Share

Bab 201

Author: Emilia Sebastian
Dalam perjalanan pulang, Syakia bersandar pada punggung Hala dan memeluknya dengan erat. Kedua orang itu tidak mengucapkan sepatah kata pun mengenai rahasia tadi. Yang satu telah mengungkapkan rahasianya, sedangkan yang satu lagi membantunya menyimpan rahasia itu.

Saat tiba di Kuil Bulani, langit sudah terang. Syakia pun tidak lagi tidur, melainkan hanya minum seteguk air spiritual dari ruang giok untuk menyegarkan diri. Sebelum Adika tiba, dia memanggil Hala keluar lagi. Sebab, ada hal penting yang harus diserahkannya pada Hala.

“Hala, kamu seharusnya sudah pernah ketemu sama pengawal rahasia Adipati Damar. Kamu rasa kamu bisa menghadapinya?”

Hala mengangguk. “Bisa.”

“Baguslah kalau begitu. Setelah aku dan Pangeran Adika pergi sehari, bantulah aku menculik seseorang dari Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan.”

“Baik.” Hala bahkan tidak bertanya siapa dan langsung menyetujuinya.

Syakia pun tertawa. “Kamu sudah sering ketemu sama orangnya. Yang kumaksud itu Ayu. Sekarang, dia seharusnya c
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 202

    Abista benar-benar merasa cemas dan mengkhawatirkan Syakia yang akan pergi ke Kalika. Namun, dia juga selalu terlalu meremehkan tekad Syakia.“Tuan Abista nggak perlu ngomong lagi. Aku sendiri yang bersedia pergi ke Kalika dan harus pergi ke sana. Nggak akan ada yang bisa mengubah keputusanku.”“Syakia, kamu sudah gila?” Tidak peduli itu dulu maupun sekarang, Abista benar-benar tidak dapat memahami pemikiran Syakia.“Kenapa kamu harus pergi ke tempat yang begitu berbahaya? Dulu, Kakak juga selalu membujukmu, tapi kamu nggak pernah mau dengar bujukan Kakak. Kamu nggak bersedia pulang, juga nggak mau ubah keputusanmu!”“Kamu itu memang putri suci, tapi kamu juga cuma bisa hidup di kuil. Sudah cukup kamu harus jalani kehidupan biksuni yang begitu sulit. Sekarang, masalah ini berkaitan dengan hidup dan mati. Apa kamu tahu betapa kacaunya Kalika saat ini? Syakia, jangan keras kepala lagi. Ikutlah Kakak pulang ke rumah!”Abista tidak ingin Syakia pergi ke Kalika dan berusaha untuk membujukny

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 203

    Berhubung tidak ingin Syakia diganggu oleh orang lain, Adika langsung memberi perintah pada bawahannya untuk mencegat siapa pun yang hendak mencari Syakia. Syakia yang duduk di dalam kereta kuda akan mendengar suara dari luar sesekali.Sepertinya, Abdi sempat datang. Panji yang aneh itu juga. Namun, Syakia tidak tahu bahwa masih ada seseorang yang datang untuk mengantar kepergiannya. Orang itu tidak lain adalah Laras.Melihat kereta kuda dan pasukan yang berjalan makin menjauh, Laras yang membawa dayang pribadinya berdiri di belakang pohon dan menatap kosong ke depan.“Syakia, kamu seharusnya sudah melupakanku, ‘kan? Tapi, mana boleh kamu melupakanku?” Laras menertawakan dirinya sendiri. “Kamu pernah bilang kita akan jadi teman yang paling baik. Sayangnya, dalam hatimu, aku nggak akan bisa dibandingkan dengan Cempaka selamanya,” gumam Laras. Dia bahkan tidak peduli pada jarinya yang sudah berdarah karena tidak berhenti mengorek kulit pohon.Laras hanya memandang ke arah kereta kuda Sy

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 204

    Syakia mengangguk dengan patuh. Setelah Adika keluar dan berbelok ke sebelah kanan untuk masuk ke kamarnya sendiri, Syakia baru menutup pintu kamarnya dan mulai beres-beres. Tidak lama kemudian, Pangeran Pemangku Kaisar itu pun datang dan mengetuk pintunya.“Sahana, sudah selesai beres-beres?”Sangat jelas bahwa Adika ingin mendesaknya untuk turun dan makan. Syakia yang baru selesai merapikan tempat tidur pun tidak bisa berkata-kata.Baiklah, dibandingkan dengan Pangeran Pemangku Kaisar yang sering bepergian untuk berperang, Syakia mengakui gerakannya memang lebih lambat. Dia pun berpikir untuk lanjut beres-beres nanti.“Tunggu sebentar.” Syakia membuka pintu kamar, lalu berjalan keluar. “Ayo jalan. Aku bisa cium aroma wangi dari lantai bawah. Sepertinya, makanannya sudah dihidangkan.”Kebetulan, Syakia memang juga sudah lapar.Adika pun tertawa. “Aku lupa kasih tahu kamu ada camilan di kotak kayu dalam kereta kuda. Kalau lapar, kamu boleh memakannya.”Syakia yang sudah duduk seharian

