Share

Bab 4 ( Rahasia Dibalik Rahasia)

"Tapi tadi aku sempat melihat pria ini tidak ditabrak…"

hampir semua pasang mata menatap wajah orang yang baru saja mengucapkan sederet kalimat tak masuk akal.

"Apa maksudmu?" tanya salah satu dari mereka.

"Pria ini dibuang dari mobil!"

aku menutup mulutku terkejut dengan apa yang baru saja aku dengar.

***

Aku terus menyusuri jalanan kota Balikpapan, berharap agar diriku mampu berpikir kemana arah yang harus aku tempuh. Pulang ke kampung halaman bukanlah pilihan terbaik karena uang yang aku miliki tak cukup untuk membeli tiket pesawat ataupun kapal menuju ke Semarang.

Terlebih suasana jalanan kota malam ini begitu terasa menyeramkan. Seharusnya aku minta bantuan pada salah seorang warga tadi, tapi naluriku berkata agar menjauh dari masalah yang nantinya akan berakibat panjang jika saja aku di berondong pertanyaan tentang asal-usul diriku. Dan bisa saja aku tidak dapat menahan untuk berkata soal pria yang telah meninggal itu.

"Hei kau, Masuk!" aku menoleh dan mendapati sebuah Mobil telah berhenti di sampingku.

Merasa diriku terancam, akupun segera mengambil langkah untuk memaksakan tubuhku agar berlari. Dan tentu saja, itu hanyalah sebuah angan-angan saja. Mampu berjalan jauh saja sudah merupakan anugerah Tuhan yang paling baik untuk saat ini.

"Jangan keras kepala, atau kau akan ditangkap dan berakhir seperti pria itu!" teriak pengemudi mobil itu. Langkahku berhenti dan kembali menoleh pada mobil berwarna putih.

"Masuk atau tidak, itu keputusanmu. Aku tidak akan memaksamu untuk ikut denganku. Tapi aku yakin, saat ini kau membutuhkan pertolongan."

Pria itu nampak memperhatikan tubuhku dari atas sampai bawah. Ditatap seperti itu membuatku semakin merasa takut. Bagaimana kalau dirinya merupakan pria yang suka melecehkan wanita?

"Namaku Adelard. Lihatlah kartu nama yang kau simpan."

Aku merogoh saku daster yang kugunakan. Melihat nama yang tertera di kartu nama pemberian pria yang tak kuketahui namanya itu.

Ya, benar sekali. Kartu namanya tercantum nama Adelard Permana. Pria berwajah tampan itu nampak menunggu kata-kata yang akan aku ucapkan.

"Bagaimana?"

"Apa kau bukan orang jahat?"

"Dasar kampungan! Di dunia ini orang baik hanya ada satu persen, selebihnya hanya ada manusia serakah dan jahat. Baiklah, terserah kau mau ikut atau tidak, aku tak akan memaksa!"

"Tunggu!" aku berjalan mendekati mobil pria yang memiliki wajah tegas dan juga sebuah tatapan mata penuh intimidasi terhadap lawan bicaranya.

"Aku ikut denganmu." Tidak ada cara lain. Kali ini, aku menggantungkan hidup pada pria ini. Apapun resikonya, aku harus berlapang dada jika pria ini memang pria yang memiliki niatan jahat padaku.

Pria itu memberi isyarat agar diriku masuk ke dalam mobilnya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, aku membuka pintu mobil dan masuk kedalam.

Di perjalanan menuju ke arah yang tentunya tak kuketahui, aku hanya diam sambil memandang pemandangan kota melalui kaca jendela Mobil. Perasaanku saat ini masih hancur dengan perlakuan keluarga suamiku. Tega-teganya mereka mencampakkan diriku dengan cara kotor seperti ini.

Sudah habis harga diriku sebagai seorang wanita. Bukan hanya fisik tapi mentalku di rusak habis-habisan. Walaupun pria yang sudah meninggal itu tidak meniduri diriku secara langsung, namun dengan cara memaksakan kehendaknya untuk merobek semua pakaian yang aku kenakan dan juga menyentuh bagian dadaku, itu semua sudah termasuk sebuah pelecehan terhadap diriku.

"Siapa Namamu?" suara berat pria itu terdengar begitu menyeramkan.

"Basyira," jawabku tanpa berani menoleh melihat ke arah wajahnya.

"Hiduplah sebagai orang baru setelah ini. Jika kau mau membalas dendam, ubah semua sifat rendah dalam dirimu itu."

