Tepat pada saat ini ....“Gawat! Gawat!” Ada seorang pelayan yang berlari keluar dengan terburu-buru dan berseru dengan panik, “Tuan Kama, Tuan Kahar, ni ... nisan Nyonya hilang!”Ekspresi Kama dan Kahar langsung berubah pada waktu yang sama.“Apa? Apa saja kerjaan kalian! Kalian bahkan nggak tahu ada nisan yang hilang dari aula leluhur?”“Siapa yang mungkin ambil nisan Ibu?” tanya Kahar dengan bingung.Kamar tiba-tiba teringat sesuatu. Kemudian, kakak beradik itu saling memandang dan berseru marah, “Jangan-jangan ... Syakia?”“Beraninya dia bawa pergi nisan Ibu! Dia benar-benar seorang pencuri! Atas dasar apa dia bawa pergi nisan Ibu!” seru Kama dengan murka.Ekspresi Kahar juga sangat suram. Dia makin merasa adiknya itu benar-benar tidak masuk akal! Tanpa persetujuan Damar, Syakia pergi menjadi biksuni. Tindakannya itu sangat merusak reputasi Keluarga Angkola. Sekarang, dia malah mencuri nisan ibu mereka.“Bajingan! Pantas saja aku merasa ada yang disembunyikannya kemarin! Tahu begi
Ayu langsung mengenali suara itu. Siapa lagi itu jika bukan kakaknya yang baik? Dia pun tersenyum sinis dan berkata dengan ekspresi tidak sudi dari balik pintu, “Kakak kan sudah tahu aku datang, kenapa Kakak nggak berani keluar? Apa Kakak merasa bersalah pada kami?”Orang yang berbicara itu memang adalah Syakia. Dia pada dasarnya memang hanya kebetulan melewati tempat ini. Dia bahkan sedang menjinjing seember air.Setelah resmi menjadi biksuni kemarin, Syakia dengan cepat menyesuaikan diri dengan kehidupan di Kuil Bulani. Dia akan berdoa setiap pagi dan malam, juga melakukan pekerjaan sampingan lain seperti menyapu kuil dan sebagainya.Bagaimanapun juga, Syakia memiliki pengalaman hidup di jalan pada kehidupan sebelumnya. Sekarang, dia merasa bersyukur karena memiliki tempat tinggal, juga dapat makan dan minum. Selain itu, Syakia diberikan tempat tinggal pribadi yang kecil dan sederhana, tetapi bersih dan juga memiliki sebidang tanah kecil yang bisa dipakai untuk bercocok tanam.Hari
Ayu mau tak mau pergi ke Kuil Bulani lagi beberapa kali. Setiap hari, dia harus naik kereta kuda untuk pulang pergi dari ibu kota ke Gunung Selatan. Namun, selain tidak bertemu dengan Syakia sekali pun, dia bahkan dilarang masuk ke kuil.Awalnya, Ayu ingin berbaur dengan orang lain yang datang untuk bersembahyang. Tak disangka, orang yang datang bersembahyang di Kuil Bulani sangatlah sedikit. Setelah gerbang utama ditutup beberapa hari, orang yang datang juga berkurang banyak. Meskipun ada yang datang, orang-orang itu juga langsung pergi begitu melihat gerbang yang tertutup rapat.Mereka semua sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan kuil yang jam operasionalnya tidak menentu. Jadi, tidak ada seorang pun yang berkomentar.Setelah menunggu beberapa hari, Ayu akhirnya tidak tahan lagi. Dia pun menyogok seorang wanita dari desa kaki gunung dan menyuruhnya untuk bertanya seberapa lama Kuil Bulani akan ditutup. Tak disangka, jawaban yang didapatkannya adalah, putri suci perlu mendoakan kera