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 205

    “Kenapa kamu nggak makan daging sedikit pun dan cuma makan sayur?”Adika juga makan sangat cepat. Seusai makan, dia pun tidak berhenti menatap Syakia makan. Namun, dia segera menyadari ada yang aneh. Gadis ini hanya mengambil sayur tanpa makan sepotong daging pun.Adika pun bertanya dengan kening berkerut, “Kamu nggak suka masakan daging yang dimasak tempat ini?”Syakia menggeleng, lalu menjawab sambil tersenyum, “Pangeran sudah lupa? Aku ini seorang biksuni. Biksuni nggak boleh makan daging.”Berhubung yang dikenakan Syakia saat ini adalah pakaian orang biasa dan bukan jubah biksuni, Adika benar-benar lupa. Setelah mendengar jawaban Syakia, dia baru tertegun, tetapi kerutan di dahinya malah menjadi makin dalam.Syakia pada dasarnya memang kurus, juga kecil. Jika tidak makan daging, bagaimana tubuhnya bisa bertumbuh dengan baik?“Nggak boleh makan sedikit pun?”Syakia menggeleng. “Nggak boleh.”Adika membujuknya, “Ini kan bukan di Kuil Bulani, curi makan dikit juga boleh.”Syakia tetap

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 206

    “Baik.”Setelah memberi perintah, Adika pun naik ke lantai atas. Ketika tiba di depan tangga, dia memanggil pelayan pos pemberhentian ini dan berkata, “Bawakan 2 ember air ke kamarku.”“Ba ... baik. Aku akan segera naik! Tunggu sebentar!”Pelayan yang sudah ketakutan dari tadi buru-buru berlari kembali ke dapur.Adika pun naik ke tangga. Dia awalnya berencana untuk terlebih dahulu mandi dan berganti pakaian sebelum mencari Syakia supaya tidak menakuti gadis itu. Tak disangka, baru saja dia tiba di lantai 3, dia sudah melihat Syakia yang duduk menunggu di luar pintu.Adika sontak terkejut. “Kenapa kamu tunggu di luar? Bukannya aku suruh kamu kembali ke kamar dulu?”“Aku tentu saja menunggumu! Kenapa tubuhmu berlumuran darah? Kamu terluka?” tanya Syakia dengan khawatir. Dia buru-buru berdiri dan menghampiri Adika begitu melihat tampangnya.“Aku nggak apa-apa. Ini bukan darahku.” Adika tersenyum tipis. Melihat Syakia yang begitu mengkhawatirkannya, dia pun berkata dengan bangga, “Dengan a

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 207

    Syakia sudah menyadari dari dulu betapa tampannya Pangeran Pemangku Kaisar ini. Namun, dia tidak menyangka ketampanan Adika juga dipenuhi dengan pesona yang sangat memikat.Syakia merasa hatinya mungkin akan tergerak apabila lanjut menatap Adika. Dia pun buru-buru memalingkan wajah, lalu berkata dengan terbata-bata, “Pa ... Pangeran, rambutmu sepertinya agak berantakan. Kamu mau mengikatnya dulu biar nggak kena ke lukamu nanti?”Adika pada dasarnya memang sengaja berpenampilan begini. Jadi, dia tentu saja tidak melewatkan mata Syakia yang dipenuhi dengan ketakjuban. Dulu, Adika tidak pernah peduli pada penampilannya. Saat ini, dia malah terlihat bagaikan burung merak Jantan yang tidak berhenti menonjolkan diri pada musim kawin.“Hmm? Bisa mengganggu? Aku juga nggak tahu. Gimana kalau kamu bantu aku periksa dulu?” tanya Adika sambil berjalan ke depan Syakia.Kemudian, Adika membelakangi Syakia dan menurunkan pakaiannya untuk menunjukkan lengannya yang berotot dan punggungnya yang kekar

