"Jadi ..., wanita itu ...."
Andira terkejut karena mengetahui wanita yang merupakan selingkuhannya masih ada kaitan dengan masa lalu dengan orang tuanya. Tangannya mengepal di bawah meja. Ada emosi dan luka yang menyeruak dari dalam dada.
"Ibu mengenalnya?" tanya Cindy curiga dengan ekspresi wajah Andira.
Andira tersenyum kaku. "Ti-tidak. Hanya ..., saya sendiri paham dengan orang tuanya."
"Apa Anda dengan orang tuanya dekat?"
"Tidak. Hanya sedikit tahu saja. Tapi tidak sampai kenal apalagi dekat," jawab Andira.
Andira menghela napasnya. Satu fakta ia temukan lagi tentang wanita itu. Ternyata kekasih gelap suaminya, masih memiliki hubungan masa lalu dengan keluarganya.
Andira ingin menangis saat ini juga. Wanita itu teringat akan penderitaan yang ia alami saat masa kecil dulu. Mengapa wanita itu datang ke hidupnya? Apakah ia akan kembali membuat dia sengsara seperti dulu?
Demi apapun, Andira akan berusaha sekuat tenaga mempertahankan apa yang menjadi miliknya. Ia tak ingin melepaskan dan merelakan seperti dulu membuat ia menderita berkepanjangan.
Bahkan luka itu masih belum juga sembuh. Luka itu belum kering sepenuhnya. Luka memang bisa disembuhkan tetapi bekasnya tetap masih ada. Tapi kini, luka itu kembali menganga dan membuat nyeri di ulu hati.
"Ada yang lain, Bu? Mungkin Ibu mencurigai sesuatu?" Cindy mencoba mengkonfirmasi bila ada hal yang perlu ia lakukan lagi.
"Tolong kamu pasang alat penyadap di hotel tersebut, ya?" pinta Andira.
Cindy mengangguk menyanggupi permintaan Andira. "Baik. Saya akan mengirim orang untuk melaksanakannya."
Andira tersenyum. "Terima kasih atas bantuan kamu."
Cindy menggeleng pelan. "Dulu, Ibu menolong saya di saat saya dan keluarga dalam kesusahan. Apapun kesulitan yang Ibu rasakan, pasti akan saya bantu semampu dan sebisa saya."
"Terima kasih. Kamu boleh pergi sekarang."
"Baik, Ibu. Saya permisi dulu." Cindy bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan kerja Andira.
Bahu Andira terasa lemas setelah kepergian asistennya. Mata yang tadinya berapi-api, kini terlihat sayu. Semangat di wajahnya seperti hilang begitu saja. Air mata yang sejak tadi ia tahan, seketika luruh membasahi pipi putihnya.
Andira mendongakkan wajahnya dan mencubit pangkal hidungnya. Dengan cepat, ia segera menghapus air matanya. Andira tak boleh bersikap selemah ini. Jika ia menjadi lemah, akan menjadi kasihan diri dan anak-anaknya.
"Aku tidak boleh lemah. Aku harus kuat." Andira mencoba mensugesti dirinya.
Siang hari setelah melakukan pertemuan dengan asistennya, ponsel Andira mendapatkan pesan notifikasi yang cukup banyak. Andira tersenyum samar. Ia tahu notifikasi itu adalah sesuatu pesan yang dikirim oleh asistennya.
Andira bangkit dari duduknya dan membuka pintu lemari. Ia mengambil tiga buku yang bersusun dirak kayu, lalu kemudian menekan sebuah tombol yang ada di dinding. Setelah tombol ditekan, terdapat sebuah mesin yang terdiri dari beberapa angka. Andira memasukkan kata sandi pada mesin itu
Setelah selesai melakukannya, Andira kemudian menggeser rak buku yang ada di belakang meja kerjanya. Ia kemudian menggeser kembali rak buku itu, sehingga dari depan tidak tampak bahwa pada ruangan tersembunyi di balik sana. Di dalam sana terdapat sebuah alat-alat canggih yang berfungsi sebagai penyadap suara dan rekaman.
Andira membuka komputer dan memasukkan kode-kode yang rumit. Seketika, tatapan mata Andira berubah menjadi tajam. Aura mengerikan muncul dari wajah wanita itu.
