Pov Fandi.
Kedatangan Sri dalam pernikahanku dan Kila membawa banyak sekali masalah. Ia menghancurkan tempat resepsi, membuat gaun pernikahan kami penuh minyak cabai, bahkan menjual mobil dan rumahku di Karanganyar. Dan kini, aku melihat mobil seharga milyaran, menjemputnya dengan seorang bodyguard. Ada apa ini?"Mas lihat sendiri, apa yang sudah dilakukan istri kumalmu itu?" Kila menarik lenganku dengan kesal. Aku tau dia jengkel, semua yang dia atur sejak beberapa bulan lalu, hancur hanya dalam hitungan menit. Menang keterlaluan sekali si Sri itu !" Apa yang akan kita lakukan Fan, tamu undangan sebentar lagi mula berdatangan!" Bapak Kila bertanya dan aku hanya bisa diam. Otakku sedang memikirkan banyak hal tentang Sri, bagaimana bisa aku memikirkan resepsi ini juga."Mas, kenapa diam, Bapak sedang bertanya!" Kila menguncang tubuhku.Aku menepisnya dengn kesal. "Diamlah Kila, aku sedang berfikir!"Wanita itu berangsut mundur, menatapku tak suka, dia terlihat berkaca-kaca. Biarlah, sekali-kali aku juga perlu memberinya pelajaran, sudah tau aku sedang berfikir, dia terus saja merengek.Aku melihat kedaan sekitar. Tak akan mungkin membetulkan tenda ini dengan cepat. Alat berat itu mematahkan beberapa tiang penyangga. Entah berapa kerugian yang harus kubayar."Bagaimana jika kita ajak para tamu keresto dekat sini?" Danu memberi ide. Langsung saja mas Robi memukul kepala iparnya ituTak ada otak memang ipar satu ini ! Uang dari mana membawa ratusan orang ke resto? Lagi pula yang hancur hanya tempat resepsi, bukan makanan yang sudah siap dengan Catering pilihan Kila."Kenapa mas, aku hanya memberikan ide. Kalau tak suka ya sudah, tak perlu memukul kepalaku !" Danu mendengus kesal." Tapi ide Danu boleh juga mas" Kila bicara. Seolah dia yang akan membayar semua tagihan saja. Untung cantik, jika kumal seperti Sri, sudah ku tukar juga dia."Singkirkan saja semua tenda dan besi itu. Kita buat resepsi tanpa tenda. Bagaimana? " Ucapan mas Robi memberiku secerca harapan. Idenya tak terlalu buruk. Benar juga. Ini bukan musim hujan dan sangat memungkinkan membuat acar outdoor yang berkesan. Bukankah tak ada duanya ide itu?"Tak ada masalah, ayo kita bersihkan semua barang ini. " Aku begitu bersemangat. Paling tidak Kila tak terlalu kecewa. Jadi aku bisa menikmati malam pertama tanpa masalah tentunya.Aku tersenyum senyum sendiri sebelum menyingkirkan semua kekacauan ini. Soal Sri, setelah urusan disini selesai, aku bisa mencari tau apa yang terjadi.****Tak lama halaman depan nampak bersih. Kursi dan meja kembali ditata dengan bunga-bunga baru, terpaksa aku beli untuk membuat dekorasi lebih menarik. Karena ulah satu orang saja, semua keluarga kami harus berfikir keras dan aku, harus keluar uang lebih banyak lagi ! Entah apa yang terjadi pada Sriku yang lembut dan pendiam itu.Para tamu undangan mulai berdatangan . Aku juga sudah berganti lagi dengan jas baru, untungnya perias kami membawa baju cadangan. Jadi Kilaku tak terlalu kecewa dengan perubahan dadakan ini.Pesta kami jadi mirip pesta kebun ala kadarnya, beberapa tamu mulai berbisik saat melihatku. Dasar orang-orang julit! Iri? Bilang dong!.Kami mulai duduk di bangku kebesaran. Jadi raja dan ratu semalam. Ah, jadi ingat saat menikah dengan Sri, kami hanya melaksanakan ijab qobul tanpa pesta mewah. Tapi Sri, mampu memberikan hidangan istimewa pada tamu yang datang kerumahnya saat itu. Kalau difikir lagi, dari