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 208

    Setelah mengoleskan obat ke luka Adika, Syakia berkata dengan tampang cemberut, “Bukannya bawahanmu begitu banyak? Aku nggak percaya mereka berani menolak untuk bantu kamu oles obat.”Adika merentangkan tangannya dengan tidak berdaya. “Mereka memang nggak berani menolak, tapi aku nggak mau suruh mereka bantu aku.”Mana ada pria yang menyuruh pria lain untuk mengoleskan obat ke lukanya? Menyuruh orang yang disukainya untuk membantunya mengoleskan obat barulah hal yang paling manis.Adika menghibur Syakia. “Lihat, kalau bukan karena perhatianmu tadi, aku mana mungkin teringat diriku sudah terluka? Bawahanku itu lebih nggak peka lagi dariku. Mereka mana mungkin perhatian padaku.”Adika pada dasarnya tidak terluka. Namun, Syakia sudah menunggunya dengan memegang botol obat. Meskipun tidak terluka, dia juga tetap harus terluka.“Nggak usah ngomong soal urusan lain kali dulu. Sekarang, kalau kamu masih berani godain aku, aku nggak akan bantu kamu oles obat lagi untuk beberapa hari selanjutny

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 209

    Dari kehidupan sebelumnya, Syakia sudah tahu bahwa Ayu tidaklah sendiri. Dia juga mendapat bantuan dari sekelompok orang yang ditinggalkan ibunya. Dari sekelompok orang ini, ada orang yang ahli menggunakan racun, ada juga orang yang merupakan pembunuh.Dulu, Syakia benar-benar dicelakai dengan tragis oleh orang-orang itu. Di kehidupan ini, Ayu malah mengutus mereka untuk bertindak secepat ini. Ayu jelas sudah putus asa. Namun, ini masih belum cukup. Dalam kesempatan kali ini, Syakia ingin memaksa semua orang di belakang Ayu untuk keluar. Hanya saja, dia perlu mengandalkan bantuan Adika untuk menyingkirkan orang-orang tersebut. Jadi, dia perlu memberikan penjelasan kepada Adika.Syakia menoleh ke arah Adika yang berdiri di luar pintu. “Pangeran Adika ....”Setelah tahu orang yang berada di dalam kamar adalah Hala, Adika yang awalnya ingin masuk untuk memeriksa kamar Syakia pun berhenti di depan pintu. Dia bersandar di kusen pintu dengan tampang malas dan memainkan botol obat itu sambil

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 382

    Laras melirik Syakia dengan penuh keengganan untuk berpisah. Setelah itu, dia melirik Adika dan gadis di samping meja itu dengan agak dingin.‘Tambah satu lagi. Tapi, nggak masalah. Semuanya masih belum berakhir,’ gumam Laras dalam hati.Tidak lama setelah Jiwan pulang ke rumahnya, ada orang yang mengantarkan surat perjanjian penjualan diri Laras ke penginapan. Selain itu, ada juga selembar surat pemutusan hubungan selir yang terlihat cukup resmi.Setelah menerima kedua surat tersebut, Laras pun meninggalkan penginapan ini. Syakia menyuruh Hala untuk mengikutinya beberapa saat. Alasannya tidak lain adalah untuk mengawasinya.“Gimana?” tanya Syakia setelah Hala kembali.“Sepertinya, dia masih menyimpan sedikit uang. Dia beli sedikit makanan, lalu membungkusnya dan berjalan keluar dari tembok kota. Sepertinya, dia berencana untuk kembali ke ibu kota.”Kembali ke ibu kota ....Kalika berjarak sangat jauh dari ibu kota, apa Laras berencana untuk berjalan kaki pulang ke ibu kota? Selain itu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 381

    Kali ini, kata-kata yang sama itu diucapkan oleh Syakia. Dia menghentikan ayah dan anak Keluarga Pianda, lalu hendak bertanya, “Jadi, Laras dan putramu ....”“Habis pulang, aku akan langsung suruh orang antar kemari surat perjanjian penjualan diri Nona Laras. Aku juga akan suruh putraku untuk tulis surat pemutusan hubungan selir sebagai bukti!”Sejak dulu, hanya ada surat pemutusan hubungan istri, tetapi tidak ada surat pemutusan hubungan selir. Meskipun begitu, surat seperti itu juga harus ada hari inI!Jiwan juga sudah sepenuhnya ketakutan. Dia takut menyinggung kedua tokoh menakutkan ini lagi. Jika tidak, bukan hanya nyawa putranya yang akan melayang, tetapi seluruh Keluarga Pianda juga akan lenyap!Syakia mengangkat alisnya. Berhubung Jiwan sudah berkata seperti itu, tidak ada lagi yang perlu dikatakannya. “Antarkan secepat mungkin, jangan ulur waktu kami.”Setelah mendengar ucapan itu, Jiwan tahu bahwa bencana kali ini sudah benar-benar berakhir. Dia pun menghela napas lega dan be