Setelah mendengar suara Syakia yang melafalkan sutra, suasana hati Adika yang awalnya kacau pun berangsur-angsur tenang. Dia mendengar suara Syakia sambil memejamkan matanya. Tidak lama kemudian, dia menyadari bahwa suara itu sudah hilang. Begitu membuka mata, dia baru menyadari bahwa biksuni muda yang ingin menimba air itu sudah tiba di lokasi tujuannya. Syakia berhenti melafalkan sutra untuk sesaat. Dia meletakkan ember kayu yang dipikulnya, lalu naik ke batu besar di samping sungai dan berjongkok untuk menimba air ke salah satu ember kayu yang dibawanya.Di kehidupan ini, Syakia tidak pernah bekerja sehingga tenaganya sangat kecil. Dia hanya mampu mengangkat setengah ember air. Namun, saat mengangkat ember itu, dia oleng sejenak sehingga sedikit air dari ember tumpah ke sekitar tempat pijakannya.Syakia yang masih belum menyadari keseriusan masalah ini pun meletakkan ember itu, lalu mulai mengisi ember yang satu lagi. Kali ini, ketika mengangkat ember itu, dia malah menginjak tumpa
Adika mengangkat alisnya dan bergumam dalam hati, ‘Lumayan. Dia cukup waspada juga.’“Jangan khawatir, aku nggak akan menjualmu,” ujar Adika sambil melepaskan genggamannya pada ember kayu itu.Syakia menerima ember itu, tetapi masih tidak berkomentar.Adika sontak tertawa pelan. “Aku sudah kumpulkan buku ilmu pengobatan untukmu. Besok, aku akan memberikannya kepadamu.”“Terima kasih ba ....” Sebelum menyelesaikan kata-katanya, Syakia melihat alis Adika yang terangkat lagi. “Kalau Pangeran Adika butuh bantuan, aku akan berusaha yang terbaik untuk membantumu.” Meskipun tidak merasa dirinya dapat memberikan bantuan berarti kepada Adika yang begitu berkuasa, Syakia tetap menyetujui permintaan Adika.Setelah Syakia setuju, ekspresi Adika pun menjadi jauh lebih baik. “Nggak ada yang kuperlukan darimu hari ini. Besok, aku akan pergi mencarimu.”Syakia terdiam sejenak, lalu menjawab, “Oke.”Setelah Syakia pulang, Adika baru kembali ke kuil dengan suasana hati yang sangat bagus. Beberapa bawa
Ketika melihat Adika pulang dengan keadaan yang baik-baik saja, Gading dan yang lain mengira penyakit Adika tidak kambuh. Setelah mengamati dengan saksama, dia baru menemukan bahwa mata Adika terlihat agak merah dan wajahnya juga lumayan pucat.Adika mengangguk dengan acuh tak acuh dan mengiakannya. Meskipun sudah kembali tenang, setiap kali penyakitnya kambuh, tubuhnya akan menunjukkan beberapa gejala. Jadi, wajar saja Gading menyadarinya.Gading dan orang lainnya sontak tercengang. “Secepat itu? Kenapa gejala kali ini berlangsung begitu singkat?”Nada Gading terdengar gembira. Ketika penyakit Adika kambuh sebelumnya, waktu tersingkat sampai dia sadar kembali adalah 6 jam, sedangkan waktu terpanjang adalah sehari penuh. Hari ini, gejalanya sepertinya hanya berlangsung tidak sampai 2 jam.Meskipun tidak tahu apa alasannya, Gading tetap berujar dengan gembira, “Apa obat dari Tabib Deska akhirnya berkhasiat juga?”“Seharusnya bukan,” bantah Adika setelah berpikir sejenak. Adika sebenar
“Benar.”Pada saat ini, gerbang Kuil Bulani baru dibuka.Sebelumnya, Adika diutus Kaisar mengantar Syakia datang ke kuil untuk menjalankan upacara menjadi biksuni. Semua biksuni di kuil mengetahui hal ini. Jadi, biksuni yang membuka gerbang kuil tidak meragukan ucapan Adika.Meskipun biksuni itu meragukan ucapan Adika, Adika juga tidak berbohong. Kemarin, dia sudah pergi ke istana dan menawarkan diri untuk mengawasi upacara doa kali ini.Kaisar merasa agak aneh, tetapi tetap menyetujui permintaan pamannya yang mendadak itu. Jadi, Adika memang termasuk sedang menjalankan perintah Kaisar.“Sahana lagi doa pagi bersama Master Shanti di aula utama. Harap Pangeran Adika tunggu di luar untuk sejenak.”Pada akhirnya, Adika menunggu satu jam penuh. Ini adalah pertama kalinya dia menunggu orang sampai selama ini.Ketika Syakia mengikuti Shanti keluar dari aula, dia langsung melihat pria yang sedang bersandar di pilar dengan ekspresi mengantuk. Dia pun bergumam dalam hati, ‘Tunggu, kenapa dia da
