Share

Maaf, aku terlambat

Author: Azitung
last update Last Updated: 2025-10-24 08:13:50

​Sebelum Hasa pergi meninggalkan kamar hotel, mereka berjanji akan bertemu dua hari lagi, untuk membahas perjanjian yang berisi syarat dari Hasa dan Dama.

​Dia tidak pulang ke rumah Rene, melainkan ke rumah tempatnya membuat guci. Selama ini Hasa punya rumah kecil di pinggir kota, rumah yang sengaja disewa untuk pekerjaannya. Suasana hatinya sedikit membaik hingga membuatnya ingin kembali membentuk tanah liat itu. Tapi, sebelum itu Hasa membeli makanan instan dan camilan untuk bekalnya sampai sore hari.

​Baru saja mendudukkan diri di kursi kayu, suara pintu dibuka paksa dari luar terdengar. Hasa terperanjat, dia tau siapa yang datang. Sarah masuk dengan mata menyala marah, dia langsung menghampiri Hasa dan melayangkan tangannya ke udara, dengan cepat Hasa menahannya. Lalu mata mereka bertemu tajam.

​Sarah heran, tidak biasanya Hasa seperti ini, menghindari pukulannya, biasanya dia hanya pasrah dan tidak punya keberanian untuk melawan ataupun membalas tatapannya. Ada perubahan pada diri Hasa dan itu membuatnya geram.

​Sarah menarik tangannya kasar. "Apa yang kau rencanakan, ha? Kenapa kau bersama dengan Dama Huston?" Sarah tidak tahan lagi untuk menahan amarahnya.

​"Seperti yang ibu lihat di media, kami bertemu lalu masuk ke dalam kamar yang sama," ucap Hasa sengaja memprovokasi. Nada bicaranya dingin dan menantang.

​"Dasar murahan!" Maki Sarah. Lagi-lagi tangannya melayang di udara, tapi Hasa berhasil menangkisnya hingga membuat Sarah bertambah murka.

​"Kuperingatkan kau, jauhi Dama dan jangan menampakkan dirimu lagi di hadapannya."

​"Sayang sekali, kami sudah berjanji untuk bertemu kembali." Hasa tersenyum penuh kemenangan. Senyum yang semakin menyulut api kemarahan Sarah.

​"Setelah keluar dari rumahku kau jadi pembangkang sekarang, anak tidak terdidik."

​"Ya, aku tidak wajib mematuhi mu seperti dulu," balas Hasa tanpa rasa takut.

​"Kau...!" Kemarahan Sarah memuncak. Jarinya terulur menunjuk tepat di wajah Hasa. "Meskipun aku sudah mengusirmu harusnya kau tau diri, karena kemurahan hatiku kau bisa sekolah di tempat yang layak."

​"Tapi aku tidak pernah diperlakukan layak." Kalimat Hasa menusuk penuh kepahitan yang selama ini ia pendam.

​"Tetap saja kau berhutang padaku, jadi tau diri saja sebagai manusia."

​"Yang kau berikan padaku tidak sebanding dengan apa yang kau curi dariku." Hasa tetap berdiri tanpa gentar.

​"Apa maksudmu?" Sarah mulai gelisah, firasat buruk mulai menghantuinya.

​"Aku tau berapa harga dari guci yang kubuat," ucap Hasa.

​Wajah Sarah langsung tegang, dia tidak menyangka Hasa sudah tau tentang harga guci yang dibuatnya. Sarah tampak menelan ludah.

​"Hasa kau berubah, ini bukan dirimu yang biasanya." Sarah sengaja melunak.

​"Aku menyukai diriku yang sekarang, seharusnya aku berubah lebih awal sehingga kalian tidak bisa memanfaatkanku."

​Sarah berlagak tidak mengerti, "Jangan bilang kau ingin balas dendam pada keluarga kami?"

​"Tebakan anda benar, tunggu saja apa yang akan kulakukan pada keluarga kalian." Hasa tidak menyangkalnya.

​"Sepertinya kau sudah bosan hidup ya?" Sarah tersenyum licik dia berjalan ke arah guci yang sudah selesai dibuat hanya saja belum diberi motif lalu...

​Prang...

​Dengan sengaja Sarah menjatuhkan guci itu hingga berserakan di lantai, dia lakukan itu untuk memancing amarah Hasa. Suara pecahan guci melukai hati Hasa.

​"Aku bisa melakukan hal yang sama padamu seperti guci ini, hancur," katanya lalu berpaling meninggalkan rumah yang terbuat dari kayu itu.

​Hasa benar-benar kesal, guci itu hampir selesai di buatnya tapi dengan mudahnya Sarah memecahkannya. Ia mengepalkan tangan menahan gejolak emosi.

​"Dasar tidak punya hati," pekiknya pelan.

​Sarah kembali ke rumah dimana Morena sudah menantinya sejak tadi. Dia menatap kedatangan ibunya tanpa Hasa. Kekhawatiran tampak jelas di mata Morena.