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 380

    Setelah menilai situasi saat ini, Wisnu pun bersyukur pilihannya tidak salah. ‘Ternyata Putri Suci memang suka bercocok tanam. Dengar-dengar, Putri Suci juga sedang belajar ilmu pengobatan. Semua ini adalah bentuk dari menolong sesama manusia. Putri Suci memang cantik dan baik hati sesuai reputasinya!’ puji Wisnu dalam hati. Dia tahu bahwa Syakia belajar ilmu pengobatan, tetapi tidak tahu bahwa Syakia juga belajar ilmu racun.Setelah memberikan hadiah, Wisnu langsung berpamitan dan langsung pergi. Dia sama sekali tidak melirik para pejabat yang berlutut di depan pintu dan tidak berhenti memberi isyarat mata padanya.Para pejabat itu hanya bisa saling memandang, lalu lanjut berlutut hingga kaki mereka terasa nyaris patah. Namun, tidak ada seorang pun yang berani berdiri.Ada orang yang hanya bergerak sedikit. Namun, ketika mendongak, mereka langsung bertemu pandang dengan tatapan Adika. Tatapan itu sangat mengintimidasi dan sama sekali tidak ada orang yang dapat menahannya. Oleh karena

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 379

    Begitu mendengar ucapan itu, Jiwan Pianda buru-buru bangkit dan menerima setumpuk laporan keuangan itu. Kemudian, dia segera menyuruh orang untuk mempersiapkan segala sesuatu. Meskipun dia telah pergi, orang lainnya yang masih berlutut di depan pintu tetap tidak berani bergerak.“Kenapa mereka masih belum pergi?” tanya Syakia dengan bingung.Adika menjawab, “Karena mereka terlalu ribut, aku suruh mereka untuk berlutut di depan pintu. Habis aku selesaikan masalah ini, aku baru akan hadapi mereka.”Adika ingin memberi pelajaran kepada sekelompok orang ini supaya mereka mengerjakan tugas mereka dengan baik, bukan ikut campur dalam hal tidak penting seperti ini.Suara Adika tidak terlalu kuat atau kecil, tetapi terdengar oleh semua orang yang berada di depan pintu. Dalam sekejap, beberapa pejabat itu sontak gemetar ketakutan dan tidak berhenti berkeringat dingin. Jika tahu masalahnya akan menjadi seperti ini, mereka tidak akan tergiur oleh uang yang ditawarkan Jiwan dan setuju untuk datan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 378

    Setelah mendengar tidak perlu membuat surat perjanjian, Eira merasa agak sedih. Jika dia bisa membuat surat perjanjian menjual diri kepada Syakia, dia akan benar-benar menjadi orang milik Syakia. Kelak, ke mana pun Syakia pergi, dia juga boleh mengikutinya secara terang-terangan.Sayangnya, Syakia tidak membuat surat perjanjian. Eira mau tak mau menekan perasaan kecewanya. Namun, meskipun tidak ada surat perjanjian menjual diri, dia juga akan bekerja dengan baik. Suatu hari nanti, dia pasti bisa menjadi orang milik Syakia.Setelah berpikir begitu, Eira pun menyemangati diri, lalu mulai mengerjakan segala sesuatu yang bisa dikerjakannya di kamar Syakia. Dia adalah satu-satunya dayang Syakia. Dia yang harus bertanggung jawab atas semua pekerjaan di sekitar Syakia.Seusai beres-beres, Syakia pun turun dengan diekori seseorang.Pada saat ini, Adika sedang duduk di aula penginapan. Di meja di hadapannya, terdapat setumpuk laporan keuangan, sedangkan di depan pintu aula, berlutut sekelompok