Jika bukan karena tahu Adika sangat membenci didekati wanita, Syakia hampir salah paham pada ucapan Adika. Dia berdeham dan menjawab, “Doa pagi sudah selesai. Sebelum doa malam, aku memang nggak punya kerjaan lain.”“Baguslah kalau begitu. Ayo jalan!” Adika langsung berbalik dan berjalan di depan.Syakia buru-buru mengikutinya. “Pangeran Adika boleh pergi ke sana dulu? Aku mau simpan buku-buku ilmu pengobatan dan buku doa pagi di kamar. Habis itu, aku akan pergi cari Pangeran Adika.”“Oke. Jangan buat aku tunggu terlalu lama lagi.” Seusai berbicara, Adika pun terlebih dahulu pergi ke gunung belakang.Syakia mengiakannya, lalu berlari ke kamar untuk meletakkan buku-buku yang dipegangnya. Lima belas menit kemudian, dia memikul 2 ember air sambil berjalan ke arah gunung belakang. Namun, baru saja dia tiba di tepi sungai, dia menyadari ada yang aneh. Kenapa ada begitu banyak orang?Saat ini, di tepi sungai, bukan hanya ada Adika, tetapi juga 4 prajurit dari Pasukan Bendera Hitam dan seoran
Kahar memandang Ayu dengan penuh rasa iba. “Ayu, nggak apa-apa. Sekarang, kamu sudah pulang. Nggak akan ada orang yang bisa menyiksamu lagi.”Ayu masih menunjukkan tampang linglung karena kebanyakan menangis. Dia mencengkeram lengan Ranjana kuat-kuat sembari mengeluh pada Kahar, “Benarkah? Kak Kahar, Ayu. Benar-benar sudah pulang ke rumah? Kelak, Ayu nggak perlu masuk istana lagi?”“Iya. Ayu tenang saja. Yang Mulia Kaisar bilang, dia nggak akan menjadikanmu sebagai selirnya,” hibur Kahar dengan terburu-buru.Namun, Kahar tidak berani memberi tahu Ayu apa sebenarnya yang diucapkan Kaisar.Putri bungsu Adipati Pelindung Kerajaan tidak tahu tata krama dan tidak berpendidikan. Meskipun sudah masuk istana begitu lama, dia masih belum memenuhi syarat. Berhubung terlalu bodoh, dia tidak layak diangkat menjadi selir. Begitu ucapan itu keluar dari mulut Kaisar, rumor itu langsung tersebar dan Ayu terkenal sekali lagi, terutama bagian mengenai “terlalu bodoh dan tidak layak diangkat menjadi sel
Namun, setelah Nugraha menerima 2 putaran obat herbal yang dikirim Syakia dengan harga murah di masa depan, dia baru menyadari bahwa dirinya sebenarnya sudah mendapatkan keuntungan yang sangat besar.Tentu saja, hari ini, Syakia datang bukan untuk menjual obat herbal. Setelah mencapai kesepakatan secara verbal, Syakia dan Adika pun pergi memeriksa situasi di seluruh Kabupaten Nirila. Keadaan di tempat ini memang sudah jauh lebih baik dari yang mereka perkirakan.Pembakaran mayat di luar gerbang kota yang Syakia dan Adikan saksikan tadi sudah tergolong ringan. Sebab, Nugraha memberi tahu mereka bahwa sebelumnya, mayat yang mereka bakar setiap harinya mencapai ratusan onggok.Rekor terbanyak adalah di hari wabah ini merebak di Kabupaten Nirila. Dalam satu malam, orang yang tewas mencapai 500-600 orang. Jumlah penduduk kabupaten ini juga hanya ribuan. Sekarang, yang tewas sudah hampir setengahnya.Syakia mendengarkan cerita Nugraha dalam diam. Begitu memasuki area isolasi Kabupaten Nirila
