata Joey yang menyeramkan didengar. Kini mereka tak menunduk wajahnya. Ket
Seketika Angelica menegang mendengar kata-kata Joey. Bahkan Nita, dan Sarah terkejut bukan main. Joey memegang dagunya seakan ia sedang berpikir. "Hmm... Tapi sepertinya lebih asik kalau aku memperkosa kalian bertiga sebelum kubunuh." "DEG!" Mendengar kata-kata Joey yang begitu santai tanpa dosa, seketika Angelica, Nita, dan Sarah menegang. Joey tersenyum melihat ketegangan yang dirasakan ketiga gadis yang dikenal the most wanted di kampusnya itu. Joey terkekeh melihatnya, "Lihatlah, kalian bertiga cuma mendengar kata-kata sederhana saja kalian sudah terdiam membisu, hahaha..." ucap Joey sambil tertawa. Kata-kata sederhana? Yang benar saja. Kata-kata Joey itu sudah sangat terdengar mengerikan di telinga mereka bertiga. Hahaha… baiklah, cukup sampai disini saja. Aku ingin pulang, ini sudah malam." Ucap Joey setelah menghentikan tawanya. Joey mengembalikan ponsel mereka bertiga, lalu membuka pintu mobil. Ia pun turun, namun sebelum menutupnya kemb
"DEG!" Seketika, wajah mereka bertiga menegang. Perlahan mereka menoleh kepalanya ke arah sumber suara itu. Terlihat Joey sedang berdiri santai di ujung parkiran sambil tersenyum. Ditambah penampilannya yang dibuat-buat untuk mencerminkan penampilannya. Laki-laki berpenampilan culun itu bersuara, "Cobalah, cek ponsel kalian, ada berita heboh." Joey terkekeh, kebetulan tempat parkir sangat sepi, hanya mereka berempat. Joey masih diam di tempatnya, ia ingin melihat reaksi ketiga gadis cantik itu. Angelica cepat-cepat membuka ponselnya, ia browsing untuk melihat berita terbaru. Seketika Angelica terbelalak setelah membaca berita, Sarah dan Nita penasaran. Sarah mengambil ponsel Luara lalu ia membacanya, dan Nita juga ikut membacanya. Ternyata berita pembunuhan dua preman langsung menjadi berita utama. Para polisi dan pihak lainnya menangani kasus itu. Mereka menemukan sidik jari di pakaian dan di lengan salah satu mayat. Dan mereka juga menemukan rekaman CCTV