Share

5. Menghilangkan Duri

last update Last Updated: 2025-10-14 10:43:55

Hari ini adalah hari kedua setelah kepergian Arsa pamit keluar kota. Andira masih memantau pergerakan suaminya. Pria itu tetap berada di Jakarta dan istirahat di sebuah hotel. Hotel yang ditempati adalah hotel yang berbeda dari tempat ia bermalam dengan Jenna sebelumnya. 

Tring.

Andira menaikkan sebelah alisnya ketika melihat sebuah notifikasi ponsel masuk. Notifikasi itu adalah notifikasi sadapan ponsel Arsa. Dan di sana terdapat hasil percakapan panas antara Arsa dan Jenna.

Mengetahui bahwa mereka berdua berbalas pesan, itu menandakan bahwa Arsa tidak sedang berada bersama dengan Jenna. Andira membaca pesan yang isinya adalah perkataan Arsa yang tak ingin menikahi wanita itu. Jenna dalam pandangan Arsa, hanya penghibur pria itu dikala lelah dan bosan. 

Arsa menekankan pada Jenna agar jangan merendahkan diri untuk bisa tetap menjadi istri seorang pria yang telah menikah. Menjadi simpanan saja, sudah cukup untuk merendahkan diri. Tak perlu terlalu jauh melangkah apalagi ingin menjadi satu-satunya.

Jenna memberikan balasan berupa pesan suara. Wanita itu mengeluarkan sumpah serapah dan menghina Arsa. Jenna sepertinya tidak terima karena di injak-injak harga dirinya oleh Arsa. 

"Rupanya mereka bertengkar cukup hebat?" gumam Andira. 

Andira tersenyum miring. Rupanya wanita yang menjadi penghibur, itu tidak terima jadi hanya dijadikan sebagai wanita simpanan. Andira tertawa pelan. Lagi pula siapa pria yang mau menikahi orang yang hanya dianggap sebagai penghibur belaka?

"Aku ingin melihat sampai mana batas kalian menyembunyikan ini semua. Semoga kamu bisa segera menyingkirkan wanita itu dari hidupku. Jika kamu menyelesaikan masalah dengan dia, kita akan hidup bahagia selamanya."

Suara dering telepon mengalihkan perhatian Andira. Terdapat nama sang suami yang terpampang di layar. Tanpa menunggu lama Andira menggeser icon berwarna hijau.

"Kamu di mana?" tanya Arsa dari seberang telepon. 

"Ada di Bandung menemani klien. Kenapa?" Andira memang sedang menikmati jeda persidangan.

"Bisa kamu segera pulang kalau sudah selesai?"

Andira mengerutkan keningnya. "Pulang? Memangnya ada apa?" 

"Aku sudah di rumah sekarang. Aku butuh kamu."

Andira menaikkan kedua alisnya dan cukup bingung. Karena mengikuti jalannya persidangan, ia sampai lupa untuk mengecek keberadaan sang suami. Apakah benar pria itu sudah berada di rumah saat ini? Apakah karena pertengkaran itulah yang membuat Arsa memilih untuk pulang ke rumah? 

"Andira." Arsa heran dengan diamnya Andira.

"Iya, iya."

"Apa kamu masih sibuk? Sidangnya masih lama, ya?" tanya Arsa dengan lembut.

"Tidak ini sedang istirahat. Sebentar lagi selesai."

"Baik aku tunggu kamu pulang. Tidak usah khawatir dengan anak-anak karena aku yang jemput mereka," pungkas Arsa mengakhiri panggilannya.

Andira menatap layar ponselnya dengan datar. Pria itu berbicara dengannya cukup lembut. Seolah tak terjadi apa-apa. Ia kemudian memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.

Andira menemui kliennya dan berdiskusi untuk bahan yang diajukan di sesi sidang selanjutnya. Berbagai bukti dikumpulkan oleh Andira untuk menjerat dan memberi hukuman berat kepada pelaku. Setelah selesai, Andira melanjutkan sesi sidangnya. 

Sidang berjalan cukup lancar dan selesai pada sore harinya. Untuk mempercepat waktu sampai rumah, Andira memilih pulang melalui jalan tol. Sambil dalam perjalanan pulang ia mengecek, ponselnya melacak keberadaan sang suami. Dan dari tadi Arsa tetap berada di rumah. 

Bahkan hasil dari sadapan ponsel Arsa, tidak ada notifikasi pesan masuk dari Jenna. Mereka tidak saling menghubungi lagi setelah bertengkar. Tapi mungkin ini hanya sementara. Entah besok mereka akan berbaikan atau tidak, Andira tidak tahu.