Aku menoleh melihat ke arah Pria yang bernama Adelard itu.

"Maksudmu?"

"Kita memiliki musuh yang sama. Kau akan aku jadikan Monster penghancur bagi keluarga Bagas."

Aku menggeleng, tak pernah terlintas dalam benakku jika harus kembali menghadapi suami berhati busuk seperti Mas Bagas.

"Aku hanya ingin pulang. Malam ini, aku hanya ingin bermalam di rumahmu saja. Selebihnya, aku akan pulang ke Jawa."

Tidak ada tanggapan. Namun, aku dapat melihat jari-jari tangan Adelard memutih saat memegang setir mobil. Mungkin karena terlalu keras saat menggenggamnya dan hal itu bentuk dari pelampiasan kekesalannya atas penolakan yang aku lakukan.

"Kalau begitu, mari kita mati bersama!"

"Apa?"

Belum sempat mengartikan ucapan Adelard, aku dapat merasakan kecepatan mobil yang dikendarai oleh pria itu semakin melaju cepat. Membuat jantungku berdebar kencang sekali.

"Apa-apaan kau ini!" teriakku frustasi.

"Kita akan mati bersama. Karena kau telah menolak permintaanku." Singkat dan jelas. Namun, hal itu justru membuatku semakin ketakutan.

Mobil melaju semakin tak terkendali lagi. Walaupun jalanan sudah mulai sepi, tetap saja hal itu membuatku semakin diselimuti dengan rasa takut yang teramat sangat.

"Hentikan! Ya, aku akan menghancurkan keluarga Bagas! Hentikaannnn!!!"

Ckkkiiiiitttt!!!!!

Mobil di rem mendadak dan membuat Kepalaku harus merasakan bagaimana sakitnya terbentur dashboard Mobil.

"Bagus!" komentarnya tanpa memperdulikan keadaanku yang sangat syok karena perbuatannya.

***

"Jadi, kau dalam keadaan hamil Sekarang?" Adelard melontarkan pertanyaan saat duduk di kursi kebesarannya.

Aku mengangguk ragu. Karena jujur saja, aku belum mengetahui secara pasti apakah janin yang sedang berada di dalam perutku ini masih bertahan hidup atau sudah…

"Berapa bulan usianya?"

"Aku tidak tahu, dan kenapa kau terus bertanya soal kandunganku? Jujur, aku ingin istirahat saja." sahutku sambil meremas ujung hijabku.

"Benar saja, kau pasti lelah. Tiara, kau urus semua keperluan Basyira. Kau akan jadi asistennya. Jadi, apapun yang diinginkannya, kau harus cepat tanggap terhadap semua permintaannya."

Aku memandang wajah wanita yang usianya terlihat seumuran denganku.

"Baik, Tuan!"

"Mari, saya antarkan ke kamar anda Nona. Anda dapat istirahat dengan tenang."

Sebelum aku meninggalkan ruangan, aku melihat ke arah Adelard dan membungkuk memberi hormat sebagai tanda terimakasih atas bantuannya.

Aku berjalan menyusuri lorong ruangan yang begitu besar dan panjang sehingga untuk melihat ke belakang tempat ruangan Adelard saja sudah tak terlihat lagi.

"Silahkan masuk, Nona…" gadis di hadapanku membuka pintu sebuah kamar.

Saat aku akan melangkah masuk, betapa terkejutnya diriku saat melihat kamar yang begitu besar dan aku memperkirakan ruangan ini sebesar rumahku di desa.

"Silahkan masuk, Nona…" kembali gadis itu tersenyum dan mengangguk memberi isyarat padaku agar segera masuk ke dalam kamar.

"Ini kamar atau lapangan golf?" tanyaku penasaran dengan ruangan yang begitu besar ini.

"Ini adalah kamar yang dibuat khusus untuk menyambut kedatangan anda, Nona. Tuan Adelard sudah mendesain agar kamar ini membuat diri Anda nyaman."

Aku menghentikan langkahku dan berbalik menatap wajah gadis bernama Tiara.

"Untukku? Tapi, Tuhanmu belum mengenal diriku…"

Tiara tersenyum menanggapi perkataanku.

"Anda belum mengenal Tuan Adelard, Nona. Apa anda tahu, siapa Pria yang tergeletak tak bernyawa di jalanan itu?"

Kembali aku teringat pada sosok pria misterius itu. Aku hanya menggeleng, sebagai bentuk ketidaktahuan perihal pria tersebut.

"Dia adalah Adik tiri Tuan Adelard!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status