Share

Bab 3

Author: Emilia Sebastian
Syakia duduk di depan meja rias. Tidak ada dayang yang melayaninya, jadi dia hanya bisa berdandan sendiri. Dia menoleh ke arah datangnya suara, lalu menyapa dengan acuh tak acuh sambil menahan rasa muaknya, “Kak Kama.”

Orang yang menerjang masuk dengan marah itu tidak lain adalah Kama. Dia memelototi Syakia sambil berseru, “Jawab aku, kamu yang merusak pakaian resmi Ayu? Kenapa kamu begitu kejam? Kamu jelas-jelas tahu hari ini juga hari upacara kedewasaan Ayu, tapi kamu malah merusak pakaian resminya!”

Ketika Kama menuduh Syakia, orang yang paling dibenci Syakia itu menjulurkan kepalanya dari belakang Kama dengan ekspresi bersalah.

“Kak Kama, sudahlah. Bukannya aku sudah menjelaskannya padamu? Kak Syakia bukan melakukannya dengan sengaja.”

Ayu berperawakan langsing, bertampang imut, dan selalu terlihat lembut. Ditambah dengan sepasang matanya yang memelas, siapa yang mungkin tidak kasihan padanya? Dia mengetahui keunggulannya itu, juga mengetahui semua orang di Kediaman Adipati merasa bersalah padanya.

Setengah tahun lalu, Ayu baru ditemukan oleh orang dari Kediaman Adipati. Damar mengatakan bahwa dia diculik orang saat berumur 3 tahun dan sudah hidup menderita di luar sejak kecil. Jadi, semua anggota Keluarga Angkola merasa sangat bersalah padanya dan berusaha sekuat tenaga untuk menebusnya.

Sebelumnya, Syakia juga berpikiran begitu. Bagaimanapun juga, dia merasa bahwa Ayu adalah adik kandungnya. Namun, dia malah harus menanggung konsekuensi berat akibat pemikirannya yang naif itu. Sekarang, begitu melihat wajah Ayu, Syakia sangat ingin langsung membunuhnya!

“Ayu, kenapa kamu begitu baik! Ini jelas-jelas salah Syakia, kenapa kamu masih bela dia?”

“Bukan kok. Duh, Kak Kama, kenapa kamu begitu keras kepala!” Setelah itu, Ayu menoleh ke arah Syakia dan meminta maaf, “Maaf, Kak Syakia. Ini semua salahku karena nggak menjelaskannya dengan baik. Kamu jangan marah sama Kak Kama, ya. Dia cuma terlalu perhatian padaku.”

“Buat apa kamu minta maaf sama dia! Jelas-jelas dia yang seharusnya minta maaf sama kamu!” seru Kama sambil memelototi Syakia.

Syakia menunduk untuk menyembunyikan rasa bencinya dan menjawab, “Yang dikatakan Kak Kama benar. Aku yang salah atas insiden 2 hari lalu. Aku yang seharusnya minta maaf sama Ayu.”

Apa boleh buat, Syakia bukan terlahir kembali 2 hari lalu.

Pada waktu yang sama di kehidupan lalu, Ayu merusak pakaian resminya dan menyalahkan Syakia atas semuanya. Ayu bahkan tidak perlu menunjukkan bukti apa pun. Dia hanya perlu menangis sambil memegang pakaian resminya yang rusak dan semua orang akan langsung menyalahkan Syakia.

Bagaimanapun juga, pada saat ini, Ayu sudah merusak reputasi Syakia dengan berbagai macam trik. Semua orang tahu bahwa Syakia merasa cemburu pada adiknya, juga sangat kejam, berpikiran sempit, dan tega menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Jadi, asalkan Ayu “ditindas”, semua orang akan mengira bahwa pelakunya adalah Syakia.

Setelah menekan seluruh rasa bencinya, Syakia baru tersenyum tipis pada Ayu dan berkata, “Setiap teringat perbuatanku 2 hari ini, aku nggak akan bisa tidur dan merasa sangat menyesal. Ayu, maaf ya.”

Setelah melihat ekspresi Syakia yang tulus, Ayu bahkan curiga bahwa orang yang berada di hadapannya bukanlah Syakia.

“Huh, kamu baru sadari kesalahanmu sekarang?” Kama mencibir, “Kalau orang sekejam kamu bukan adik kandungku, aku sudah kurung kamu ke penjara supaya kamu disiksa di sana!”

Syakia juga diam-diam mencibir dalam hati. Adik kandung? Cih, dia sudah lama tidak ingin menjadi adik orang seperti Kama.

