Share

Tidak bisa makan

Author: Azitung
last update Last Updated: 2025-10-24 08:12:02

Hasa bangkit, dia mendapati paperbag di sampingnya, isinya sepaket pakaian wanita lengkap. Dia mandi dan mengganti baju. Cukup pas di tubuhnya dan yang membuat Hasa heran, baju ini sesuai dengan seleranya. Jeans yang tidak sempit juga kaos oblong longgar, kesehariannya memang menyukai pakaian casual seperti itu.

Dama sudah menunggunya di meja yang sudah terisi oleh menu sarapan pagi. Hasa duduk menghampirinya.

"Sekretarisku tidak tau jenis make up yang biasa kau gunakan," ucap Dama.

"Ti- tidak apa-apa, aku-aku lebih suka seperti ini," kata Hasa. Dia merasa Dama terlihat berbeda, tidak semenakutkan yang diberitakan oleh orang-orang.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Dama. Tangannya belum menyentuh sarapan, rasa penasarannya jauh lebih tinggi setelah tau asal-usul Hasa.

Hasa sempat ragu tapi tetap saja menjawab. "Aku ingin kau menikahi ku."

"Kau bukan bagian dari keluarga Halyas, memangnya apa yang bisa kau berikan padaku?"

Hasa menatap heran. "Kau tau kalau aku bukan anak kandung keluarga Halyas?"

Dama hanya menaikkan kedua alisnya. "Perjodohan antar keluarga Huston dan Halyas terjadi dua puluh tahun yang lalu oleh para tetua, dan perlu kau tau zaman sudah berubah dan aku tidak menganggap itu serius, jadi lupakan tentang perjodohan," kata Dama tegas.

Harapan Hasa langsung kandas, dia seharusnya tau diri dan mundur. Meskipun pernikahan ini bohongan tetap saja orang kaya tidak akan mau rugi. "Kalau begitu, aku minta maaf tentang kejadian malam tadi." Hasa pamit undur diri.

"Kau menyerah?" Pertanyaan Tama membuat Hasa tak jadi melangkah. "Segitu saja usahamu untuk mendapatkan aku?"

Hasa tidak mengerti.

"Kau sudah tau kalau aku hanya anak adopsi, dan kau bilang sudah tidak tertarik dengan perjodohan itu," jawab Hasa.

"Karena kau bukan bagian dari Halyas aku berpikir untuk mempertimbangkan permintaanmu." Dama menyuruh Hasa kembali duduk. "Makanlah sebelum pergi!"

Hasa duduk, mengambil semangkuk makanan berbentuk bubur yang ditaburi dengan toping dari jagung. Dama sudah mulai menyantapnya, tapi Hasa masih bergeming, tangannya sedikit bergetar, dia menyendok bubur itu dan ingin memasukkannya ke dalam mulut, pergerakannya yang lambat dan kaku tak luput dari perhatian Dama. Sampai ketika sendok itu menyentuh mulutnya Hasa menjatuhkannya kembali ke dalam mangkuk.

Hasa mual-mual, dia berpaling ke samping, dalam sekejap nafasnya memburu dengan bahu yang naik turun.

Dama merasa Hasa seperti orang yang mengalami trauma, dia kembali menyendok bubur yang rasanya sangat tidak diragukan lagi.

Isakan Hasa membuat Dama segera bangkit lalu menghampirinya. "Apa kau alergi sesuatu? Ini minumlah dulu!" Dia menyodorkan gelas lalu membiarkan Hasa meminumnya.

Setelah agak tenang Hasa kembali duduk tegak. "Maaf, aku tidak terbiasa dengan makanannya."

"Wah, padahal ini dibuat dengan bahan berkualitas tinggi oleh koki spesial hotel ini, bisa-bisanya kau tidak menyukainya, lalu seperti apa seleramu? Sikapmu tadi sangat menakutkan seolah makanan itu beracun."