​"Di mana dia? Kenapa ibu tidak membawanya? Apa ibu sudah memberinya pelajaran?" Panik, itulah yang di alami Morena saat ini.

​Sarah menggenggam kedua bahu putri kesayangannya itu. "Tenangkan dirimu," bisiknya.

​Morena kembali bereaksi. "Bagaimana mungkin aku bisa tenang, dia mengambil calon suamiku."

​"Morena, belum tentu seperti itu. Kau pikir orang seperti Dama Huston itu akan menyukai yatim piatu seperti Hasa? Mereka keluarga terpandang yang mementingkan bibit-bebet dan bobot pasangan mereka. Kau pasti tau alasan ibu membuang Hasa, karena ibu tidak mau keluarga Huston menolak perjodohan itu karena kita punya anak adopsi." Sarah berusaha meyakinkan putrinya meski ia sendiri mulai meragukan rencananya.

​"Tapi mereka terlihat di kamar hotel yang sama, Bu. Mereka pasti telah melakukan sesuatu, Hasa pasti menggoda calon suamiku." Air mata Morena hampir jatuh, bayangan Hasa dan Dama memenuhi benaknya.

​Sarah segera menariknya dalam pelukan. ​"Kau harus tenang agar bisa berpikir jernih," ucap Sarah sambil mengelus punggung Morena lembut.

​"Ibu, lakukan sesuatu, tolong atur pertemuanku dengan Dama Huston," pinta Morena pada akhirnya.

​"Sayang, mereka orang sibuk, tidak semudah itu membuat janji." Sarah sendiri ragu untuk melakukannya.

​"Ibu belum mencobanya, tapi sudah bilang tidak bisa. Ibu mau aku kalah dari si jalang Hasa?" Morena terus memaksa.

​Seumur hidup Morena tidak ada satupun permintaannya ditolak oleh Sarah. Melihat kesedihan putrinya dia pun tidak tega. 

Sarah menghela napas panjang, ia akan melakukan apapun demi putrinya. Sarahpun mencari nomor Nenek Mori, wanita yang paling berkuasa di keluarga Huston. Yang pernah melakukan perjanjian itu di masa lalu.

Hasa datang ke alamat yang diberikan Dama. Hari ini mereka akan menentukan rencana pernikahan kontrak itu, Dama sudah menunggu di sofa, tapi dia belum memesan minuman. Dama tampak tenang dan berwibawa, memancarkan aura dingin yang membuat orang sungkan mendekat.

​Suara seseorang memecah pendengarannya. "Hai, selamat siang! Boleh aku duduk di sini?"

​Orang itu adalah Morena, dia datang sebelum Hasa tiba. Morena duduk tanpa diundang, senyum manis terpancar di wajahnya, berusaha menarik perhatian Dama. Sapaan ramahnya hanya disambut datar oleh Dama. Morena merasa sedikit kesal karena diabaikan, ia tidak terbiasa dengan perlakuan dingin seperti ini.

​"Oh, aku lupa memperkenalkan diri. "Aku Morena putri tunggal keluarga Halyas." Uluran tangan Morena menggantung di udara tak ada sambutan dari Dama. Rasa malu dan kesal Morena memuncak, namun ia berusaha keras mempertahankan senyumnya.

​Tapi anehnya Dama tersenyum ke arahnya. Wajah Morena langsung berbinar, merasa usahanya akhirnya berhasil. Jantungnya berdebar, mengira senyum itu ditujukan padanya.

​"Maaf, aku terlambat!" ucap Hasa yang telah berdiri di belakang Morena. Senyum tipis Dama langsung menghilang dari wajah Morena, karena kini tatapan Dama tertuju jelas melewati bahunya, langsung pada Hasa. Morena menoleh, rasa cemburu yang menusuk memenuhi dadanya saat ia menyadari bahwa senyum langka itu sebenarnya ditujukan untuk Hasa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Maaf, aku terlambat

    ​Sebelum Hasa pergi meninggalkan kamar hotel, mereka berjanji akan bertemu dua hari lagi, untuk membahas perjanjian yang berisi syarat dari Hasa dan Dama.​Dia tidak pulang ke rumah Rene, melainkan ke rumah tempatnya membuat guci. Selama ini Hasa punya rumah kecil di pinggir kota, rumah yang sengaja disewa untuk pekerjaannya. Suasana hatinya sedikit membaik hingga membuatnya ingin kembali membentuk tanah liat itu. Tapi, sebelum itu Hasa membeli makanan instan dan camilan untuk bekalnya sampai sore hari.​Baru saja mendudukkan diri di kursi kayu, suara pintu dibuka paksa dari luar terdengar. Hasa terperanjat, dia tau siapa yang datang. Sarah masuk dengan mata menyala marah, dia langsung menghampiri Hasa dan melayangkan tangannya ke udara, dengan cepat Hasa menahannya. Lalu mata mereka bertemu tajam.​Sarah heran, tidak biasanya Hasa seperti ini, menghindari pukulannya, biasanya dia hanya pasrah dan tidak punya keberanian untuk melawan ataupun membalas tatapannya. Ada perubahan pada dir

