Share

Bab 4

Penulis: Emilia Sebastian
Syakia pun tersandung dan menabrak meja rias. Dia menggigit bibirnya erat-erat. Di kehidupan sebelumnya, dia sudah banyak dicelakai oleh Ayu. Begitu melihat tampang Ayu sekarang, dia langsung tahu bahwa Ayu pasti ingin menggunakan trik kotor lagi. Dia memungut pakaian resmi itu dari lantai.

“Aku juga nggak tahu apa yang kulakukan sampai Ayu bisa bereaksi seperti itu. Gimana kalau Ayu jelaskan padaku?”

“Kamu sendiri yang tahu paling jelas apa yang sudah kamu perbuat!” bentak Kama sebelum Ayu sempat berbicara.

Tatapan Syakia terlihat makin dingin. Dulu, dia tidak menyadarinya. Sekarang, dia merasa Kama sangatlah buta. Kama bahkan tidak dapat membedakan siapa sebenarnya yang melakukan trik kotor, padahal dia sudah menyaksikan seluruh kejadiannya sendiri. Mungkin saja dia juga hanya akan tetap percaya pada ucapan seseorang meskipun sudah melihat jelas.

Kama memelototi Syakia untuk sesaat, lalu menepuk-nepuk pundak Ayu dan menghibur dengan nada lembut, “Ayu, jangan takut. Katakan saja apa yang terjadi pada Kakak. Apa pun yang terjadi, Kakak akan membelamu.”

Gerak-gerik kedua orang itu sangatlah mesra. Namun, Kama seperti tidak menyadarinya dan sama sekali tidak merasa malu.

Ayu menjawab dengan berlinang air mata, “Kak Kama, aku ... sakit banget.”

Ayu selalu tahu bagaimana cara menipu Kama yang bodoh dan suka bertindak impulsif. Dia tidak perlu menjelaskan apa-apa. Hanya dengan beberapa patah kata, dia sudah bisa membangkitkan amarah Kama.

Sesuai dugaan, begitu melihat tampang memelas dan tidak berdaya Ayu, Kama langsung murka. Berhubung Ayu tiba-tiba berteriak kesakitan setelah menyentuh pakaian resmi Syakia, sebuah skenario secara alami terbentuk dalam benaknya.

“Plak!” Kama langsung menampar Syakia.

“Hebat sekali kamu, Syakia! Aku kira kamu bersedia berikan pakaian resmimu karena benar-benar tulus mau minta maaf. Tak disangka, kamu begitu kejam dan sudah melakukan sesuatu pada pakaiannya!”

Pipi kiri Syakia terasa sangat perih. Dia menggertakkan giginya dengan penuh kebencian. Dia harus meninggalkan Keluarga Angkola. Jika dia lanjut tinggal di sini, tidak peduli apa pun yang dilakukannya, semua orang tetap akan membela Ayu.

Hanya dengan meninggalkan rumah ini, Syakia baru memiliki kesempatan untuk balas dendam. Namun, sebelum itu, dia harus terlebih dahulu menjalani upacara kedewasaan hari ini. Sebab, masih ada perjanjian pernikahan yang harus ditanganinya di upacara kedewasaan.

Mengenai Kama yang melarangnya untuk menghadiri upacara kedewasaan .... Heh! Meskipun dia adalah putra kedua Keluarga Angkola, dia masih tidak layak membuat keputusan dalam Kediaman Adipati.

Semua penduduk ibu kota tahu bahwa kedua putri Keluarga Angkola akan mengadakan upacara kedewasaan hari ini. Jika Syakia tidak muncul, hal itu akan menimbulkan berbagai macam spekulasi. Ayahnya tidak mungkin membiarkan hal seperti ini terjadi.

Syakia mengesampingkan pemikirannya, lalu meletakkan pakaian resmi itu ke meja dan berkata, “Kak Kama, kalau kamu merasa ada masalah dengan pakaiannya, silakan periksa.”

Syakia sudah malas berbicara dengan orang buta dan tuli yang hanya tahu melakukan kekerasan. Seusai berbicara, dia langsung berbalik dan masuk ke kamar. Kemudian, dia mencari setelan gaun berwarna biru muda dan mengganti pakaiannya.