Pada hari ini di kehidupan sebelumnya, Syakia dihajar Kama karena tidak bersedia meminta maaf pada Ayu. Selain wajah, sekujur tubuhnya dipenuhi dengan luka memar. Jelas-jelas, hari ini juga merupakan hari upacara kedewasaannya. Namun, Kama sama sekali tidak kasihan padanya.

Di antara keempat kakak Syakia, Kama dan Kahar yang merupakan saudara kembar memiliki temperamen paling buruk. Kama memiliki sifat yang meledak-ledak. Saat memanjakan Syakia dulu, dia bisa menghajar semua orang yang menindas Syakia.

Namun, setelah tidak menyayangi Syakia, Kama juga tidak akan ragu untuk memukul Syakia. Terutama ketika Syakia berselisih dengan Ayu. Begitu Ayu menangis, Syakia pasti akan dipukul.

Syakia menggigit bibirnya. Kama jauh lebih tinggi dan kuat darinya. Jika melawan Kama sekarang, yang akan rugi hanyalah dirinya sendiri. Oleh karena itu, dia memilih untuk menunduk. Namun, dia tidak peduli. Di kehidupan ini, dia memiliki waktu untuk membalaskan dendamnya secara perlahan.

Hanya saja, berhubung Syakia meminta maaf tanpa ragu, malah ada orang yang merasa tidak cukup.

“Kak Kama, Kak Syakia sudah minta maaf. Kita akhiri saja masalah ini. Lagian, ini juga bukan masalah besar. Tapi, tanpa pakaian resmi, aku sepertinya sudah nggak bisa hadir dalam upacara kedewasaan hari ini,” ujar Ayu dengan nada ketakutan.

Setelah mendengar ucapan itu, Kama yang awalnya sudah berniat untuk mengakhiri masalah ini pun merasa kasihan pada Ayu.

“Nggak bisa! Masalah ini nggak boleh diakhiri dengan begitu saja! Kali ini, dia merusak pakaian resmimu. Lain kali, entah tindakan jahat apa lagi yang akan dilakukannya. Aku harus kasih dia sedikit pelajaran biar dia jera!”

Seusai berbicara, Kama langsung menoleh dan memelototi Syakia sambil berseru, “Kamu yang merusak pakaian resmi Ayu. Jadi, kamu harus serahkan pakaian resmimu kepada Ayu! Tanpa pakaian resmi, kamu sudah nggak perlu hadir di upacara kedewasaan hari ini lagi!”

Ada secercah cahaya yang melintasi mata Ayu. Syakia tentu saja tidak melewatkan hal itu dan tidak merasa terkejut. Bagaimanapun juga, Ayu merusak pakaian resminya dan menyalahkan Syakia karena ingin mendapatkan pakaian resmi Syakia.

Sebenarnya, pakaian resmi upacara kedewasaan Syakia itu dipesan khusus oleh keempat kakaknya dari setahun lalu.

Hiasan rambutnya terbuat dari benang emas yang dililitkan pada giok, sedangkan gaunnya terbuat dari kain sutra terbaik yang memiliki bordir kupu-kupu. Baik dari segi bahan maupun pembuatan, kualitasnya merupakan yang terbaik di ibu kota.

Saat membuat pakaian ini dulu, kakak-kakak Syakia mengatakan bahwa mereka ingin membuat adik kesayangan mereka menjadi gadis yang paling dicemburui orang lain di ibu kota. Sayangnya, “adik kesayangan” mereka itu sudah berubah menjadi orang lain.

Melihat Syakia yang diam saja, Kama mengira dia hendak menolak. Kama pun berkata dengan tidak senang, “Kenapa? Kamu nggak bersedia? Atau kamu sebenarnya bukan benar-benar menyadari kesalahanmu dan cuma mau menipuku dengan kata-katamu tadi? Huh! Kalau begitu, jangan salahkan aku bertindak kejam terhadapmu. Pokoknya, kamu harus serahkan ....”

“Oke,” jawab Syakia untuk menyela ucapan Kama.

Tanpa melirik Kama, Syakia langsung masuk ke kamar dan mengeluarkan pakaian resmi yang sudah dipersiapkan itu. Lagi pula, semua ini memang bukan miliknya.

Syakia menyerahkan pakaian itu sambil tersenyum tipis, “Ayu, nih. Sekarang, pakaian resmi ini sudah jadi milikmu. Cepat terima.”

Berhubung Syakia menyerahkan pakaian itu tanpa ragu, Ayu masih tercengang. Dia tidak menyangka Syakia akan menyetujui hal ini dengan semudah itu. Syakia seharusnya merengek, lalu membuat Kama sepenuhnya marah. Setelah itu, dinilai dari tabiat Kama, Kama akan memukulnya sampai dia menyerahkan pakaian itu.