Saat mobilnya berada di ruas jalan tol, terdapat notifikasi pesan masuk yang dikirimkan oleh Cindy. Andira menyetir menggunakan satu tangan namun tetap hati-hati sambil memeriksa pesan masuk yang ada. Asistennya mengirimkan sebuah bukti transfer uang ke rekening atas nama wanita itu. Beserta dengan kuitansi pembelian kalung berlian yang sangat mahal.

"Ini atas kemauan Mas Arsa sendiri, atau wanita itu yang meminta?" gumam Andira.

Jika itu kemauan Arsa sendiri, mungkin membayar apa yang telah diberikan oleh wanita itu. Dan Andira mencoba menerka-nerka mengenai hubungan sang suami dengan Jenna telah melakukan perzinahan atau tidak. Tapi jika ini permintaan dari wanita itu, berarti selingkuhan Arsa wanita materialistis dan mendekati Arsa dengan tujuan uang.

Andira sampai di rumah dan disambut hangat oleh sang suami. Andira memasang wajah lembut dan senyuman yang manis seperti biasanya. Arsa merentangkan tangan dan memeluk istrinya serta melayangkan kecupan di dahi.

Andira bertanya, "Kok tumben kamu pulangnya cepat sekali? Katanya mau satu minggu di luar kota?"  

"Pekerjaan cepat diselesaikan oleh timku di sana. Jadi ... aku bisa segera pulang. Lagi pula aku kangen sama kamu dengan anak-anak." Arsa beralasan dengan masuk akal membuat Andira kagum pada keahlian berbohong yang dimiliki oleh Arsa. Tapi Andira memilih untuk berpura-pura percaya.

"Sudah main sama anak-anak?"

Arsa mengangguk. "Sudah. Karena aku lelah, kita mainnya di rumah saja. Mungkin besok aku akan mengambil libur. Aku akan ajak kamu dan anak-anak jalan-jalan. Kamu besok ada acara tidak?" 

"Aku sudah periksa jadwalku. Besok tidak ada sidang juga tidak ada jadwal bertemu klien. Baiklah besok kita jalan-jalan." Andira tersenyum menatap suaminya. Jujur ia merasa tertekan karena bersikap tidak tahu apa-apa.

****

Keesokan harinya, Andira dan juga kedua anaknya diajak melakukan jalan-jalan seperti yang diungkapkan oleh Arsa. Mereka pergi ke sebuah taman bermain dan berbagi kebahagiaan seperti keluarga kecil pada umumnya.

"Kamu kenapa?" tanya Andira ketika melihat wajah tak nyaman Arsa 

"Tidak apa-apa?" Arsa menampilkan senyum manis seolah baik-baik saja.

Andira mengalihkan pandangan ke arah lain. Ia tahu bahwa suaminya seperti itu karena memikirkan Jenna. Tidak bisakah pria itu melupakan untuk sementara karena masih bersama dengan keluarga?

"Kamu bersama kami. Tapi tidak dengan hatimu," batin Andira.

Pada waktu makan siang tiba, ponsel Arsa berdering tiada henti. Andira tersenyum miring karena mengetahui bahwa itu adalah Jenna yang ingin mengganggu Arsa. Andira tahu karena ia paham dengan nama kontak yang dituliskan oleh Arsa.

Arsa terlihat gelisah. Ia ingin menerima telepon itu, tetapi sedang bersama keluarga. Jika tidak diangkat, mungkin Arsa takut kalau Jenna membutuhkan sesuatu. 

"Jika pekerjaan itu mengganggu konsentrasi mu, matikan ponselnya! Atau sebaiknya, kamu pilih untuk mengakhiri liburan ini, atau meneruskan dan tidak memedulikannya." Andira terlihat geram dengan Arsa yang merasa tidak nyaman dengan kondisi saat ini.

Zeya---putri tertua mereka memprotes, "Kalau Papa kerja terus, kapan kita bersenang-senang kayak begini?"

"Maaf." Arsa menunduk penuh sesal. Ia kemudian memilih mematikan ponselnya.

Andira beberapa saat mendiamkan suaminya karena kesal. Meskipun Arsa akhirnya memilih untuk fokus pada liburan keluarga yang ia janjikan, Andira tetap tak bisa merasakan senang. Pasalnya, Andira melihat ekspresi wajah sang suami yang seperti dipaksakan untuk menikmati liburan ini.

"Sudah dong, Sayang. Jangan cemberut begitu. Aku minta maaf atas kesalahan ku tadi," bujuk Arsa pada istrinya.