Mood Hasa langsung berantakan pagi itu. "Aku-aku terbiasa makan makanan instan," katanya.

Hasa teringat saat duduk di bangku smp.

Sarah memberikannya bubur nasi yang lezat. Hal itu pertama kali dilakukan Sarah setelah dia di adopsi. Hasa yang polos berpikir bahwa Sarah telah berubah dan menyayanginya, maka dengan lahap dia menyantapnya, namun setelah makanan itu habis, lehernya terasa seperti dicekik kemudian mulutnya mengeluarkan busa, Hasa diracuni.

Dia dilarikan ke rumah sakit, Sarah pikir Hasa tidak akan tertolong, tapi takdir berkata lain, Hasa berhasil diselamatkan. Sejak saat itu dia tidak pernah memakan apapun selain makanan siap saji yang di dapatkannya dari luar.

"Itu sebabnya tubuhmu sangat kurus, ternyata kau kurang gizi." Dama melihat sesuatu yang aneh, dia semakin penasaran dengan kehidupan seperti apa yang dijalani Hasa.

"Kenapa kau berpikir untuk memintaku menikahimu?" Kembali ke topik utama.

"Aku butuh bantuan mu."

"Bantuan? seperti apa?"

"Perempuan yang dijodohkan denganmu adalah anak kandung keluarga Halyas."

"Ya, dia saudarimu."

"Aku ingin membalas dendam padanya dan ibuku."

"Wah, ini menarik."

"Selama ini aku diperlakukan buruk oleh mereka, sampai aku di usir dari rumah, aku sadar bahwa aku hanya dimanfaatkan."

"Sekarang kau sudah keluar dari rumah itu, kenapa tidak melanjutkan hidupmu?"

"Ada yang ingin kurebut," kata Hasa. "Hasil jerih payahku diambil oleh mereka, tidak hanya itu, adikku juga membranding namanya dengan karyaku."

"Karya, apa maksudmu guci?" Dama sudah mengetahui tentang galeri yang di isi oleh anak pemiliknya yaitu, Morena.

"Tangan inilah yang menciptakan semua guci itu," kata Hasa seraya mengangkat tangannya.

Kini Dama mengerti dan entah kenapa dia semakin tertarik.

"Jika aku membantumu, apa yang kau tawarkan sebagai timbal baliknya?"

Hasa menoleh tak percaya. "Aku akan membuatkan mu guci, dengan begitu kau bisa membuat galerimu sendiri," kata Hasa.

"Idemu boleh juga. Selama ini aku tidak berpikir untuk mencoba bisnis galeri." Dama terlihat cukup tertarik membuat Hasa merasakan ada sedikit harapan. Dia membuka tablet yang ada di meja.

"Apa kau menerima tawaranku?"

"Setelah kuperhatikan, guci buatanmu memang menarik, harganya juga cukup tinggi, bahkan ada yang mencapai seratus ribu dolar."

Hasa terkejut sontak tangannya mengambil tablet di tangan Dama dan melihat gambar yang baru saja dilihat oleh pria itu.

"Sepertinya kau tidak tau harga jualnya, dari caramu melihatnya kau begitu syock."

Kilat amarah memancar di mata Hasa. Selama ini Sarah selalu bilang kalau guci itu dijual murah karena masih kalah jauh dengan barang impor.

"Kau merasa ditipu?" Tebakan Dama tidak salah.

"Aku harus pergi menemui mereka dan menanyakannya?" Hasa ingin bergegas tapi Dama menarik tangannya spontan.

Dia menggeleng. "Kau pikir mereka takut padamu? Mereka akan menganggap kau bodoh dan menertawakanmu di sana," kata Dama.

Hasa melemah, air matanya kembali curah. Kenapa Sarah dan Morena setega itu padanya? Apa salahnya hingga harus terus menerima perlakuan buruk mereka.

"Dari pada ke sana, lebih baik kau katakan pernikahan seperti apa yang kau inginkan?" tanya Dama.