Sambil menunggu informasi muncul dari layar komputer, Andira kemudian berselancar di layar ponselnya. Tak lama kemudian, Beberapa foto Arsa dan Jenna, terpampang dengan jelas di layar monitor. Andira menekan tombol lain, menampilkan sebuah video. Orang suruhan yang telah di atur oleh asistennya, menangkap sosok Arsa yang masuk ke dalam hotel.
Bagian paling banyak menangkap suara Arsa yang bercengkrama dengan Jenna. Di layar monitor terdapat gambaran gelombang suara yang bergerak naik turun menunjukkan bahwa mereka hendak berbicara.
Andira mengambil headphone dan memasangnya melingkari kepala. Ia ingin mendengar apa saja yang mereka berdua obrolkan. Jika itu suatu rahasia, ia akan mengetahui dan menyimpannya.
"Rasanya aku begitu nyaman dengan kamu," ucap Arsa dari kejauhan.
"Kalau kamu sudah tidak lagi nyaman, apakah hubungan Kita ini hanya berakhir hanya dalam hitungan begitu saja?" Jenna bertanya kepada Arsa.
Terdengar suara helaan napas dari Arsa. "Memangnya apa yang kamu inginkan?"
"Aku mencintai kamu. Tapi aku tidak mau terus dijadikan simpanan olehmu," jawab Jenna.
"Lalu kalau kamu tidak mau jadi simpanan, kamu mau mengakhiri hubungan kita?"
Andira menaikkan sebelah alisnya. Ia penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Jenna. Apakah Jenna akan mengiyakan?
"Tidak. Aku ingin kamu menikahi aku," jawab Jenna membuat Andira seketika menutup mulut dengan tangannya.
"Apa kamu gila? Aku sudah punya istri dan dua anak." Nada bicara Arsa meninggi setelah mendengar ucapan Jenna.
Terdengar suara tawa dari Jenna. "Kamu sudah tahu punya istri dan punya dua anak. Tapi kamu masih mau pacaran sama aku."
"Itu karena kamu yang lebih dulu menggodaku," balas Arsa dengan sengit.
Setelah itu, terjadilah perdebatan antara keduanya. Andira tersenyum miring mendengarkan perdebatan mereka. Ternyata seseru ini mendengar pertengkaran mereka.
Detik berikutnya, terdengar bahwa Arsa tak mau menikahi Jenna. Ia lebih memikirkan bagaimana keutuhan keluarganya. Ia juga mengatakan bahwa hubungannya dengan Jenna hanya untuk sekedar bersenang-senang. Jenna murka dan tidak terima dengan jawaban Arsa.
"Apa peduli dengan keadaanmu? Aku mencintaimu. Dan aku ingin kamu menikahiku secara siri."
Arsa tertawa. "Sudah gila kamu?"
"Apa kamu pikir selama ini aku menerima kamu karena mencintai kamu? Tidak. Kamu hanya sebagai tempat penghibur." Arsa mengucapkan hal menyakitkan.
"Tega kamu!" desis Jenna.
"Jangan berharap aku akan menikahi kamu. Hal konyol itu, tidak akan pernah terjadi. Nikmati saja hubungan kita yang seperti ini," ucap Arsa dengan tidak berperasaan.
"Aku akan menemui istrimu, dan mengatakan tentang hubungan kita, ancam Jenna memperingati Arsa.
"Silahkan saja! Aku ingin lihat. Apakah kamu berani? Kamu tahu bukan siapa istri ku. Seorang mafia kelas kakap saja dilibasnya. Apalagi seonggok sampah seperti mu."
Jenna mengancam akan melapor pada Andira mengenai hubungan gelap keduanya. Tetapi sepertinya Arsa hanya menganggap itu sebagai gertakan. Arsa mencoba membuat nyali Jenna ciut dengan mengungkapkan kehebatan sang istri. Tak lagi terdengar suara Jenna mengumpat atau menjawab sepatah katapun.
Andira mengetuk-ngetuk kan jarinya pada permukaan meja. Ia baru saja mendengar suaminya mengunggulkan dirinya pada wanita simpanannya. Jika pria itu mengetahui istrinya berbahaya, apakah tak terpikirkan oleh Arsa bahwa suatu saat Andira bisa menjerumuskan nya?