Sekarang, kenapa Syakia menyetujui tanpa ragu? Ayu merasa ada yang tidak beres. Lebih tepatnya, dia merasa reaksi Syakia dari tadi sangat aneh. Kenapa Syakia bisa menerima hal ini dengan tenang? Apa Syakia sudah bisa menebak bahwa tujuannya adalah mendapatkan pakaian resmi ini? Oleh karena itu ... Syakia telah melakukan sesuatu pada pakaian ini?

Ayu sontak menunjukkan ekspresi merendahkan. Dia merasa seolah sudah berhasil menebak niat Syakia dan mencibir dalam hati, ‘Dasar bodoh! Lihat gimana aku akan bongkar kedokmu!’

Ayu berpura-pura ingin menerima pakaian resmi itu. Baru saja dia menyentuh pakaian itu, dia tiba-tiba berseru kesakitan, “Ah! Kak Kama, sakit banget!”

Ayu membuang pakaian resmi itu ke lantai, lalu langsung melemparkan diri ke dalam pelukan Kama dengan ekspresi ketakutan.

Kama secara refleks mengulurkan tangannya untuk melindungi Ayu dan mendorong Syakia. Kemudian, dia langsung membentak, “Syakia Angkola! Apa lagi yang kamu lakukan pada Ayu!”
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
NURJANNAH NURJANNAH
sangat bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 695

    "Plak! Plak! Plak ...."Ayu yang gemetar menampar wajahnya sendiri dengan kuat berkali-kali. Untuk mencegah luka di sisi wajah lainnya terbuka, dia mau tak mau hanya bisa menampar sisi yang sama. Jadi, hanya setelah beberapa tamparan, separuh wajahnya sudah bengkak."Ayu, berhenti! Syakia, nggak, Putri Suci! Aku panggil kamu Putri Suci, oke? Ayu sudah menampar dirinya sendiri dan kamu juga sudah puas. Itu sudah cukup, 'kan?"Kahar ingin melangkah maju untuk menghentikannya. Namun, sebelum Syakia sempat mengatakan apa-apa, Ayu tiba-tiba berseru, "Nggak! Kak Kahar, jangan kemari!"Ayu menggertakkan giginya, kepalanya tertunduk dan suaranya dipenuhi ketakutan. "Ini salahku. Aku pantas dipukuli. Aku memang pantas dipukuli. Selama Putri Suci puas, aku akan melakukan apa pun!"Jika pengawal itu memberi tahu Syakia mengenai trik kecilnya dan Syakia marah, Ayu tidak akan selamat hari ini. Lebih baik dia merendahkan diri sekarang dan memuaskan Syakia. Setidaknya, dia bisa menyelamatkan nyawanya

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 694

    Syakia langsung mendengus. Ayu benar-benar memiliki terlalu banyak trik kecil hingga membuat orang merasa jijik dan jengkel."Tanganku sudah sakit. Lebih baik kamu melakukannya sendiri." Syakia duduk di kursi utama dan menatap Ayu sambil tersenyum sebelum melanjutkan, "Aku percaya Nyonya Pendamping pasti akan membuatku puas, 'kan?"Puas? Omong kosong! Gadis jalang ini memintanya untuk memukul dirinya sendiri? Ayu masih berpikir bahwa jika Syakia menamparnya, dia akan mengambil kesempatan untuk menabur racun di jarinya ke Syakia tanpa diketahui orang lain. Sekarang, Syakia malah duduk di sana tanpa bergerak sama sekali!Hanya ada jarak tiga langkah di antara mereka berdua. Ayu sedang berpikir apakah dirinya harus bertindak atau tidak. Jika dia tidak bertindak, tidak akan ada peluang sebagus ini lagi setelahnya. Namun, jika bertindak secara langsung, itu akan terlalu terang-terangan dan mudah diekspos ....Ayu pun merasa ragu. Dua pemikiran itu tidak berhenti bergulat dalam pikirannya. D