mana dia dapat uang sebanyak itu ya? Diakan sebatang kara. Ah, kenapa aku justru teringat Sri? Bukankah saat ini aku bersama Kila, wanita yang jauh lebih memikat mataku untuk tak henti memandang parasnya. Gadis kembang desa yang bekerja di pabrikku sejak setahun lalu.Acara di mulai, penyanyi mulai menyanyikan lagu dan tiba-tiba Danu berlari ke panggung pengantin."Mas, cateringnya belum datang!" Bisiknya membuatku panas dingin. Aku mendang Kila yang hanya senyam senyum memandang kedepan.Dia pasti mengamuk jika tau ada lagi masalah yang datang. Tapi, bukankah catering itu pilihannya sendiri?"Mas, bagaimana?" Danu kembali berbisik. Sementara kulihat di ujung belakang mas Robi dan adik kandung Kila menatapku cemas. Bahkan Fani berjalan mondar-mandir sambil membersihkan keringat diwajahnya.Setegang itukah situasi yang terjadi ?"Ada apa di dapur? Keluarkan saja yang ada" Bisikku."Mana ada, tamunya ratusan orang dan didalam hanya ada lima lontong dan semanci kecil opor ayam"Ya Allah, cobaanmu berat !Kini aku yang mengelap keringat yang mulai bermunculan. Padahal udara begitu dingin, namun aku tiba-tiba merasa panas."Beli saja apapun nu, bakso, sate, atau apa saja !" Aku bicara saja begitu, hanya itu yang terlintas di kepala sekarang."Uangnya?" Dia menengadahkan tangan.Oh Tuhan, manusia ini. Tak bisakah di andalkan dalam situasi sulit!"Pakai saja uang mu dulu. Apa mesti pakai uangku juga?""Iya lah mas, yang nikah kan mas Fandi, bukan aku. Lagian aku gak mau, nanti mas Fandi gak mau ganti, atau di hitung sebagai sumbanganku, mana boleh!"Awas saja jika nanti kamu minta bantuanku ! Ipar tak tau diuntung!" Ini, Pin nya tanggal lahir Lala." Aku ambil uang dari tas yang terselip di belakang kami. "Belanja sesuai kebutuhan saja. Jangan korupsi kamu ! Dan ingat, jangan pingsan lihat isi rekeningku! " Kuingatkan saja dia, siapa tau nanti sesak nafas lihat uang dengan angka berjajar seperti kereta pertamina."Sombong !" Ucapnya pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya dengan jelas.Biar saja sombong, aku punya uang. Dari pada dia dan mas Robi, bilang saja gak ada uang untuk membelikan dulu makanan tamu, pakek alasan takut tidak diganti. Alasan klise !" Mas, ada apa? "Kila bertanya."Oh, gak ada. Kita cuma mau tambah menu istimewa."Gadis dengan senyum menawan itu menatapku terpesona. Lah, siapa yang tak jatuh cinta dengan wajah menawanku ini."Menu apa mas?""Nanti juga kamu tau." Aku hanya tersenyum menjawabnya. Dan berharap masalah ini tak membuat Kila jadi singa di malam pernikahan kami.Acara demi acara berlangsung dengan lancar. Hingga waktunya para tamu di jamu dengan hidangan resepsi. Danu dengan gagahnya berdiri di tengah dan terlihat melambai.Kegilaan apa lagi ini !Gerobak sate, bakso, pekempek, batagor dan banyak lagi berjajar masuk kedalam area resepsi. Dengan tanpa dosa Danu bahkan memegang Mix dan bicara."Monggo hadirin, di persilahkan memesan!"Lemas aku dibuatnya. Harusnya dia pesan saja sesuai jumlah tamu, bukan membiarkan mereka makan sesuka hati. Bisa kacau keuanganku kalau begini." Mas, ini kejutannya?"Aku hanya mengangguk pasrah, sementara senyum Kila pudar karena terkejut . " Kejuta apa ini mas, kenapa tukang jualan datang kesini juga gak pakai sragam. Sudah begitu asap sate kemana-mana. Aku sudah pesan catering mahal !"" Mahal kalau tak datang, kamu bisa apa?" Akhirnya aku katakan saja yang terjadi."Tak datang?" Kila terlihat