"Kamu memuji diriku dihadapan wanita simpanan mu," gumam Andira, "kenapa aku tidak mendengar bagaimana kamu menjelekkan aku didepannya?"
Biasanya jika seorang pria berselingkuh karena dirinya bosan pada pasangan, ia akan mengatakan hal negatif pasangannya pada sang selingkuhan. Tapi hal itu tak dilakukan oleh Arsa. Lalu apa alasannya berselingkuh selain ingin bersenang-senang seperti yang pria itu ucapkan?
Gelombang suara yang ada di layar monitor, bergerak naik kembali. Terdengar suara Jenna disana. Wanita itu sepertinya ingin memperpanjang masalah.
"Jangan kamu pikir bahwa aku tidak berani menemui istrimu, Arsa," desis Jenna.
Andira meletakkan satu tangannya di dagu dan tersenyum tipis. "Mari kita lihat pertengkaran selanjutnya! Apakah kalian akan berperang setelah ini?"
"Nyonya ... Anak-anak dari tadi siang belum juga pulang dari sekolah." Beri tahu Ana---art di rumah Arsa dan Andira. "A-apa?" Andira terkejut bukan main. "Kenapa tidak mengabari saya dari tadi?" Andira baru pulang ke rumah setelah menjalani aktivitas dikantor firma hukum miliknya. Wanita itu pulang menjelang hari petang. Tapi ia diberikan kabar mengejutkan oleh Art-nya. "Maaf, Nyonya. Tapi saya sudah mencoba menghubungi nyonya ... ponsel Anda tidak aktif," jawab Ana dengan takut. Andira menghela napasnya kasar. Ia lupa bahwa ponselnya kehabisan daya. Wanita itu tanpa mengucapkan sepatah katapun, meninggalkan Ana menuju kamar. Ia memutuskan untuk menghubungi sang suami mengabarkan tentang hilangnya anak-anak mereka. Andira mengambil kabel pengisi daya untuk mengisi ponsel baterai. Ia memilih untuk mengambil ponselnya yang ia miliki satu lagi. Dengan adanya hal yang menimpa anak-anak, ia tidak bisa berlama-lama seperti ini. Ia harus memberitahukan Arsa. Suaminya harus tahu bahw
Hari ini adalah hari kedua setelah kepergian Arsa pamit keluar kota. Andira masih memantau pergerakan suaminya. Pria itu tetap berada di Jakarta dan istirahat di sebuah hotel. Hotel yang ditempati adalah hotel yang berbeda dari tempat ia bermalam dengan Jenna sebelumnya. Tring.Andira menaikkan sebelah alisnya ketika melihat sebuah notifikasi ponsel masuk. Notifikasi itu adalah notifikasi sadapan ponsel Arsa. Dan di sana terdapat hasil percakapan panas antara Arsa dan Jenna.Mengetahui bahwa mereka berdua berbalas pesan, itu menandakan bahwa Arsa tidak sedang berada bersama dengan Jenna. Andira membaca pesan yang isinya adalah perkataan Arsa yang tak ingin menikahi wanita itu. Jenna dalam pandangan Arsa, hanya penghibur pria itu dikala lelah dan bosan. Arsa menekankan pada Jenna agar jangan merendahkan diri untuk bisa tetap menjadi istri seorang pria yang telah menikah. Menjadi simpanan saja, sudah cukup untuk merendahkan diri. Tak perlu terlalu jauh melangkah apalagi ingin menjadi
"Jadi ..., wanita itu ...."Andira terkejut karena mengetahui wanita yang merupakan selingkuhannya masih ada kaitan dengan masa lalu dengan orang tuanya. Tangannya mengepal di bawah meja. Ada emosi dan luka yang menyeruak dari dalam dada."Ibu mengenalnya?" tanya Cindy curiga dengan ekspresi wajah Andira. Andira tersenyum kaku. "Ti-tidak. Hanya ..., saya sendiri paham dengan orang tuanya." "Apa Anda dengan orang tuanya dekat?""Tidak. Hanya sedikit tahu saja. Tapi tidak sampai kenal apalagi dekat," jawab Andira.Andira menghela napasnya. Satu fakta ia temukan lagi tentang wanita itu. Ternyata kekasih gelap suaminya, masih memiliki hubungan masa lalu dengan keluarganya.Andira ingin menangis saat ini juga. Wanita itu teringat akan penderitaan yang ia alami saat masa kecil dulu. Mengapa wanita itu datang ke hidupnya? Apakah ia akan kembali membuat dia sengsara seperti dulu?Demi apapun, Andira akan berusaha sekuat tenaga mempertahankan apa yang menjadi miliknya. Ia tak ingin melepaska