"Kamu jarang memberikan waktu untuk keluarga. Tapi giliran liburan bersama, kamu tetap tak melepas tugasmu sebagai atasan," ketus Andira.

Andira benar-benar muak melihat wajah gelisah suaminya saat menatap layar ponsel. Dirinya tahu pasti wanita itu mengganggu ketenangan Arsa yang sedang ingin quality time bersama anak-anak. Setiap hari Jena selalu bersama dengan Arsa dan selalu ikut kemana-mana sebagai sekretaris. Apakah tidak bisa memberi waktu barang sejenak membiarkan Arsa bersama keluarganya?

"Iya, maaf. Maafin, ya? Dimaafkan tidak nih, suaminya?"

Andira menghela napas kesal. "Ya."

Walaupun ia marah dengan sikap sang suami yang menurutnya benar-benar keterlaluan, Andira mencoba untuk melupakannya. Tapi ini tidak bisa dibiarkan. Jika wanita itu terus menerus berada di sisi suaminya, rumah tangganya bisa benar-benar hancur. Andira tak mau itu terjadi karena bisa berdampak kepada kondisi psikis dan mental anak-anak mereka.

 Andira berpikir untuk mencari cara agar wanita itu menjauh dari kehidupan rumah tangganya. Jika Wanita itu pergi maka rumah tangganya akan tetap harmonis. Tapi ... apakah wanita itu pergi dan menjauh dari Arsa?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Istri Yang Terluka    64. Terbang Ke Korea

    "Kamu yakin akan berangkat sendirian?" tanya Demian pada wanita disampingnya."Tentu saja aku sudah menantikan hari ini untuk bertemu dengan anak-anakku. Aku sudah sangat merindukan mereka," jawabnya.Hari ini adalah jadwal Andira akan berangkat ke Korea Selatan, untuk menemui kedua anaknya. Ia juga sudah memberikan kabar kepada Zeya dan Darrel akan kedatangannya. Mereka bahkan saling berjanji akan bertemu di suatu tempat. Tentunya secara sembunyi-sembunyi. Sebentar lagi Andira akan melakukan boarding pass dan ditemani oleh Demian beserta Cindy. Demian mengantarkan wanita itu sampai ke bandara dan untuk melepas keberangkatannya. Andira sebenarnya menolak. Tetapi Demian yang memaksa ingin ikut mengantarkan. Andira berangkat ke Korea, ingin bertemu dengan kedua anaknya. Rasa rindu yang dipendam oleh wanita itu, tidak bisa dibendung lagi. Ia tidak sabar untuk datang memeluk mereka. Zeya juga sangat antusias dan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Andira. Tentu saja Andira merasa ba

  • Pembalasan Istri Yang Terluka    63. Transaksi Barang Mahal

    "Mana pesanan saya yang kamu janjikan?" tanya Arsa kepada seorang pria berjaket jeans abu."Ini, Bos." Pria berjaket jeans abu itu menyerahkan koper besar kepada Arsa.Arsa membuka koper itu. Didalamnya berisi cairan kristal bening yang berharga setara dengan emas. Ia memeriksa bungkusan plastik sebesar batu bata itu. Setiap satu wadah plastik berbobot 1 kg. Arsa tersenyum-senang mendapatkan barang tersebut. Karena sesuai dengan apa yang ia inginkan. "Bagaimana, Bos?" Arsa mengacungkan jempol memuji. "Memuaskan. Kamu memang hebat."Arsa kemudian menyerahkan koper besar yang ia bawa kepada pria itu. "Ini uangnya." Pria itu tersenyum menyeringai ketika membuka koper berisi uang lembaran berwarna merah dari Arsa. Ia tersenyum senang. Sudah beberapa kali ia bertransaksi dengan Arsa. Dan Arsa adalah salah satu pelanggannya yang begitu menyenangkan. Ia tidak pernah kecewa dengan Arsa. Begitu pula sebaliknya Arsa juga tidak pernah kecewa padanya. "Terima kasih, Pak Arsa. Senang sekal