lemas mendengar ucapan ku. Biar saja lah, kepalaku juga hampir copot di buat nya.Danu mendekat dengan senyum mengejek. "Ini mas ATM nya. Terkejut aku dengan isinya. ATM orang kaya, angkanya gak kelihatan."Aku terdiam, mencerna kalimat ipar dunggu ini. "Maksudmu apa?""Isinya kosong." Bagai petir bersahutan di kepala, aku tertegun mendengar ucapannya.Butakah mata si Danu? Bagaimana uang ratusan juta bisa habis dalam sekejab. Siapa yang mengambilnya? Tuyul kah?" Kosong? Dimana matamu berada!""Kosong mas, cek saja nanti sendiri!"Mau pingsan aku. Jika isinya kosong, bagaimana aku bisa membayar semua makanan ini?" Bapak Kila yang bayar makanan ini mas, diabilang, hitungannya belakangan." Danu berbisik, seolah membaca isi kepala ku.Aku melirik Bapak mertua baru ku. Dia nampak diam dengan wajah mengeras. Mungkinkah aku akan di usir sebelum malamJani mengambil foto di tangan Leon dan memperhatikan lebih jelas, gadis bermata abu itu memang nampak sanggat bahagia bersanding dengan seorang anak lelaki kecil dengan rambut menutup poninya."Ini_" Jani menghentikan kalimat nya dan menatap ke arah Leon."Ya, itu aku. Meski tak kamu ingat kita adalah sahabat kecil Jani..Kata Jani berkaca menatap ke arah Leon, memperhatikan setiap lekuk wajah lelaki nan tampan itu dengan seksama."Benarkah itu dirimu? sahabat yang kadang hadir dalam mimpiku, aku selalu bertanya itu kisah siapa, sebab ta ada yang aku ingat dari masa lalu ku selain karena sepenggal kisah yang ku denggar dari bapak yang membesarkan ku."Jani berkata dalam hati, air mata nya turun tanpa sadar, membuat wajahnya yang putih merona kemerahan sekarang."Ada apa sayang?" "Sekarang aku tau kenapa kamu begitu baik padaku." Ucap nya lirih.Ya, selama ini Jani selalu merasa bersyukur sebab masih di beri hidup lebih lama, mengucap terimakasih pada Leon dalam hatinya sebab memberin
"Karena kamu tau segalanya Jani, kamu kehilangan ingatanmu saat mengalami kecelakaan setelah bertemu dengan Lenzia, itu pertemuan terakhirmu, sebab Lenzia menghilang setelahnya." Leon menjelaskan dengan gamblang"Jadi aku pernah bertemu dengan Lenzia?""Ya, dan Aini mencoba juga untuk membunuhmmu."Sri dan Jani sama-sama terkejut, menghadapi kenyataan yang teramat berat sekarang. ""Dan wanita tadi adalah Aini? ." Ucap Jani membuat Sri menatap nya serius."Kalian sudah bertemu Aini?""Iya, kami tak sengaja bertemu dengannya saat aku turun membeli minum, dia hampir membunuh Jani.""Dia terus menyebut ku Lusia.""Ya karena itu yang dia tau, dia hanya mengenal nama Lenzia Jani." Leon kembali menjelaskan dan membuat Jani semakin diam."Dimana kalian bertemu Aini?" Sri penasaran."Di minimarket tengah hutan.""Begitu? aku harus segera mencarinya." Sri berdiri, dia ingin bicara lebih banyak namun Sepertinya Aini jauh lebih Penting sekarang."Sepertinya aku harus permisi dulu, kami sudah lam
Sri tersenyum menyetujui, dirinya memang harus mengatakan banyak hal pada Jani sekarang."Saya janji tidak akan memaksa, bila nona Lusia berkenan saya pergi, saya akan pergi." Ucap Sri jujur, dia tak ingin mengusik Lusia yang sedang sakit namun jika wanita itu meminta penjelasan, Sri tentu saja lebih senang mendengarnya."Baiklah, hanya sebentar saja, tanyakan saja apa yang ingin kamu dengar dan setelah itu istirahatlah."Jani tersenyum dan mengganggukkan kepala. "Terimakasih sayang, terimakasih." Ucap Jani dengan wajah merona, mereka lalu masuk ke dalam kamar Leon.Leon meletakkan Jani ke atas tempat tidur, Jani bersandar pada tempat tidur nya dan Leon menyelimuti wanita itu hingga menutupi sebagian tubuhnya yang putih. Sri duduk di sisi ranjang, melihat betapa Leon memperlakukan Jani dengan istimewa, dia yakin lelaki ini memang tulus mencintai Jani."Katakan segera yang ingin anda katakan." Leon bicara dengan tegas, tak ingin Janin terusik lebih lama lagi.Jani menyentuh lengan keka