"Akhir-akhir ini, setiap aku pulang aku tidak pernah bertemu dengan mereka." Arsa menatap wajah kedua anaknya yang tertidur pulas. Andira memperhatikan raut wajah sendu yang ditampilkan oleh Arsa. Ia mengetahui bahwa pria itu tengah merindukan kedua anak mereka. Dan tidak bisa bertemu karena kesibukan."Mungkin kamu kecewa. Satu hal yang perlu kamu tahu, mereka lebih kecewa daripada kamu," beritahu Andira."Apa mereka marah sama aku?" lirih Arsa."Tadi saat aku barusan pulang sebelum kamu datang, mereka mengeluh bahwa kamu menjanjikan untuk memiliki waktu bersama mereka. Tapi, kamu tidak menepati janji untuk meluangkan waktu sebentar saja," sahut Andira dengan lembut namun berhasil menikam hati Arsa."Seharusnya kalau kamu memang tidak bisa menunaikan janji itu, jangan kamu ucapkan. Lebih baik kamu menyisihkan waktu tanpa menjanjikan apapun. Itu lebih membahagiakan daripada kamu memberikan janji dan harapan yang menyakiti mereka."Andira benar-benar kecewa. Baginya, sikap Arsa sangat
"Sebentar!" Interupsi Andira menghentikan langkah Arsa yang akan menaiki tangga.Andira melangkah mendekati Arsa. "Kenapa aku mencium aroma parfum seorang wanita di jasmu?""A-apa?!"Arsa melebarkan matanya mendengar pertanyaan yang dilemparkan oleh Andira. Pria itu terlihat, sedang mengingat aroma parfum siapa yang dipertanyakan oleh Andira. Andira tersenyum miring melirik ekspresi wajah Arsa.Parfum itu pasti milik wanita simpanannya. Andira menelanjangi Arsa dengan tatapan tajam. Arsa terlihat ketakutan dengan tatapan Andira."Ehh, ... Sa-sayang! Aku---""Parfum siapa itu?" potong Andira, "kamu tidak berganti selera memakai parfum wanita 'kan?""Sayang! Kamu ini mikirin apa sih?" Arsa tersenyum kikuk merasakan degup jantungnya berdetak cepat."Aroma parfum wanita di tubuh kamu itu, bukan parfumku. Kamu coba parfum milik siapa?" Andira bertanya sambil memicingkan mata."Begini, Sayang ...." Arsa terlihat menghela napas mencoba berpikir untuk mencari alasan dan merangkai kata agar An
"Pengkhianat kalian!" desisnya. Andira menatap tajam dua sosok manusia yang bermesraan di lobby hotel seberang jalan. Tangannya menggenggam erat setir kemudi dengan napas yang tertahan karena amarah. Ingin rasanya ia keluar dari mobil untuk melabrak mereka berdua. Namun, ia merasa saat ini belumlah waktu yang tepat. "Jadi selama ini, kamu berselingkuh di belakangku?" Andira tersenyum miris.Sosok manusia yang ditatap oleh Andira, salah satunya adalah Arsa---suaminya. Terlihat dengan jelas dimatanya, Arsa sedang berciuman dengan penuh nafsu bersama wanita itu. Hati Andira tentu saja terbakar melihat itu semua. Pria yang selama ini ia percaya dan ia jadikan tempat bersandar, tega menusuknya dari belakang.Selama ini ia banyak menaruh kecurigaan terhadap sang suami. Karena terlalu misterius, ia tidak bisa membuktikan dengan fakta. Di malam ini, di bukakan tabir yang selama ini menghantui dirinya."Apa salahku selama ini? Selama 5 tahun kita menikah, tidak pernah kamu sekalipun menyakit