  • Pembalasan Istri Yang Terluka    62. Buta Permanen

    "Apa dia tidak bisa melihat selamanya?" tanya Jenna dengan sendu sambil menatap wajah bayinya."Kata dokter dia buta permanen. Dia tidak mungkin bisa melihat selama seumur hidupnya," jawab Sherina dengan lesu Jenna sudah sadar, dan kini sedang menggendong putra pertamanya dengan raut wajah sedih. Ia mengusap pipi mungil bayi itu dengan lembut. Sebagai seorang ibu yang baru saja dikaruniai seorang putra, tentu rasa hatinya seperti disayat karena melihat anaknya mengalami kekurangan saat lahir. Seharusnya pertama kali lahir, ia bisa melihat dunia walaupun sedikit buram. Tapi selamanya bayi itu tak akan pernah bisa melihat dunia. Bahkan wajah kedua orang tuanya pun, ia tidak akan pernah melihat. "Apa aku salah makan saat masih mengandungnya hingga dia menjadi seperti ini?" Jenna berpikir apa salahnya saat mengandung. "Mana Mama tahu? Kamu sendiri bagaimana cara menjaga kandungan mu?"Sherina tidak pernah memantau putrinya yang sedang hamil semenjak Jenna sudah dinikahi oleh Arsa sec

  • Pembalasan Istri Yang Terluka    61. Pernikahan Yang Dinodai

    "Apakah kamu, mau membantu saya memberikan suntikan dana kepada perusahaan saya?" tanya Firman dengan penuh harap kepada Arsa.Firman menatap menantunya dengan penuh rasa cemas dan khawatir. Ia tak yakin jika seandainya pria itu yang telah menjadi suami putrinya, akan mau membantunya. Tetapi ia bingung akan meminta bantuan dari siapa. Ada masalah dalam koneksinya teman-temannya. Mereka tidak menjawab dan sebagian tak ingin membantunya. Entah karena perbuatan siapa. Padahal selama ini, jika Firman mengalami masalah sedikit saja mereka pasti tanpa diminta akan turun tangan membantu. "Berapa dana yang Anda butuhkan?" Arsa penasaran dengan jumlah yang dibutuhkan. "40 miliar," jawab Firman.Arsa menganggukkan kepalanya. Pria itu kemudian meneguk kembali kopi yang tinggal setengah hingga tandas. Ayah Zeya dan Darrel itu berpikir keras mengenai dana sebesar yang disebutkan oleh Firman. Itu bukan dana kecil."Nanti akan saya berikan suntikan dananya," Kata Arsa.Firman terlihat berbinar se

  • Pembalasan Istri Yang Terluka    60. Suara Pengobat Rindu

    Andira menempelkan ponselnya di telinga dengan jantung yang berdegup kencang. Ia berharap bahwa panggilannya dapat diangkat oleh seseorang di seberang sana. Nomor telepon yang ia hubungi, adalah hasil pencarian Cindy yang diberikan kepadanya. Dan ketika ia mendapatkan nomor telepon tersebut, ia tak ingin membuang waktu untuk segera menghubunginya.Cukup lama Andira mengharapkan sambungan telepon bisa diangkat. Hingga detik berikutnya, Andira dapat merasakan teleponnya diangkat di sana. Deru nafas seseorang dapat Andira rasakan."Akhirnya diangkat," gumam Andira menyerupai bisikan.Andira tak ingin bersuara. Ia ingin memastikan suara seseorang disana bisa keluar terlebih dahulu. Dan ia ingin tahu apakah yang ia telepon benar-benar itu orangnya. Karena jika orang lain, Andira lebih memilih untuk menutupnya."Halo... ini siapa?" Terdengar suara seorang gadis kecil disana. Andira melebarkan matanya ketika mendengar suara yang ia rindukan. Itu adalah suara putrinya. Seperti yang ia hara

  • Pembalasan Istri Yang Terluka    59.

    "Jadi ibu dijatuhi tamak oleh suami ibu?" tanya Cindy pada Andira yang duduk dihadapannya dengan raut wajah sedih. Andira mengangguk lesu. "Benar, Cindy." Setelah pergi dari rumah Ibu mertuanya, Andira pergi ke kantor firma hukum miliknya dan menemui Cindy. Ia menumpahkan semua keluh kesahnya yang membuat dirinya begitu sedih terkait rumah tangganya. Tak memiliki siapapun yang menjadi keluarga, Andira membutuhkan sandaran saat ini. Cindy sudah bekerja dengan Andira sejak ia masih belum lulus kuliah. Iiya juga tahu betul bagaimana kehidupan rumah tangga Andira bersama suaminya. Kini mengetahui kondisi rumah tangga sang bos, membuat ia benar-benar sedih sekaligus marah. "Dan ... penyebabnya karena perempuan itu bukan?" tebak Cindy . "Iya. Entah apa yang menjadi keteguhan hati mereka untuk menyingkirkan aku dari keluarga Danantya," jawab Andira dengan perasaan bingung. Cindy menghela napas. "Menurut saya, mungkin bisa jadi kalau pelakor itu menghasut suami dan ibu mertua Anda."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status