“Ternyata begitu. Terima kasih atas kemurahan hati Putri Suci. Jujur saja, kalau bukan berkat obat herbal darimu yang bisa menstabilkan keadaan sebagian besar orang yang terjangkit wabah hanya dalam waktu sehari, mayat yang dibakar di luar hari ini mungkin akan lebih banyak lagi.”Orang-orang yang meninggal rata-rata adalah orang tua yang kesehatannya pada dasarnya memang sudah kurang baik. Jika tidak, mereka mungkin masih bisa bertahan hidup lebih lama.“Baguslah kalau obat-obat herbal itu membantu. Tapi, sebermanfaat apa pun sebuah obat herbal, yang terpenting itu masih tetap resep obat. Untung saja bawahan Bupati berhasil meracik obat yang bisa mengobati wabah ini. Kalau nggak, obat herbal yang kubawa datang juga nggak akan berpengaruh besar.”Syakia tidak akan menonjolkan diri di saat-saat seperti ini. Meskipun memang air spiritualnya yang memberikan manfaat paling besar, dia juga harus tetap bersikap rendah hati. Orang yang mengerti tentu saja akan tahu manfaat obat herbalnya. Con
Wajah Syakia pun merona merah karena malu. Untungnya, Nugraha tidak lanjut memujinya. Setelah saling memuji, mereka pun segera membahas tentang urusan resmi.“Berkat obat herbal yang kamu kirim, keadaan di sini sudah membaik dalam beberapa hari terakhir. Obat-obat herbal itu benar-benar berkhasiat. Dari mana kamu membelinya? Apa kamu masih bisa mengirimnya kemari?” tanya Nugraha dengan cemas.Adika menggeleng. “Itu bukan obat herbal dariku. Putri Suci yang membawanya dari ibu kota.”“Putri Suci yang membawanya kemari?” Nugraha memandang Syakia dengan terkejut lagi.Syakia mengangguk pelan. “Memang aku yang bawa obat-obat herbal itu kemari. Tapi, semuanya sudah habis. Soalnya, aku yang tanam sendiri obat-obat herbal itu. Jadi, jumlahnya nggak banyak. Aku sudah bawa semua yang kupunya kemari.”Tatapan Nugraha yang awalnya dipenuhi harapan pun berubah menjadi kecewa.Namun, Syakia lanjut berkata, “Sebagian besar obat herbal yang kubawa sudah diantar ke Kabupaten Nirila. Selama obat-obat h
“Sepertinya ada yang lagi dibakar di jalan depan?”Sebelum tiba di Kabupaten Nirila, Syakia melihat ada sesuatu seperti bara api di kejauhan.Adika pun mengernyit dan memberi perintah, “Semuanya, periksa masker kalian dengan baik. Mulai sekarang, jangan sampai masker kalian lepas!”“Baik!”Setelah mendengar ucapan itu, Syakia yang berada di dalam kereta kuda juga segera memeriksa masker yang dikenakannya. Meskipun tubuhnya terlindung air spiritual dan dia tidak perlu takut tertular wabah, dia tetap harus bertindak sesuai prosedur. Setidaknya, dengan menunjukkan bahwa dirinya juga melindungi diri dengan baik, hal ini baru tidak akan menimbulkan kecurigaan orang.Saat mendekat, semua orang segera menemukan sumber api.Syakia pun membelalak terkejut ketika melihat tumpukan mayat di kuburan massal.“Ini seharusnya perintah Bupati Nugraha.”Mayat orang-orang yang meninggal akibat wabah tidak boleh dibiarkan dengan begitu saja. Jika tidak, lama-kelamaan, itu akan menjadi sumber wabah baru.S
Selama orang-orang mengikuti peraturan dan menerima pengobatan, mereka pasti bisa diselamatkan. Ternyata Putri Suci memang tidak membohongi mereka.Ini adalah kejadian di hari berikutnya. Sekarang, kembali lagi ke hari pertama Syakia mulai mengadakan upacara doa.Seusai berdoa di daerah wabah pertama, Syakia memanfaatkan waktu dengan baik dan pergi ke 2 daerah wabah lagi. Ada total 8 daerah wabah di Lukati. Selain Kabupaten Nirila, Syakia harus pergi ke 7 daerah wabah lainnya. Pada hari pertama, dia pergi ke 3 daerah wabah yang paling dekat, juga yang gejala wabahnya paling ringan.Pada hari kedua, Syakia pergi ke 2 daerah wabah. Jumlah penduduk yang terjangkit wabah di 2 tempat itu telah berlipat ganda dan mencapai di atas 500 orang. Sementara itu, penduduk yang terjangkit wabah di 2 daerah wabah terakhir bahkan mencapai ribuan orang. Ketika Syakia masuk ke area isolasi, dia hampir tenggelam dalam kerumunan orang. Untungnya, Adika bertindak cepat. Selain itu, mereka sudah memiliki