Pada saat yang sama, Kama yang berada di luar masih berseru marah, “Huh! Oke! Periksa, ya periksa! Kalau aku ketemu bukti kamu melakukan sesuatu pada pakaian ini, aku pasti akan menghukummu dengan berat!”

Setelah sesaat, Syakia sudah selesai berganti pakaian. Sementara itu, pakaian resmi yang awalnya terlipat rapi sudah menjadi kusut karena dibolak-balik oleh Kama. Ayu yang berada di sampingnya juga menjulurkan kepala untuk mengamati pakaian itu.

Ayu tidak melakukan apa-apa terhadap pakaian itu karena merasa yakin bahwa Syakia sudah melakukan sesuatu. Jadi, dia tidak berhenti mengamatinya. Namun, setelah Kama membolak-balik pakaian itu beberapa kali, mereka tetap tidak menemukan apa-apa.

Ayu pun mengerutkan keningnya. Apa mungkin tebakannya salah?

Saat mendengar suara langkah kaki, kakak beradik itu baru mendongak dan melihat Syakia yang sudah berganti pakaian berjalan keluar.

Dulu, Syakia sangat jarang mengenakan pakaian sesederhana ini. Namun, dengan memiliki paras yang menonjol, saat ini dia terlihat sangat anggun, lembut, dan memancarkan aura luar biasa mengesankan. Dibandingkan dengan Syakia yang selalu berpakaian mewah dulu, dia terlihat seperti orang yang sepenuhnya berbeda sekarang.

Ada kecemburuan yang melintasi mata Ayu. Dia paling benci pada wajah Syakia. Begitu melihatnya, dia sangat ingin langsung mencakar dan menghancurkan wajah cantik itu!

Syakia yang merasakan dirinya ditatap dengan penuh niat jahat pun mendongak dan bertemu pandang dengan Ayu.

Ayu tidak menyangka Syakia sesensitif itu. Dia tertegun sejenak dan tidak sempat menyembunyikan ekspresi jahatnya. Setelah itu, dia baru buru-buru mengubah ekspresinya.

Syakia tersenyum sinis dalam hati. Dia melirik pakaian resmi yang sudah kusut itu sambil bertanya, “Gimana? Sudah ketemu sesuatu?”

Kama yang tidak menemukan apa-apa terlihat agak kesal. Sebelum dia sempat berbicara, Ayu terlebih dahulu berkata, “Kak Syakia, jangan marah. Tadi, tanganku tiba-tiba kram. Kak Kama terlalu perhatian padaku. Begitu dengar aku kesakitan, dia langsung salah paham.”

Ayu menunjukkan ekspresi bersalah, lalu menjulurkan lidahnya dengan sok imut dan melanjutkan dengan nada manja, “Maaf, Kak Syakia. Jangan salahkan Kak Kama, ya. Salahkan saja aku.”

“Kenapa kamu harus disalahkan? Yang seharusnya disalahkan itu dia sendiri!” Kama mengerutkan keningnya dengan tidak setuju. Dia melirik Syakia sekilas, lalu menyindir, “Kalau bukan karena ada orang yang biasanya berhati jahat dan sering lakukan hal buruk, aku juga nggak mungkin berpikir begitu. Dia memang pantas dituduh!”

Syakia lagi-lagi merasa jijik pada kedua orang itu. Dia mengambil pakaian resmi itu, lalu bertanya pada Ayu dengan dingin, “Kamu mau pakaian ini atau nggak? Kalau mau, ambillah.”

Ayu tentu saja menginginkan pakaian resmi itu. Namun, dia sudah salah mengambil langkah sebelumnya. Meskipun menginginkannya, dia juga tidak boleh menerimanya pada saat-saat seperti ini. Oleh karena itu, dia sengaja bersikap sok baik dan murah hati.

“Sudahlah. Aku tahu Kak Syakia paling suka sama pakaian resmi ini. Kak Syakia pasti nggak rela memberikannya padaku. Tadi, aku sudah buat Kak Kama nggak sengaja salah paham padamu. Anggap saja kita impas. Kak Syakia nggak perlu ganti rugi. Lagian, kita itu kan kakak beradik!”

