Share

BAB 3

Aira mengerjapkan mata, hal pertama yang ia sadari ialah saat ini ia berada di ruangan yang serba putih. Bau khas obat-obatan menyeruak memenuhi rongga hidung.

Tangannya terangkat, berniat memijat pelipisnya yang sedikit berdenyut. Tapi tunggu...

Apa yang terjadi?

Aira mencoba mengingat-ingat semuanya, hingga perlahan-lahan potong-potong memory sebelum dirinya jatuh pingsan mulai terkumpul.

Helaan nafas berat serta hembusan yang sedikit kasar, mulai terdengar dari bibir pucatnya.

Beberapa menit kemudian, seorang wanita berpakaian serba putih masuk. Membawa serta makanan juga segelas minum dan juga beberapa obat. Mungkin untuk Aira konsumsi.

Wanita itu meletakan nampan yang dibawanya di atas sebuah nakas yang berada tak jauh dari ranjang tempat Aira berbaring.

"Syukurlah, Bu'Aira sudah sadar!" sapanya sembari menyunggingkan senyum.

Aira membalas senyumannya, dengan senyum yang sama." Suster, saya kenapa ada di sini?" Tanyanya dengan suara parau."Dan apa suster tahu dimana putri saya? Tadi saya bermimpi buruk, putri saya kayla dia...." Imbuh Aira.

Bibirnya sedikit bergetar, bulir bening menggenang di pelupuk matanya. Kalimat yang disampaikannya pun menggantung tanpa sanggup melanjutkannya lagi.

Suster itu tampak menunduk resah, sembari memainkan jemarinya. Mungkin sebaiknya memang aira lebih dini kembali menyadarinya. Toh lambat laun kenyataan ini harus wanita malang itu hadapi.

"I-itu bukan mimpi, Bu! Maafkan saya yang lancang berkata jujur, tapi putri ibu memang sempat dioperasi, namun operasinya gagal, jadi Kayla tidak dapat tertolong." Terang perawat tersebut.

Degg...

'omong kosong macam apa ini?' Pikir Aira.

"Sus!" Aira berusaha menggapai tangan suster itu. Ia mengharapkan jawaban berbeda namun,"maafkan kami, Bu!" cuma itu yang dapat Suster itu ucapkan. Wajahnya terus menunduk tanpa berani menatap Aira, yang sudah pasti hancur luluh lantak mendapati kenyataan ini.

Jiwa wanitanya ikut menjerit, menyaksikan kemalangan yang menimpa Aira. Terlebih ketika menanyakan keberadaan suaminya pada wanita paruh baya yang adalah tetangga Aira, yang datang menjenguk Aira, setelah pihak rumah sakit menelpon berdasarkan panggilan terakhir di telepon genggam milik Aira.

Pihak rumah sakit ingin mengkonfirmasi perihal musibah yang menimpa Aira ke keluarganya. