Share

Pesona Dika

Penulis: DeealoF3
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-28 17:21:45

Dua tahun lalu

“Sya, kenalin. Ini Mas Dika,” ucap Kania seraya mengenalkan suaminya pada sang sahabat. Karena Dika kerja di luar kota, baru kali itu Nisya bertemu dengannya.

Sontak, bola mata Nisya membulat. Ia memandang Dika bagai kucing melihat ikan. Lelaki 35 tahun itu sukses membangunkan jiwanya yang fakir kasih sayang: sejak sang suami meninggal dunia beberapa tahun lalu. Hatinya yang gersang pun pelan-pelan menyejuk.

Kania selalu menceritakan mengenai Dika, sehingga membuat Nisya penasaran. Sahabatnya itu berkoar jika Dika lelaki sempurna. Dikalah yang terbaik.

"Sya, lihat ni, Mas Dika abis beliin gelang. Bagus, kan?"

"Sya, Mas Dika tuh nggak bisa makan kalau bukan aku yang masak."

"Sya, Mas Dika tu harus denger aku ngomong i love you dulu setiap pagi baru dia semangat kerja."

Dika beginilah, begitulah, dan masih banyak lagi, hingga membuat Nisya yang merasa lebih baik dan cantik daripada Kania, mendadak jengah. Menurutnya Kania sangat beruntung. Sahabatnya itu bisa bersuamikan lelaki sempurna macam Dika. Sedangkan ia yang baru menikmati indahnya mahligai rumah tangga, malah dipisahkan dengan Miko, lelaki yang sangat dicintainya. Bagi Nisya, dunia sungguh tidak adil.

“Dika,” ujar lelaki tegap di depan Nisya sambil mengulurkan tangan. Senyum dinginnya, lesung pipit di pipi kiri, dan wajah datarnya, membuat Nisya teringat pada Miko.

"Ni-sya," ucap Nisya seraya menjabat tangan Dika.

Dika tidak sadar jika ekspresi datarnya saja telah sukses membuat jantung Nisya melaju cepat. Darah menderas dan dada memanas. Bahkan, sudah sepuluh detik mereka saling berjabat tangan. Tanpa menarik pandangan.

Padahal sebelum bertemu Dika, sudah puluhan kali Nisya mengabaikan kumbang yang mendekat. Meskipun semuanya jauh lebih tampan dan mapan daripada Dika, dengan pesonanya masing-masing. Namun, justru lelaki seperti Dikalah yang Nisya inginkan. Dia seperti menemukan kembali jiwa sang suami pada lelaki itu.

“Hush, udah lepas! Gitu banget sih ngeliatinnya. Jangan lama-lama, ntar kamu naksir lagi. Awas ya, punyaku, ni.” Lana terbahak seraya memeluk erat sang suami.

“Ya, nggak mungkinlah, Kan. Kamu ini ada-ada aja.” Sontak, wajah Nisya memerah. Setelah tangannya terlepas, tanpa sadar ia langsung meletakkannya di dada.

“Janji, ya?”

“Janji.” Nisya mengangkat telunjuk dan jari tengah tangan kanannya. Namun, di belakang tubuhnya tangan kirinya menyilangkan keduanya. Kita lihat nanti, ya, Lan.

***

Mata Kania membulat saat melihat Nisya keluar dari kamar tidurnya. Rahangnya mengeras sampai urat lehernya terlihat.

“Sya, ngapain kamu?” kata Kania yang membuat Nisya bak penjahat yang tertangkap basah.

“Eh, Kan, kamu ternyata udah pulang. Aku nggak habis ngapa-ngapain. Cuma …” Kalimat Nisya terputus karena Kania yang masih membawa kantung belanjaan bergegas masuk kamarnya. Kania menduga jika Nisya sudah mengambil barang pribadinya tanpa izin.

Namun, setelah berada di dalam, Kania semakin membelalak. Kakinya mendadak lemas bagai tak bertulang. Dadanya sesak dan matanya memanas. Di atas ranjang, Dika yang hanya mengenakan celana panjang sedang tengkurap. Kelihatannya lelaki tiga puluh limaan itu sangat kelelahan.

Seketika pikiran Kania bagai benang kusut. Aneka pikiran buruk pun bergantian menggerogoti rongga kepalanya.

Sontak, ia kembali ke luar dan tanpa pikir panjang mendorong Nisya ke dinding.

“Kan, apa-apaan, nih?”

“Kamu yang apa-apaan! Apa yang kamu lakuin sama Mas Dika?“ Suara Kania menggelegar. Wajahnya pun bagai tomat matang dengan tangan terkepal erat.

“Maksudnya? Aku dan Mas Dika nggak ngapa-ngapain! Tadi waktu aku dateng, dia juga baru pulang. Dia mengeluh pusing dan kepalanya sakit. Ya udah, karena rumah ini kosong, aku tolongin dia. Aku bantu bikinin teh dan bantu pijat punggungnya. Itu aja!” ucap Nisya tak kalah keras. Ia tak terima perlakuan Lana yang seenaknya mendorongnya.

“Tapi kamu nggak berhak ngelakuin itu! Kamu bukan siapa-siapanya!”

“Lalu menurutmu, aku harus diam aja dan nungguin kamu, yang pulangnya entah kapan dan nggak tau pergi ke mana? Lagi pula kamu tahu kan aku kerja di salon. Udah biasa mijet. Bukannya makasih sudah ditolongin malah marah-marah!”

Kania sontak menggemeretakkan gigi. “Aku habis belanja. Nggak liat?”

Tak lama, Dika yang terbangun karena mendengar suara berisik, keluar kamar.

“Ada apa, sih, ribut-ribut?” ujar Dika sambil memijit-mijit pelipisnya. “Dek, kamu udah pulang? Habis dari mana? Suami pulang malah nggak ada di rumah.”

“Aku habis belanja, Mas. Kulkas kosong. Aku kan nggak tahu kalau Mas pulang cepet.”

Dika lalu berjalan menuju kursi di ruang makan yang terletak di depan kamarnya.

“Iya, badanku mendadak nggak enak, makanya izin pulang. Pas sampe rumah kamu malah nggak ada. Untung ada Nisya yang kebetulan datang. Dia bantu aku bikin teh manis dan memijat punggungku. Alhamdulillah sekarang udah enakan.”

Kania yang masih kesal memicing ke arah Nisya yang sudah terlihat santai.

“Beneran cuma itu?”

“Iya. Sudahlah nggak usah berpikir macam-macam. Cepat masak, Mas lapar,” ucap Dika lalu bangkit dari duduk dan kembali ke kamarnya.

Sepeninggal Dika keheningan tercipta di antara dua wanita 25-an tahun itu. Kania yang masih membawa plastik menuju kulkas. Ia mencoba menenangkan diri dengan hawa dingin yang membasuh wajahnya. Setelah selesai menata barang belanjaan, dia menarik napas dalam lalu mengeluarkannya lewat mulut.

“Sya.“

“Hmm.”

“Maaf, ya, tadi aku emosi.“ Kania lalu bangkit. Setelah menutup lemari es ia menghampiri Nisya yang masih duduk di kursi makan.

“Makanya jadi orang nggak usah overthinking.”

“Ya, wajarlah. Siapa yang nggak panik melihat suaminya berduaan di dalam kamar sama wanita cantik? Mana kamu masih single lagi." Kania melirik Nisya.

"Sebentar aku ambilin minum dulu.”

Tak lama, Kania muncul dengan segelas air dingin berwarna merah. “Diminum dulu. Oh iya, kamu ngapain ke sini?”

Nisya masih mengusap-usap bahunya, setelahnya ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas tangannya. "Aku mau ngasih ini,“ ucapnya seraya menyodorkan pouch kecil ke depan Kania.

Sontak, mata Kania berbinar. “Ini, kan, parfum yang biasa kamu pake.” Ia lalu membuka botol bulat itu lalu menyemprotkannya sedikit ke leher.

“Iya, kebetulan lagi ada promo, makanya aku beliin sekalian buat kamu. Katanya, kan, kamu suka wanginya."

“Makasih, ya, Sya, kamu bener-bener minta maaf soal tadi. Aku nggak nyangka kamu mau ngasih parfum ini. Padahal dulu kamu pernah bilang kalau parfum ini adalah jimat keberuntungan,” ujar Kania sambil memeluk erat Nisya.

Tanpa setahu Kania, Nisya mencebik. Dengan malas ia membalas pelukan dari sahabatnya itu. Enak aja, nggak semudah itu memaafkan perlakuan kasar kamu tadi, Kan!

"Kita, kan, sahabat, Kan. Apa pun yang aku punya, seharusnya kamu juga punya. Begitu pun sebaliknya." Termasuk Mas Dika.

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
apapun alasannya g sepantasnya sahabat istri masuk ke kamar dan memijat suami sahabatnya. kecuali ada sesuatu diantara mereka. si kania aja yg goblok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Keputusan Akhir

    Melihat Dika berdiri tak jauh dari posisinya, wajah Mahar sontak memerah. Urat-urat di dahinya langsung bermunculan. Ia pun mengepalkan tangannya kuat-kuat sambil menggemeretakkan gigi. Namun sedetik kemudian, kepalanya memutar ke arah Kania yang berdiri di sisinya. Keadaan wanita itu pun tidak jauh berbeda. Kania terus menunduk seraya meremas-remas jemarinya. "Tenang, Mir. Enggak usah takut. Ada aku," ucap Mahar seraya melingkarkan tangannya di bahu Kania dan mendekatkan tubuh wanita itu ke dadanya. Nisya pun seketika geram saat melihat Kania. Rasa cemburunya mendadak naik ke kepala. Terlebih melihat Dika yang terus memandangi Kania tanpa berkedip sedikit pun. Saat melihat Kania, Dika langsung menatapnya dengan pandangan penuh penyesalan. Ia ingin segera memeluk erat Kania tapi kakinya seperti terpaku. Dadanya mendadak sesak kala melihat Mahar melingkarkan lengannya di bahu Kania. "Sudah, Pak, cepat bebaskan suami saya. Saya tidak mau menghirup udara yang sama dengan mereka," uc

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Mafia Hukum

    Bagi Argantara, uang adalah segalanya. Meski saat itu ia sudah menjadi seorang pengacara yang sukses dan terkenal, tetap tidak bisa mengurangi ketertarikannya pada uang. Ia bahkan berkali-kali menggadaikan idealismenya untuk membela koruptor, demi mendapatkan bayaran yang fantastis. Untuk melancarkan kasusnya, Argantara sudah sering melakukan praktek di bawah meja. Ia pun cukup terkenal di kalangan kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan. Tentu saja sebagai pengacara yang terkenal loyal dalam hal negatif. Dalam memberikan komisi yang tidak main-main demi membebaskan sang klien. Saat sore itu Nisya menghubunginya untuk meminta bantuan, tanpa pikir panjang Argantara pun langsung menerima, karena Dika merupakan salah satu klien penting di kantornya. ***Setibanya Nisya di kantor polisi, ia kembali dikejutkan dengan kondisi Dika yang kacau balau. Wajah suaminya itu babak belur dan masih ada sisa darah di ujung bibir kirinya. "Ya Tuhan, Mas Dika. Kamu kenapa?" ucap Nisya sambil mengusap

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Bebas dan Terkurung

    Kania menggigit tangan Dika hingga pria itu memekik kencang dan melepaskan tangannya dari mulut Kania. "Sebaiknya kamu menyerah, Mas! Agar hukumanmu tidak semakin berat." Kania kembali berlari ke pintu dan mencoba membukanya. Sayangnya Dika sudah berhasil menyembunyikan kuncinya.Bersamaan dengan itu, di lantai bawah, Mahar beserta dua orang petugas polisi sudah tiba di lobi hotel. "Selamat siang, kami sedang mencari seseorang," ucap petugas polisi bernama Alfred. "Ada apa, Pak?" "Apa ada tamu yang bernama Aldika Pratama?"Petugas resepsionis itu tidak langsung menjawab. Ia bingung apakah harus melaksanakan permintaan Mahar barusan, karena ia tidak boleh memberikan informasi mengenai tamu hotel kepada siapa pun. Beruntung sang manajer hotel ikut bergabung. Setelah mendengar penjelasan dari Mahar dan petugas polisi, dengan cepat ia menyuruh resepsionis itu mencari nama tamu yang dimaksud. "Iya benar, Pak. Dia menginap di sini sejak semalam.""Di kamar berapa?"Resepsionis berambut

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Tanggung Jawab

    "Sah," ucapan para jamaah Solat Jumat di masjid perumahan Galih tinggal membahana, menambah keharuan dan kesakralan suasana yang sedang tercipta: meski tidak dihadiri oleh mempelai wanita. Mahar lekas mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Mulutnya pun tak henti mengucap syukur karena saat itu telah resmi berstatus sebagai suami Kania. Bersamaan dengan itu, ingatannya terbawa ke masa satu jam lalu. Saat Mahar masih berusaha meyakinkan Galih bahwa ia benar-benar ingin menikahi Kania."Tapi Kania kan belum ketemu. Kita juga nggak tahu bagaimana keadaannya nanti? Dia masih hidup atau ...." "Pak, saya yakin Kania masih hidup. Dia pasti selamat. Lagi pula saya nggak peduli. Bagaimanapun keadaannya nanti, saya tetap ingin menikahi dia. Jadi tolong nikahkan kami."Galih akhirnya menyerah dan menuruti permintaan Mahar. Mahar pun lekas memberitahu Fitri agar segera hadir ke masjid tempat berlangsungnya akad nikah. Setelah acara selesai Galih langsung memeluk erat Mahar. Air mata lelaki it

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Kotor

    "Gimana, Pak? Apa ada informasi?" ucap Mahar setibanya ia di kediaman Galih. Galih menggeleng lemah, "Bapak sudah menanyakan semua orang di sini tapi tidak ada yang mengaku melihat orang asing." Sebelum Mahar tiba, Galih sudah mengumpulkan semua tamu, termasuk tim penyedia fasilitas yang mereka libatkan dalam acara. Mahar mengerutkan dahi. Dadanya yang sudah memanas mendadak sempit. Mir, kamu di mana? Please, kasih aku petunjuk biar bisa nolongin kamu. Aku harap kamu baik-baik aja. Firasatnya kalau Kania diculik semakin kuat. Tiba-tiba salah seorang petugas katering melihat ke arah para tim sound sistem. "Personal kalian yang satu lagi mana?" "Ini sudah semuanya. Siapa yang kamu maksud?" kata pemimpin tim sound sistem. "Tadi itu ada orang memakai topi hitam dan masker keluar dari sini sambil membawa koper besar. Katanya dia membawa sound sistem."Mahar pun sontak mendekat. "Kenapa, Mas?""Ini, Pak, tadi waktu saya sedang sibuk membereskan meja untuk prasmanan, ada laki-laki yang

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Iblis

    Setelah Kania terkulai, Dika lekas membopongnya dan menaruhnya di ranjang. Ia kemudian memasukkan tubuh Kania ke dalam koper besar yang ia temukan di dalam lemari Kania. "Jadi kamu dan Mahar akan bulan madu dengan menggunakan koper ini? Sayang sekali rencana itu aku hancurkan." Sesudah memastikan kalau kondisi aman: karena orang-orang masih sibuk di ruang depan, Dika lekas mendorong koper itu melalui pintu belakang. Ia juga menutupi wajahnya agar tidak ada yang mengenali. Lagi-lagi ia terbantu karena saar itu Galih sedang berada di depan menyambut para tamu yang berasal dari saudara jauh Kania. Dika lekas membawa tubuh Kania dan memasukannya ke mobil yang ia parkir di seberang rumah Galih. Ia sempat berpapasan dengan seorang petugas katering yang menanyakan mengenai koper yang sedang ia bawa, tapi Dika menjawab santai. "Ini hanya sound sistem." Karena petugas katering itu juga sedang sibuk menyiapkan penganan, ia langsung percaya dan tidak bertanya lebih lanjut. Tak lama setelah Di

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Selamanya Kamu adalah Milikku

    Bagai kilat, Dika langsung mendekat dan memeluk erat Kania. Seketika aroma vanilla yang menguar dari tubuh Kania membuatnya terbuai. "Sejak awal melihatmu, aku sudah merasa kalau kamu Kania. Kaniaku. Kenapa kamu harus bohong?" "Lepasin! Kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" ucap Kania sambil mendorong kasar tubuh Dika. "Aku nggak bohong. Sekarang aku adalah Miranda. Karena Kania yang dulu kamu kenal, sudah mati!" Dika kembali mendekat. "Nggak usah menipu dirimu sendiri. Jelas-jelas aku dengar tadi kamu bilang kalau kamu masih mencintaiku." Wajah Kania yang putih semakin memucat. Ia pun lekas menghindari Dika dan mendekati Galih. "Dika! Jangan dekati anakku! Kenapa kamu kembali ke sini?" Galih maju selangkah ke depan Kania. "Pak, maaf. Tapi izinkan saya bicara berdua dengan Kania. Masih banyak yang harus saya sampaikan." "Kamu mau ngomong apa lagi, Mas? Urusan kita sudah selesai." "Urusan kita masih banyak, Kan. Dulu kamu main hilang begitu saja. Padahal masih banyak yang i

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Perlindungan Ayah

    Saat Dika akan melangkah masuk ke rumah Galih, terdengar azan Maghrib. Dika sontak menghentikan langkahnya lalu masuk kembali ke mobilnya. Ia masih ingat betul bagaimana kebiasaan Galih. Mantan ayah mertuanya itu selalu salat berjamaah di Masjid. Dika tidak mau jika sampai bertemu dengannya. Dika masih ingat saat terakhir kali ia menemuinya, Galih memarahinya habis-habisan dan memakinya akibat ulahnya pada Kania. Dika masih sakit hati. Akhirnya Dika memutuskan menunggu sampaiB Galih pergi ke masjid.Setelah Galih pergi ke masjid, Dika turun dari mobilnya dan masuk ke rumah Kania. Kania yang sudah berada di kamar terkejut karena pintu rumahnya kembali diketuk."Kenapa Ayah balik lagi? Apa dia ketinggalan sesuatu?" Kania lalu bergegas keluar dan membuka tirai. Sontak, ia terkejut saat melihat Dika tengah berdiri tepat di depan pintu. Tubuh Kania seketika gemetar. Ia langsung menutup kembali tirainya dan masuk ke kamar.Namun, Dika kembali mengetuk hingga Kania akhirnya sadar."Ingat, kam

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Melawan Kata Hati

    "Tante Miranda?" Aksara melepaskan pelukan Kania lalu memandang wanita itu."Maaf, Nak. Tante cuma teringat sama putra tante yang sudah lama pergi. Kalau dia masih ada, usianya sama denganmu."Aksara terdiam lalu bibir kecilnya membentuk lengkungan ke atas. "Nggak papa kok, Tante. Kalau Tante mau, Aksara bisa jadi pengganti anak tante.""Benarkah? Tante senang sekali." Kania lalu kembali memeluk Aksara."Tante aku berangkat sekolah dulu, ya. Takut terlambat. Pulang sekolah nanti apa aku boleh main ke rumah Tante?"Meski baru pertama kali bertemu Kania dalam sosok Miranda, Aksara pun sudah merasa dekat. Bahkan anak itu sudah sayang pada Kania seperti ia menyayangi Nisya. "Boleh, dong. Kamu hati-hati, ya," ucap Kania sambil melambai pada Aksara yang mulai menaiki kembali sepedanya. Setelah itu ia pun kembali menuju ke warung sayur.Di rumahnya, Fitri tersenyum lebar saat mendengar cerita Mahar bahwa Kania menerima lamaran putranya itu. Bahkan ia sampai tersedak dan terbatuk-batuk hing

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status