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Tidak bisa makan

    Hasa bangkit, dia mendapati paperbag di sampingnya, isinya sepaket pakaian wanita lengkap. Dia mandi dan mengganti baju. Cukup pas di tubuhnya dan yang membuat Hasa heran, baju ini sesuai dengan seleranya. Jeans yang tidak sempit juga kaos oblong longgar, kesehariannya memang menyukai pakaian casual seperti itu.Dama sudah menunggunya di meja yang sudah terisi oleh menu sarapan pagi. Hasa duduk menghampirinya."Sekretarisku tidak tau jenis make up yang biasa kau gunakan," ucap Dama."Ti- tidak apa-apa, aku-aku lebih suka seperti ini," kata Hasa. Dia merasa Dama terlihat berbeda, tidak semenakutkan yang diberitakan oleh orang-orang."Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Dama. Tangannya belum menyentuh sarapan, rasa penasarannya jauh lebih tinggi setelah tau asal-usul Hasa.Hasa sempat ragu tapi tetap saja menjawab. "Aku ingin kau menikahi ku.""Kau bukan bagian dari keluarga Halyas, memangnya apa yang bisa kau berikan padaku?"Hasa menatap heran. "Kau tau kalau aku bukan anak kandung k

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Tidak kuat minum

    "Akting yang luar biasa, prok...prok...prok...!" Dama bertepuk tangan tanpa melepaskan pandangannya dari sosok Hasa.Tubuh Hasa menegang, dia menatap sekeliling. Dalam hati ia bicara 'padahal cuma ingin bicara, tapi mengapa harus di tempat seperti ini.'"Bagaimana kalau kita wujudkan kehamilanmu malam ini?""A-apa?" Hasa terkejut bukan main."Cih!" Dama tersenyum tapi sama sekali tidak manis.Sedangkan Hasa nyalinya semakin menciut. Dalam hati dia menyesali keputusannya malam ini. Yang ingin dilakukannya adalah keluar dari tempat ini, tapi itu sepertinya mustahil karena dia sudah membangkitkan amarah seorang Dama dengan cara mempermalukannya di pesta."Huh, tempat ini panas, bagaimana kalau kita bicara di luar saja, udaranya lebih terbuka, hehe..." Hasa mengipas-ngipaskan tangannya berusaha tertawa untuk menutupi ketakutannya.Akting Hasa terlalu mudah ditebak, Dama mengambil remot AC lalu menurunkan suhunya ke yang paling rendah. Sontak Hasa menyilangkan tangannya di dada karena sang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Dama Huston

    Hasa melangkah masuk, degup jantungnya berpacu kencang. Musik jazz mengalun lembut, para tamu bergaun mahal saling bercengkerama. Matanya liar mencari sosok yang jadi tujuannya.Di sofa merah yang tak jauh dari Hasa, duduk dua orang pria muda yang paling mencolok di antara semuanya. Mereka cukup menyita perhatian terutama bagi kaum wanita, tapi semuanya menjaga jarak tidak ada yang berani duduk mendekat.Hasa ingat dari foto yang dia cari bahwa dua orang itu adalah tuan muda dari keluarga Huston. Hasa lalu melangkah anggun mendekati sofa. Ia meraih dua gelas minuman dari pelayan yang lewat, lalu dengan berani menaruhnya di meja mereka.Tanpa basa-basi, ia duduk tepat di sisi Dama, putra tertua dari keluarga Huston, sebuah tindakan yang tak seorang pun berani lakukan sejak tadi."Selamat malam calon suamiku!" ucapnya lantang.Ucapan itu sukses membuat dua kakak beradik Huston menoleh bersamaan. Banyak mata yang membelalak tak percaya. Wajah mereka berubah tegang, semua benar-benar pena

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Kita putus

    "Aku ingin kita putus," ucap Don, suaranya terdengar datar. Dia baru saja duduk di hadapan kekasihnya, Hasa.Di luar jendela kaca, petir menggelegar hebat, seakan mewakili hati gadis cantik yang duduk di hadapannya. Sudah tiga puluh menit Hasa menunggunya, mereka berjanji menghabiskan sore ini bersama, Don datang, namun yang terjadi adalah mala petaka."Sepolar Group gagal produksi dan mengalami kerugian, butuh dana besar untuk memulihkannya, orang tuaku ingin aku menikahi gadis pewaris dari keluarga kaya, bukan anak adopsi sepertimu," lanjut Don, membuat batin Hasa teriris.Hasa menunduk, jemarinya meremas ujung roknya sampai kusut. Matanya berkaca-kaca, bibirnya tertutup seolah tak bisa bersuara. Bunyi deras hujan di luar jendela menyatu dengan dadanya yang terasa sesak.Dia memang anak yang di adopsi dari panti asuhan oleh keluarga Halyas. Sebagai anak pungut Hasa sudah diberitahu bahwa dia tidak akan mewarisi harta keluarga Halyas sedikitpun, selain hanya diberi pendidikan saja."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status