Ayu merasa dirinya masih memiliki waktu dan tidak perlu terburu-buru merebut pakaian resmi itu sekarang. Intinya, dia pasti mendapatkan apa pun yang diinginkannya. Lagi pula, setelan pakaian resmi itu juga bukan untuk dipakai sekarang, melainkan pada upacara kedewasaan nanti. Jadi, dia akan bersabar.

Ekspresi Kama terlihat sedikit membaik. Dia mengangkat dagu dan berkata dengan sombong, “Sudah dengar? Ayu bilang kalian sudah impas. Jadi, kamu boleh simpan balik pakaian itu. Tapi, jangan kira masalahnya sudah berakhir. Kalau kamu masih berani tindas Ayu lagi ke depannya, aku .... Ngapain kamu!”

Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Kama tiba-tiba membelalak. Dia menatap Syakia dengan ekspresi tidak percaya.

“Srek!” Syakia mengambil gunting dan langsung menggunting setelan pakaian resmi itu sampai hancur tanpa ragu.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 675

    Ranjana mencibir, "Kalian nggak berani bertindak karena takut Keluarga Darsuki membalas dendam, 'kan? Percaya nggak? Kalau hari ini kalian nggak bertindak, kalian juga akan mati di sini!"Para pengawal seketika bergidik dan berlutut. "Tuan Ranjana, jangan marah! Tuan Ranjana, ampunilah kami!""Sudah kubilang, bertindak sekarang juga! Bunuh dia!"Ranjana melempar tungku pemanas di tangannya ke lantai. Tungku pemanas itu menghantam kepala salah satu pengawal dengan kuat hingga kepalanya langsung berdarah. Namun, para pengawal masih tidak berani berdiri."Dasar sekelompok pecundang! Kalian diberi makan di rumah ini, tapi kalian masih berani melawan majikan kalian!"Saat ini, Panji yang tergeletak di lantai bangkit dengan susah payah dan mencoba melarikan diri. Dia benar-benar takut pada Ranjana. Saat menggila, Ranjana benar-benar tidak manusiawi!Jadi, selagi para pengawal tidak berani bertindak dan Ranjana tidak bisa bergerak, dia harus bergegas pergi meminta bantuan. Selama ada Damar da

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 674

    "Coba saja kalau kalian berani! Aku ini ahli waris Keluarga Darsuki!"Melihat Ranjana berani memerintahkan orang untuk menghajarnya, Panji meraung marah.Para pengawal yang memegang tongkat merasa ragu. Mereka tahu identitas Panji, tetapi majikan mereka sudah memberi perintah. Oleh karena itu, ketika berbalik dan melihat tatapan tajam Ranjana, mereka tidak berani ragu lagi. Mereka pun menerjang maju, lalu memukul Panji dengan tongkat mereka.Panji yang dikepung tidak punya tempat untuk bersembunyi. Dalam seketika, tongkat-tongkat setebal lengan itu menghantamnya dengan kuat secara bergantian dan membuatnya menjerit kesakitan.Dia segera melindungi kepalanya, menjerit kesakitan sambil berseru, "Sialan! Ranjana! Cepat suruh mereka berhenti!"Ranjana tidak mungkin menyuruh mereka berhenti. Saat ini, amarah dan frustrasi dalam hatinya perlu dilampiaskan. Masih mending jika Panji tetap berada di aula utama, tetapi dia malah berani berkeliaran di luar. Bagaimana mungkin Ranjana melewatkan ke

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 673

    Sudah lama sejak terakhir kali Panji mengunjungi Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan. Anehnya, dia malah merasa sedikit rindu. Oleh karena itu, setelah meninggalkan aula utama, dia berkeliling di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan sendirian.Saat berjalan-jalan, entah kenapa Panji teringat Syakia yang hadir di upacara pernikahan hari itu. Dia pun pergi ke tempat tinggal Syakia dulu. Namun, sebelum sampai di tempat tujuannya, seseorang menghentikannya. Ternyata itu adalah Ranjana yang telah diusir Damar sebelumnya.Panji memperlambat langkahnya, lalu menatap Ranjana yang duduk di kursi roda 3 meter di depannya. Tatapannya beralih ke kakinya yang lumpuh."Ranjana, kok kamu ada di sini? Bukannya Paman minta kamu pergi ke dapur bersama Kak Kahar ....""Kamu nggak seharusnya menikahinya."Panji mulai berbicara dengan canggung, tetapi sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, Ranjana tiba-tiba menyela. Panji pun terdiam dan menatapnya.Ranjana duduk diam di kursi rodanya, wajah tampannya