"Pernikahan kontrak."

"Setelah itu apa yang akan kau dapatkan?"

"Dengan begitu Morena akan sakit hati dan merasa kalah dariku. Jika Morena terluka maka yang lebih terluka lagi adalah ibunya." Wajah Hasa mengeras, menunjukkan tekadnya yang besar untuk balas dendam. Rasa sakit yang ia terima harus dibayar setimpal.

"Setelah itu mereka akan membalasmu lebih kejam."

"Jika kau menikahi ku, mereka akan berpikir seribu kali untuk membalas ku." Hasa menatap Dama penuh harap.

"Baiklah, aku akan menyusun kontraknya, tapi sebelum itu aku harus tau batas waktunya," kata Dama yang berarti setuju.

"Enam bulan," jawab Hasa tanpa ragu.

Dama tampak berpikir. "Baiklah, tulis nomor hanphonemu!" Dama menyodorkan ponselnya pada Hasa.

"Kupikir akan sulit mendapat persetujuan mu? Kau yakin dengan penawaran ku?" Setelah Dama yang setuju dengan mudah, kini Hasa yang berubah ragu. Dia merasa usulan pernikahan kontraknya terlalu berani dan mendadak.

"Kurasa memiliki seluruh yang dihasilkan oleh tanganmu sudah cukup untuk membalas dukunganku untuk pembalasan dendammu." Senyum smirk muncul di sisi bibir Dama. Matanya menunjukkan ketertarikan pada tawaran Hasa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Maaf, aku terlambat

    ​Sebelum Hasa pergi meninggalkan kamar hotel, mereka berjanji akan bertemu dua hari lagi, untuk membahas perjanjian yang berisi syarat dari Hasa dan Dama.​Dia tidak pulang ke rumah Rene, melainkan ke rumah tempatnya membuat guci. Selama ini Hasa punya rumah kecil di pinggir kota, rumah yang sengaja disewa untuk pekerjaannya. Suasana hatinya sedikit membaik hingga membuatnya ingin kembali membentuk tanah liat itu. Tapi, sebelum itu Hasa membeli makanan instan dan camilan untuk bekalnya sampai sore hari.​Baru saja mendudukkan diri di kursi kayu, suara pintu dibuka paksa dari luar terdengar. Hasa terperanjat, dia tau siapa yang datang. Sarah masuk dengan mata menyala marah, dia langsung menghampiri Hasa dan melayangkan tangannya ke udara, dengan cepat Hasa menahannya. Lalu mata mereka bertemu tajam.​Sarah heran, tidak biasanya Hasa seperti ini, menghindari pukulannya, biasanya dia hanya pasrah dan tidak punya keberanian untuk melawan ataupun membalas tatapannya. Ada perubahan pada dir

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Tidak bisa makan

    Hasa bangkit, dia mendapati paperbag di sampingnya, isinya sepaket pakaian wanita lengkap. Dia mandi dan mengganti baju. Cukup pas di tubuhnya dan yang membuat Hasa heran, baju ini sesuai dengan seleranya. Jeans yang tidak sempit juga kaos oblong longgar, kesehariannya memang menyukai pakaian casual seperti itu.Dama sudah menunggunya di meja yang sudah terisi oleh menu sarapan pagi. Hasa duduk menghampirinya."Sekretarisku tidak tau jenis make up yang biasa kau gunakan," ucap Dama."Ti- tidak apa-apa, aku-aku lebih suka seperti ini," kata Hasa. Dia merasa Dama terlihat berbeda, tidak semenakutkan yang diberitakan oleh orang-orang."Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Dama. Tangannya belum menyentuh sarapan, rasa penasarannya jauh lebih tinggi setelah tau asal-usul Hasa.Hasa sempat ragu tapi tetap saja menjawab. "Aku ingin kau menikahi ku.""Kau bukan bagian dari keluarga Halyas, memangnya apa yang bisa kau berikan padaku?"Hasa menatap heran. "Kau tau kalau aku bukan anak kandung k