"Wanita ini menyebutku Lusia, Leon." Ucap Jani pada Leon membuat Leon juga merasa tak tenang."Dia menyebut Lusia, Leon! Dia tau Lusia!!" Jani terdengar panik, memeluk Leon dalam ketakutan.Leon mendekap mendekap erat Jani, menatap menatap marah pada apa yanh baru saja Aini lakukan, dia tak mengenal Aini, namunn beraninya wanita otu bahkan menyakiti orang yang sangat dia lindungi."Bawa dia pergi!" Ucap Leon kesal, dia ingin membuat. perhitungan pada Aini, namun menenangkan Jani jauh lebih penting sekarang.Leon melihat Aini di bawa paksa pergi, sementara Jani yang ketakutan merosot terduduk di lantai pelataran, dia terus menatap Aini yang menjauh, tak dapat lagi berpikir biaik, Jani berharap semua yang di lalukan bisa membuat nya mengingat sesuatu."Kamu baik-baik saja sayangku?" Leon tertunduk, mendekap Jani penuh penyesalan."Harusnya aku tak meninggalkan mu sendirian. sayang." Ucapnya merutuki kebodohan nya sendiri.Jani menangis kencang, tangisan yang entah kenapa tiba-tiba saja
"Jauhkan tanganmu, siapa kamu!" Jani berteriak histeris, tatapannya melihat ke arah dalam minimarket"Kenapa kamu cantik? Aku benci saat kamu cantik!'" Ucap Aini kesal, tangannya terus mencoba menyentuh wajah Jani."Kemari kami sialan!" Aini meremas kuat kerah baju Jani, membuat ia gemetar karena histeris."Tidak!.... tidak!" Ucapnya kencang dan sebuah ingatan masa lalu kembali muncul....Jani melihat wanita berparas mirip dirinya berlari letakutan dengan perut membesar, entah apa yang sudah di lalui hingga gaun putih yang di kenakan berlumur darah dan tanah, dinginya malam bukanlah musuh terbesarnya, dia lebih takut jika bayi dalam dekapan itu lepas dari pelukan. "Jangan mencoba lari Lusia!" Teriakan itu begitu nyaringo dan lantang terdengar.Lusia gemetar dalam tangis, berjongkok pada rimbunya dedaunan kecil dan ilalang, berharap diri nya tak di temukan."Lusia!" Teriakan itu kembali terdengar, tubuh kecil Lusia semakin gemetar."Sabarlah sayang, mama akan membawamu pulang, kita ak
"Aku ingin tau apa yang terjadi Leon, aku mohon katakan sesuatu." Ucapnya meminta, segala hal yang menimpanya begitu menyiksa dan membuat dirinya bertanya."Perlahan saja sayang, kita akan bicara nanti." Ucap Leon lalu membawa Jani masuk ke dalam mobil mereka.Meninggalkan rumah kosong yang serasa tak asing bagi jani, rumah yang sepertinya sangat dia kenal namun tak bisa di ingat lebih baik.Mobil Leon membelah malam sunyi, melewati hutan yang lebat dengan hanya satu, ldua penerangan minim, mereka hanya berdua saat datang dan pergi, menyisakan kesunyian nyata setiap kali tak ada suara di antara mereka."Kenapa diam?" Tanya Leon, ia masih Melihat Jani terdiam Menatap ke luar jendela."Rasanya aku pernah ada di sini." Ucapnya sembari melihat ke arah rumah kosong di sisi jalan.Leon berhenti mendadak, menatap ke arah rumah kosong di sisinkanan mereka, rumah tangga memang sejak lama tak di tempati, namun kenapa Jani merasa pernah ada di sana?"Kamu yakin pernah ada di sana?"Jani mengangg