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 672

    Sayangnya, Ayu sama sekali tidak patuh. Dia bahkan menolak menurut pada Damar dalam hal memilih suami dan bersikeras melakukan sesuatu yang begitu memalukan. Selain mempermalukan Keluarga Angkola, tindakan Ayu lebih mempermalukan Damar lagi.Sekarang, di seluruh ibu kota, siapa di antara para orang yang mengetahui kejadian ini dan tidak diam-diam menertawakan Damar? Demi putri haram, seorang ayah malah mengusir putri sahnya.Tidak masalah jika putri haram itu mengungguli putri sahnya. Namun, kini putri sah yang tak disukai itu begitu terkenal, juga diangkat menjadi Putri Suci yang berpangkat tinggi. Sementara itu, putri haram yang disayangi malah tercoreng reputasinya dan rela menjadi istri pendamping orang lain.Dengan memakai kata yang enak didengar, dia memang adalah istri pendamping. Kasarnya, dia tetap hanyalah seorang selir.Jadi, bukan hanya Ayu yang ditertawakan, tetapi juga Damar, sang ayah yang dulu memegang kendali penuh atas segalanya. Maka dari itu, mustahil untuk mengatak

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 671

    Setelah masuk, Panji akhirnya menyadari tatapan Kahar dan yang lainnya. Dia pun merasa bingung dan bertanya, "Kak Kahar, Ranjana, kenapa kalian menatapku seperti itu?"Tatapan itu terasa sangat meresahkan.Namun, Panji malah masih tidak sadar dan melontarkan kata-kata itu tanpa berpikir panjang.Damar yang berjalan di depan mendengarnya dan melirik ke belakang dengan penuh peringatan. Kemudian, dia berkata kepada Kahar dan Ranjana dengan dingin, "Kenapa kalian masih nggak pergi suruh orang untuk siapkan makan siang? Apa aku harus pergi sendiri?"Wajah Kahar menjadi muram. "Memangnya nggak bisa suruh pelayan yang melakukannya?"Dia masih harus mengawasi Panji. Kemudian, dia ingin bertanya kepada Ayu apakah Panji menindasnya.Ranjana juga menyahut, "Ayah, kakiku nggak bebas bergerak. Aku tetap di sini saja."Omong-omong, yang menyebabkan Ranjana menjadi lumpuh sebenarnya adalah Panji. Ketika Panji datang ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan untuk melamar Ayu dengan tusuk konde patah,

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 670

    Laras menatap Bima cukup lama sebelum tiba-tiba tersenyum. "Ayah, kamu rahasiakan rencana sebesar ini dari Ibu dan Kakak, tetapi malah mengundangku untuk bergabung. Apa kamu nggak takut aku akan merusak rencanamu?" "Kamu sangat pintar."Bima tersenyum dan berkata, "Meski kamu itu cuma putri seorang selir, status itu nggak ada hubungannya dengan kecerdasan. Sama seperti ibumu dan kakak. Meski mereka itu istri dan putri sahku, mereka benar-benar bodoh. Untuk jalankan rencana besarku, aku nggak butuh orang bodoh.""Laras, putriku yang baik, kamu seharusnya mengerti, 'kan? Kamu ... nggak punya pilihan lain, lho."Sebelum Laras kembali ke ibu kota, Bima telah mengaturkan status baru untuknya, yaitu putri sah ketiga Keluarga Panjalu. Status aslinya sebagai putri kedua selir telah dihapus dengan alasan "kematian akibat sakit".Jadi, sejak mendengar kabar itu, Laras tahu bahwa Bima punya niat jahat. Undangan untuk bergabung dalam rencana besar ini sebenarnya hanyalah bentuk pemberitahuan dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status