Sarah tak menjawab, ia menangis, tapi ia menurut. Sarah berdiri, Joey langsung menggenggam tangannya. Mereka berjalan mendekati Nita dan Angelica yang masih duduk di tanah. Joey menyuruh Sarah untuk duduk bersama Angelica dan Nita. Kini ketiga gadis mahadewi tengah duduk di tanah. Dan Joey tengah berdiri di hadapan mereka bertiga. Sosok Joey yang sekarang bukanlah sosok culun yang mereka kenal saat di kampus. Saat di kampus yang mereka kenal adalah laki-laki culun. Tapi sekarang, sisi lain dari laki-laki yang terkenal culun. "Kalian bertiga, bisakah jangan menundukkan wajah kalian?" kata Joey melihat ketiga gadis itu menunduk tak berani melihatnya. Ketiga gadis itu diam, tak berani menjawab, dan tak merespon kata-kata Joey. Joey pun berjongkok, "Bukankah kalian tidak tuli? Sepertinya kalian memang ingin kubuat tuli beneran ya?" Seketika mereka bertiga mendongak mendengar kata-kata Joey yang menyeramkan didengar. Kini mereka tak menunduk wajahnya. Ket
Seketika Angelica menegang mendengar kata-kata Joey. Bahkan Nita, dan Sarah terkejut bukan main. Joey memegang dagunya seakan ia sedang berpikir. "Hmm... Tapi sepertinya lebih asik kalau aku memperkosa kalian bertiga sebelum kubunuh." "DEG!" Mendengar kata-kata Joey yang begitu santai tanpa dosa, seketika Angelica, Nita, dan Sarah menegang. Joey tersenyum melihat ketegangan yang dirasakan ketiga gadis yang dikenal the most wanted di kampusnya itu. Joey terkekeh melihatnya, "Lihatlah, kalian bertiga cuma mendengar kata-kata sederhana saja kalian sudah terdiam membisu, hahaha..." ucap Joey sambil tertawa. Kata-kata sederhana? Yang benar saja. Kata-kata Joey itu sudah sangat terdengar mengerikan di telinga mereka bertiga. Hahaha… baiklah, cukup sampai disini saja. Aku ingin pulang, ini sudah malam." Ucap Joey setelah menghentikan tawanya. Joey mengembalikan ponsel mereka bertiga, lalu membuka pintu mobil. Ia pun turun, namun sebelum menutupnya kemb
"DEG!" Seketika, wajah mereka bertiga menegang. Perlahan mereka menoleh kepalanya ke arah sumber suara itu. Terlihat Joey sedang berdiri santai di ujung parkiran sambil tersenyum. Ditambah penampilannya yang dibuat-buat untuk mencerminkan penampilannya. Laki-laki berpenampilan culun itu bersuara, "Cobalah, cek ponsel kalian, ada berita heboh." Joey terkekeh, kebetulan tempat parkir sangat sepi, hanya mereka berempat. Joey masih diam di tempatnya, ia ingin melihat reaksi ketiga gadis cantik itu. Angelica cepat-cepat membuka ponselnya, ia browsing untuk melihat berita terbaru. Seketika Angelica terbelalak setelah membaca berita, Sarah dan Nita penasaran. Sarah mengambil ponsel Luara lalu ia membacanya, dan Nita juga ikut membacanya. Ternyata berita pembunuhan dua preman langsung menjadi berita utama. Para polisi dan pihak lainnya menangani kasus itu. Mereka menemukan sidik jari di pakaian dan di lengan salah satu mayat. Dan mereka juga menemukan rekaman CCTV
Di sebuah rumah sederhana, di dalamnya, terlihat Joey tengah duduk di santai sambil minum kopi. Rumah itu adalah rumah yang dibeli oleh Joey. Ia membelinya dengan yang dari hasil uang yang ia rampas dari salah satu koruptor. Tentu saja nasib koruptor itu telah ia bunuh dengan cara sama sadisnya. Semua trik untuk tak dicurigai, dengan mudah ia lakukan. Kini ia terkekeh, sambil mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, saat ia di introgasi di kantor Polisi. Dengan mudah dan pandainya ia bersandiwara. Di kehidupan sebelumnya, hal itu sudah biasanya. Ditambah tubuh yang ia tempati adalah laki-laki culun yang berprestasi. Dengan pikiran liciknya dan otak cerdas dari pemilik tubuhnya. Sudah pasti ia bisa merencanakan hal sesuatu yang mudah. Dengan penampilan polosnya, itu bisa menutupi sosok aslinya. Saat tengah-tengah menikmati kesendiriannya dengan segelas kopi, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Joey segera membuka ponselnya, dan membaca pesan masuk, ternyata dari Sand
