Itu adalah saat-saat paling membahagiakan sejak Kahar kecil sampai besar. Sekarang, dia malah terpaksa harus menandatangani surat pembatalan pernikahan itu dengan tangannya sendiri. Bagaimana mungkin dia rela?Kahar menatap Cempaka. "Apa pun yang kamu katakan, aku nggak akan nyerah soal kamu. Kamu itu tunanganku. Sekalipun pertunangan ini sudah diakhiri, kamu harus jadi milikku seumur hidupmu! "Kahar mengeluarkan sesuatu dari saku di dadanya dan menyerahkannya kepada Cempaka.Cempaka menunduk dan melihat bahwa itu adalah liontin giok yang diukir oleh Kahar sendiri, yang mana juga merupakan simbol pertunangan mereka.Cempaka melihat retakan pada liontin giok itu, yang mana masih terlihat sangat jelas meskipun telah diperbaiki. Dia tidak mengulurkan tangan untuk mengambilnya."Cermin yang sudah pecah sulit untuk diperbaiki lagi, begitu pula dengan giok dan manusia," ujar Cempaka dengan tenang.Kahar menyahut dengan mata merah, "Aku nggak percaya.""Terserah kamu mau percaya atau nggak.
Ekspresi Ayu tiba-tiba berubah. Setelah mendengar apa yang dikatakan Kahar barusan, dia bisa menebak identitas orang di hadapannya. Dia pun menggigit bibir bawahnya, lalu menoleh dan bertanya, "Kak Kahar, siapa gadis ini? Kenapa dia langsung berkata seperti itu begitu melihatku?"Kahar dengan gembira memperkenalkan mereka. "Dia tunanganku, Cempaka. Ayu, panggil saja dia Kak Cempaka."Ayu langsung menunjukkan ekspresi polos dan menyapa Cempaka, "Kak Cempaka ....""Woi! Masih nggak mau diam!"Sebelum Ayu selesai menyapa, Cempaka sudah menggunakan cambuk untuk menunjuk ke arahnya dan menyela, "Siapa itu kakakmu? Jangan asal panggil. Aku cuma punya seorang adik, yaitu Kia. Sedangkan kamu ...."Cempaka mengamati Ayu dari atas ke bawah dengan jijik dan berkata dengan nada menghina, "Putri haram sepertimu masih nggak pantas."Begitu mendengar ucapan Cempaka, raut wajah Ayu dan Kahar langsung berubah drastis.Ayu terlihat sedih dan menyahut, "Kak Cempaka, meski nggak menyukaiku, ka ... kamu ju
"Baik, aku akan mengingatnya."Setelah membicarakan semua urusan, Eira hendak mengantar Yanto keluar. Kebetulan, Cempaka juga keluar pada saat ini."Biar aku saja yang antar Paman Yanto. Kebetulan, aku juga mau pergi ke ibu kota hari ini.""Nona Cempaka," sapa Yanto sambil membungkuk untuk memberi hormat.Syakia bertanya dengan bingung, "Kenapa kamu mau pergi ke ibu kota lagi hari ini? Bukannya kamu baru pergi ke istana kemarin?"Akhir-akhir ini, Cempaka sering dipanggil ke istana oleh Janda Permaisuri. Terkadang, dia pergi untuk mempelajari aturan dan tata krama. Terkadang, dia hanya pergi untuk mengobrol dengan Janda Permaisuri.Sekarang, tidak ada banyak orang di harem istana sehingga intrik dalam istana dan sebagainya juga jarang terjadi. Selain itu, sikap Janda Permaisuri yang baik dan hangat terhadapnya juga membuat Cempaka merasa senang."Entahlah. Ibu Suri nggak bilang ada apa. Dia cuma minta aku untuk pergi ke istana." Cempaka mengangkat bahunya dan menambahkan, "Jangan khawat
Pada saat ini, Syakia tidak tahu bahwa meskipun semut-semut kecilnya gagal menyelesaikan tugas yang diperintahkannya, mereka membawakannya "harta karun" dan sedang bergegas pulang ....Saat ini, di Kuil Bulani."Ladang obat di Kalika dan Lukati sudah disiapkan. Benih dan bibit obat gelombang pertama juga sudah ditanam. Menurut surat dari Puspa, pertumbuhannya sejauh ini cukup baik.""Bagus."Syakia membaca buku keuangan terbaru sambil bertanya, "Oh iya, dengar-dengar, Puspa itu adiknya Joni?"Yanto mengangguk. "Benar. Awalnya, aku mau pindahkan Joni ke sana, tapi Joni bilang, adiknya ini lebih cocok dalam pekerjaan ini daripada dia.""Kamu sudah mengujinya?""Jangan khawatir, Nona. Aku sudah mengujinya. Puspa memang lebih cocok dalam pekerjaan ini daripada Joni. Selain pintar, dia juga punya kemampuan untuk mengatur orang."Kalika dan Lukati sangat jauh. Jadi, orang yang pergi ke sana tentu saja harus adalah orang yang cakap. Yanto memang punya kemampuan, tetapi dia sudah tua dan lebih
Damar menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Aku akan pergi sendiri."Kepala pelayan segera mengerti.Kemudian, tuan dan majikan itu segera tiba di luar sebuah area tempat tinggal yang sudah lama tidak dihuni. Setelah kepala pelayan membuka gemboknya, Damar perlahan-lahan mengangkat tangannya dan mendorong pintu hingga terbuka.Dulu, pasti ada yang datang untuk membersihkan tempat ini setiap hari. Walaupun sepi, tempat ini tetap bersih dan tak bernoda.Namun, sejak kejadian menggali kuburan, Damar takut Ayu akan melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukannya lagi. Jadi, dia memberi perintah untuk mengunci kamar itu. Baru 2-3 bulan berlalu, tetapi tempat ini sudah kotor. Bahkan ada sarang laba-laba yang menggantung di banyak sudut.Damar melihat sarang laba-laba itu dengan kening agak berkerut, lalu melangkah masuk. Setelah berjalan ke tengah kamar, dia berdiri di sana tanpa bergerak.Matanya yang dalam mengamati kamar itu, dan pandangannya menyapu ke sekeliling sedikit demi sedikit
Dalam Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan di ibu kota."Krek." Kepala pelayan mendorong pintu ruang baca dan melangkah masuk. Dia berdiri dengan hati-hati di depan meja. "Sudah ketemu?" tanya Damar dengan ekspresi muram. Kepala pelayan segera menunduk dan menjawab, "Adipati, para pelayan sudah cari ke seluruh Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan, tapi masih belum temukan barang yang Adipati katakan." Ekspresi Damar tiba-tiba menjadi lebih muram lagi. "Bagaimana dengan orang mencurigakan? Apa ada orang mencurigakan yang dekati ruang bacaku atau muncul di dekat Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan?" Kepala pelayan tetap menggeleng. "Nggak ada yang ditemukan." Damar sontak mendengus marah. Dia berujar dengan nada sedingin es, "Barangnya nggak ditemukan, orang yang mencurigakan juga nggak terlihat. Apa gunanya aku pekerjakan kalian!" "Brak!" Damar memukul meja dengan kuat dan lanjut berseru marah, "Benda itu ada di ruangan ini. Aku baru keluar sebentar dan benda itu sudah hilang. Apa