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 377

    Setelah kembali ke penginapan, Adika langsung mendorong Syakia masuk ke kamar. “Cepat tidur sekarang juga. Kamu baru saja sembuh. Mau sakit lagi?”“Iya, iya. Aku tidur sekarang juga.”Saat ini, Syakia tidak berani membantah ucapan Adika. Apalagi, masalah malam ini memang sudah menghabiskan banyak waktu. Baru saja kembali ke kamar, dia sudah mulai mengantuk.“Jadi, dua orang itu ....”“Kamu nggak usah peduli. Aku yang akan tangani semuanya.”Adika merapikan rambut Syakia, lalu segera menarik kembali tangannya. “Sudah, cepat tidur. Besok, kita istirahat sehari lagi di Kalika. Lusa, kita baru berangkat kembali ke ibu kota.”Rencana awal mereka adalah beristirahat dengan baik malam ini, lalu melanjutkan perjalanan besok. Namun, masalah malam ini sudah berlanjut hingga begitu larut. Syakia tentu saja tidak akan mendapatkan istirahat yang cukup. Jadi, Adika langsung memutuskan untuk mengundur perjalanan mereka sehari. Sementara itu, Syakia yang dapat beristirahat lebih lama tentu saja tidak

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 376

    “Hehe. Wanita secantik ini baru layak untukku.” Bayu merapikan rambutnya, seolah-olah dirinya sangat tampan. Kemudian, Bayu berkata pada Syakia dengan tampang sombong. “Cantik, kamu menyempatkan diri untuk datang menolong wanita jalang ini di tengah malam, kalian pasti teman, ‘kan? Berhubung begitu, aku akan kasih kamu sebuah kesempatan. Selama kamu gantikan dia untuk melayaniku, aku akan melepaskannya. Gimana?”Syakia tidak menyahut atau bahkan melirik Bayu. Dia hanya mengulurkan tangan untuk memapah Laras supaya Hala dapat bertindak dengan leluasa.Melihat dirinya diabaikan, Bayu sontak merasa marah karena malu. “Kalian berani nggak menghormatiku? Bagus! Bagus! Kalau begitu, jangan salahkan aku bertindak kejam pada wanita!”“Dasar bajingan-bajingan bodoh! Kenapa kalian masih berlutut! Memangnya kalian mau kepala kalian kupenggal?” seru Bayu dengan marah. Kemudian, dia menendang seorang pengawal yang paling dekat dengannya dan memaki, “Kalau kalian nggak tangkap wanita cantik ini unt

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 375

    Seiring dengan seruan orang itu, orang lainnya juga segera tersadar. Dalam sejenak, semua orang pun berlutut di hadapan Syakia. Di seluruh jalan, menggema suara semua orang yang menyapa, “Hormat, Putri Suci.”Syakia pun tertegun.“Gadis ini sudah terluka parah. Aku nggak tega melihat keadaannya dan hendak membawanya kembali ke penginapan supaya bisa mengobatinya. Kalau majikan kalian mau tangkap dia, suruh saja dia ke penginapan untuk bertemu denganku.”“Baik!”Sekelompok pengawal itu sangat bersemangat. Mereka tidak berani banyak bertanya dan segera mengiakan permintaan Syakia. Jangankan mencegah, ketika Syakia berbalik, para pengawal buru-buru membuka jalan untuknya.Melihat reaksi mereka, Syakia pun menyuruh Hala untuk memapah Laras dan hendak langsung pergi. Tepat pada saat ini, Bayu juga telah tiba.“Berhenti! Dasar pecundang! Buat apa kalian berlutut! Cepat tangkap orangnya!”Bayu menggerakkan tubuhnya yang gemuk dan berlari mendekat dengan terengah-engah. Dia juga langsung memak

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 374

    Laras tahu bahwa Syakia sedang marah. Mungkin saja karena ucapannya tadi, mungkin juga karena Syakia teringat masa lalu. Laras pun tidak lagi berbicara. Dia menatap Syakia mengoleskan obat dan membungkus lukanya dalam diam.“Di mana dayangmu itu? Kenapa dia nggak kelihatan?” tanya Syakia setelah mengobati Laras, seolah-olah baru mengingat hal ini.Laras terdiam sejenak, lalu menjawab dengan jujur, “Dia sudah mati.”“Mati?” Syakia merasa sangat terkejut.“Di hari aku dibawa ke kediaman Keluarga Pianda, Bayu hendak langsung melecehkanku. Aku nggak menurut dan dia pun memukulku. Dayangku dipukul sampai mati demi melindungiku.”Saat berbicara, ekspresi Laras terlihat sangat tenang. Dia seolah-olah sama sekali tidak peduli pada kematian dayang itu.Syakia melirik Laras dan tidak berbicara lagi.Tepat pada saat ini, tiba-tiba terdengar suara dari luar. Langkah kaki itu terdengar makin dekat dengan gang ini dan para pengawal itu juga berjalan masuk.Syakia sontak terkejut dan menoleh untuk me

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status