Seketika Angelica menoleh. "Kamu jangan bicara seperti itu." "Tapi bukankah kamu juga melihat sikapnya yang begitu santai. Jelas-jelas dia pelaku pembunuhan, tapi dia bisa dinyatakan tak memiliki hubungan apapun dengan kasusnya. Sudah kupastikan dibalik wajah polosnya, dia seorang Psychopath." kata Sarah panjang lebar. "Tidak mungkin, aku sangat mengenalnya." ucap Angelica, Sarah dengan tajam menatapnya. Angelica kembali bersuara. "Sebenarnya, dulu sebelum aku dan orang tuaku pindah ke Kota ini...." Angelica mulai menceritakan masa lalunya, yang baru kali ini ia tahu. Dulu saat Angelica kecil ia memiliki teman. Mereka selalu bermain bersama dan teman masa kecilnya yang tak lain adalah Joey. Tak hanya sering bermain bersama, dari TK sampai SD, mereka berdua selalu satu sekolah yang sama. Namun setelah lulusan SD, Angelica ikut kedua orang tuanya pindah ke kota yang sekarang. Dia bahkan belum berpamitan kepada Joey sebelum berpisah. Dan entah takdir
"Sial pemandangan macam apa ini? Apa dia dipihaknya dan menghianatiku, Rifky, dan yang lainnya?" tanya Hendrik dalam hati. Joey mendekati Hendrik. Ia berjongkok di hadapan laki-laki itu. "Kalo ngomong yang jelas." Nafas Hendrik memburu, ingin sekali rasanya memukul wajah Joey. Namun apa daya, ikatan yang mengikat kedua tangan dan kedua kakinya sangat erat. Joey menoleh kepalanya sedikit, ia melirik ke arah Sandi yang berdiri di belakangnya. "Sandi, berikan korek Api-mu!" Hendrik mengerut dahinya. "Korek Api?" Dengan sangat terpaksa, Sandi memberikan korek gasnya kepada Joey. Joey menerimanya, lalu ia simpan di saku celananya. Joey menatap Hendrik dengan senyumannya. "Kita langsung saja. Kamu ingin dipihak Rifky, atau dipihakku?" tanya Joey sambil mengangkat alis sebelah nya sambil tersenyum. Hendrik tidak menjawab, namun matanya sedikit gerak, seakan memberi kode. Joey dapat melihat itu, dan ia paham. Joey langsung menggulingkan tubuhnya ke sam
"Kamu mau? Ini agak sedikit asin rasanya." Joey menawarkan kedua bola mata Sandi yang sudah dipotong kecil-kecil. Spontan Hendrik langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Jelas mana sudi ia memakan salah satu bagian dari tubuh manusia, apalagi itu adalah sahabat sendiri. Ingin muntah rasanya. Joey terkekeh, lalu ia melanjutkan memakannya. Selesai sudah memakannya, kini Joey berdiri di hadapan Hendrik. Terlihat ia sedang memegang dagunya seakan ia sedang berpikir. "Apa kamu ingat sudah berapa lama kamu membully tubuh ini?" Hendrik langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tidak mengingatnya. Lalu ia tersadar, ada kata-kata yang ganjal yang diucapkan oleh Joey barusan. "Tubuh ini?" Joey kembali bersuara. "Ahh benar, kalau di hitung-hitung, mungkin sudah hampir 2 tahun lebih kamu dan teman-temanmu membully tubuh ini zemenjak awal ospek." Joey dapat melihat kebingungan dari raut wajah Hendrik. Joey terkekeh, "Asal kamu tau, aku
"Belum, Tuan, anak buah saya masih belum menemukan tanda-tanda orang ini." "Sial! Kenapa mencari satu orang saja kalian tidak becus! Baru kali ini kalian membuatku kecewa hanya untuk mencari orang itu!" "Maaf tuan, sebenarnya kami menemukan satu rekaman cctv dari salah satu koruptor yang dibunuhnya." "Kirimkan padaku." "Baik, Tuan." Beberapa menit kemudian ada email masuk di laptopnya. Marc membuka email itu, dan mengklik hasil rekaman cctv. Rekaman itu, merekam seorang yang jelas laki-laki dari penampilannya. Laki-laki itu mengenakan masker, kacamata, dan topi serba hitam. Laki-laki itu baru saja menyelesaikan membunuh salah satu koruptor di dalam ruangan. Setelah aki-laki misterius itu menatap ke arah cctv, dan melambai-lambaikan tangannya. Setelah itu ia menunjukan jari tengahnya. Waktu terus berjalan, sore hari. Kini Rifky hanya memiliki dua teman saja semenjak Hendrik dan Sandi telah meninggal satu bulan yang lalu. Entah ingin mencar