Adika juga menambahkan, “Dia adalah Putri Suci!”“Dia benar-benar adalah Putri Suci! Baguslah! Bupati Nugraha benar-benar mengundang Putri Suci kemari!”Dalam sekejap, para penduduk langsung merasa sangat bersemangat.“Putri Suci, kami sudah terjangkit wabah. Apa kami masih bisa diselamatkan?” tanya seseorang sambil menangis.“Bisa.” Syakia melirik semua orang, lalu berkata dengan serius, “Wabah ini nggak menakutkan. Selama kalian mengikuti aturan dan menerima pengobatan, kalian pasti akan sembuh.”“Terima kasih, Putri Suci!”“Terima kasih, Putri Suci!”Dalam sekejap, semua penduduk segera berlutut. Hal ini pun membuat Syakia terkejut dan hendak langsung berdiri untuk menghindar. Namun, Adika yang berada di belakangnya malah menahannya.“Terimalah, ini adalah bentuk kepercayaan yang ditujukan untukmu.”Syakia pun tertegun, lalu menoleh untuk melirik para penduduk. Mereka semua terlihat gembira dan mata mereka kembali dipenuhi dengan harapan. Dia pun terdiam sejenak sebelum lanjut memba
“Huhuhu, aku nggak ingin mati. Aku nggak ingin mati ....”“Tabib, kami mohon, tolonglah kami ....”“Putraku! Putraku!”“Biarkan aku keluar! Aku mohon. Tuan Pejabat, biarkanlah kami keluar. Kami benar-benar nggak terinfeksi!”“Aaah! Dia sudah terinfeksi! Dia sudah terinfeksi! Cepat lari!”Sebelum kereta kuda tiba, Syakia sudah mendengar suara-suara dari dalam area isolasi yang dibangun dengan batu dan kayu di kejauhan. Ada orang yang terlihat ketakutan, panik, sedih, dan menderita ....Tentu saja, ada juga sekelompok orang yang diam saja di pojokan Mereka sudah menunjukkan gejala terinfeksi. Wajah mereka sangat pucat dan mereka terlihat tidak bersemangat. Ada yang tergeletak di lantai, ada yang bersandar di dinding. Namun, mereka semua seperti sudah kehilangan harapan untuk melanjutkan hidup dan tinggal menunggu maut menjemput.“Ada lebih dari 200 orang yang terinfeksi di area ini. Ini termasuk tempat yang jumlah orang yang terinfeksinya paling rendah di seluruh Lukati.”Kuda yang ditun
Ketika musuh menyerang dulu, Adika memimpin seribu prajurit Pasukan Bendera Hitam yang baru selesai dilatih untuk menyerang ke wilayah musuh dan berhasil memutus jalur belakang pasukan musuh. Alhasil, sebelum perang besar dimulai, pasukan musuh sudah ketakutan dan buru-buru mundur sejauh 250 kilometer.Hal ini tentu saja membuat pihak musuh merasa sangat malu. Jadi, hal ini tidak tersebar.Sementara itu, Adika pada dasarnya memang tidak suka menonjolkan diri di medan perang. Oleh karena itu, orang yang mengetahui hal ini benar-benar tidak banyak. Namun, Nugraha mengetahui hal ini. Kali ini, yang menjadi bahan pertimbangan Nugraha bukanlah jumlah prajurit yang dibawa datang Adika, melainkan sikap Adika. Tiga ribu prajurit ini merupakan sikap yang ditunjukkan Adika. Nugraha yang memahami maksud Adika pun dapat dengan tenang menyerahkan markasnya kepada Adika.Adika pun tersenyum dan memberikan penjelasan secara rinci kepada Syakia. Setelah itu, Syakia baru paham.“Jadi, kamu boleh atur