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 693

    "Senyumannya terlalu jelek, aku nggak suka," ujar Syakia sambil tersenyum mengejek."Kalau begini? Begini? Atau begini?"Adika menarik-narik wajah Ranjana untuk membuat berbagai macam ekspresi lucu dan konyol. Setelah dipermainkan seperti ini oleh Adika, wajah Ranjana yang awalnya pucat akhirnya terlihat sedikit memerah. Namun, entah itu karena marah atau merasa sakit.Ranjana cukup bersabar. Meskipun dia dipermalukan seperti itu, dia masih tetap bertahan dan tidak melawan. Akan tetapi, amarah dan kebencian di dalam hatinya sudah mencapai puncak. Matanya menatap Syakia lekat-lekat.Syakia sangat akrab dengan tatapannya itu. Ketika Keluarga Angkola ingin membunuhnya di kehidupan lampau, tatapan Ranjana juga seperti ini.'Bersabarlah. Kak Ranjana tersayang, sebaiknya kamu bersabar sepanjang hidupmu. Gimanapun, adikmu ini nggak akan biarkan kamu mati dengan semudah itu. Sampai kamu sudah nggak sanggup bersabar, itulah hari kematianmu. Aku akan membuatmu menyesal,' gumam Syakia dalam hati

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 692

    Bahkan Pangeran Pemangku Kaisar sudah memintanya untuk bertindak, jika masih merasa sungkan, Syakia tentu saja akan mengecewakan niat baiknya.Setelah memikirkan hal ini, Syakia mengangkat tangannya dan menampar wajah Ranjana yang ditahan oleh Adika tanpa ragu"Plak!"Suara tamparan ini sangat nyaring. Syakia sama sekali tidak mengurangi kekuatannya karena ancaman Ranjana tadi.Dalam sekejap, rasa sakit yang menyengat menyebar di wajah kiri Ranjana. Dia bahkan merasa pusing untuk sesaat. Dia menahan perasaan ingin muntah. Bukan karena pusing, melainkan karena merasa terhina.Perasaan terhina yang kuat ini membuat Ranjana sangat ingin membalas tamparan itu. Sayangnya, dia sama sekali tidak bisa melakukannya sama sekali."Sudah puas?"Ranjana yang berusaha menerima penghinaan ini memandang Syakia dengan dingin. Dia pikir semuanya sudah berakhir, tetapi Syakia hanya tersenyum tipis dan menggeleng. "Belum, itu masih belum cukup."Segera setelah selesai berbicara, Syakia mengangkat tanganny

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 691

    "Kamu lagi mengancamku?" tanya Damar sambil memicingkan matanya. Tatapannya terlihat tajam."Sangat jelas bahwa jawabannya adalah iya."Syakia memang sedang mengancam Damar, tetapi memangnya kenapa meskipun begitu? Sekarang, nyawa Ayu ada di tangannya. Meskipun Damar tidak tahu, yang penting Ayu mengetahuinya."Ayah!"Seperti yang diharapkan, setelah Syakia melontarkan kata-kata itu, ekspresi Ayu langsung berubah secara drastis. Dia buru-buru melangkah maju untuk meraih Damar."Lupakan saja, Ayah. Semuanya ini kesalahan Ayu. Ayu yang bersalah dan nggak seharusnya menanyakan hal itu!"Ayu yang sebelumnya masih diam-diam merasa bangga akhirnya teringat bahwa nyawanya masih ada di tangan orang lain. Seberapa bangga dirinya sebelumnya, seberapa menyesal pula dia sekarang.Gadis sialan itu lagi-lagi mengancamnya! Ayu sangat marah, tetapi juga tidak dapat melakukan apa-apa terhadap Syakia. Hari ini adalah hari terakhir. Jika dia tidak mendapatkan obat penawar hari ini, dia akan mati!Ayu ten

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 690

    Syakia berkata sambil tersenyum, "Kebetulan, masih ada orang lain yang ingin kupukul."Senyum "pengawal" itu makin lebar. "Putri Suci tunggu sejenak."Begitu selesai berbicara, dia meninggalkan sisi Syakia lagi dan berjalan ke bawah. Entah kenapa, ketika melihatnya turun, hati semua orang tiba-tiba diliputi ketakutan.Kahar yang awalnya mengadang di depan Syakia, Joko yang berdiri di samping, para pengawal Keluarga Angkola, bahkan Ayu dan orang lain yang berdiri di sebelah Ranjana juga tanpa sadar melangkah mundur. Hal ini pun secara tidak langsung membuka jalan bagi "pengawal" itu dan mengekspos Ranjana yang duduk di kursi roda. Berhubung tadi dia jatuh dengan cukup serius, dia sama sekali tidak dapat menggerakkan kursi rodanya saat ini. Selain itu, "pengawal" itu juga telah berhenti di depannya."A ... apa maumu?"Ranjana menggertakkan giginya dengan erat dan menatap "pengawal" di depannya. "Aku ini putra keempat Adipati Pelindung Kerajaan, aku .... Ah!"Sebelum Ranjana sempat menye

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status