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Tidak kuat minum

    "Akting yang luar biasa, prok...prok...prok...!" Dama bertepuk tangan tanpa melepaskan pandangannya dari sosok Hasa.Tubuh Hasa menegang, dia menatap sekeliling. Dalam hati ia bicara 'padahal cuma ingin bicara, tapi mengapa harus di tempat seperti ini.'"Bagaimana kalau kita wujudkan kehamilanmu malam ini?""A-apa?" Hasa terkejut bukan main."Cih!" Dama tersenyum tapi sama sekali tidak manis.Sedangkan Hasa nyalinya semakin menciut. Dalam hati dia menyesali keputusannya malam ini. Yang ingin dilakukannya adalah keluar dari tempat ini, tapi itu sepertinya mustahil karena dia sudah membangkitkan amarah seorang Dama dengan cara mempermalukannya di pesta."Huh, tempat ini panas, bagaimana kalau kita bicara di luar saja, udaranya lebih terbuka, hehe..." Hasa mengipas-ngipaskan tangannya berusaha tertawa untuk menutupi ketakutannya.Akting Hasa terlalu mudah ditebak, Dama mengambil remot AC lalu menurunkan suhunya ke yang paling rendah. Sontak Hasa menyilangkan tangannya di dada karena sang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Dama Huston

    Hasa melangkah masuk, degup jantungnya berpacu kencang. Musik jazz mengalun lembut, para tamu bergaun mahal saling bercengkerama. Matanya liar mencari sosok yang jadi tujuannya.Di sofa merah yang tak jauh dari Hasa, duduk dua orang pria muda yang paling mencolok di antara semuanya. Mereka cukup menyita perhatian terutama bagi kaum wanita, tapi semuanya menjaga jarak tidak ada yang berani duduk mendekat.Hasa ingat dari foto yang dia cari bahwa dua orang itu adalah tuan muda dari keluarga Huston. Hasa lalu melangkah anggun mendekati sofa. Ia meraih dua gelas minuman dari pelayan yang lewat, lalu dengan berani menaruhnya di meja mereka.Tanpa basa-basi, ia duduk tepat di sisi Dama, putra tertua dari keluarga Huston, sebuah tindakan yang tak seorang pun berani lakukan sejak tadi."Selamat malam calon suamiku!" ucapnya lantang.Ucapan itu sukses membuat dua kakak beradik Huston menoleh bersamaan. Banyak mata yang membelalak tak percaya. Wajah mereka berubah tegang, semua benar-benar pena

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Angkat   Kita putus

    "Aku ingin kita putus," ucap Don, suaranya terdengar datar. Dia baru saja duduk di hadapan kekasihnya, Hasa.Di luar jendela kaca, petir menggelegar hebat, seakan mewakili hati gadis cantik yang duduk di hadapannya. Sudah tiga puluh menit Hasa menunggunya, mereka berjanji menghabiskan sore ini bersama, Don datang, namun yang terjadi adalah mala petaka."Sepolar Group gagal produksi dan mengalami kerugian, butuh dana besar untuk memulihkannya, orang tuaku ingin aku menikahi gadis pewaris dari keluarga kaya, bukan anak adopsi sepertimu," lanjut Don, membuat batin Hasa teriris.Hasa menunduk, jemarinya meremas ujung roknya sampai kusut. Matanya berkaca-kaca, bibirnya tertutup seolah tak bisa bersuara. Bunyi deras hujan di luar jendela menyatu dengan dadanya yang terasa sesak.Dia memang anak yang di adopsi dari panti asuhan oleh keluarga Halyas. Sebagai anak pungut Hasa sudah diberitahu bahwa dia tidak akan mewarisi harta keluarga Halyas sedikitpun, selain hanya diberi pendidikan saja."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status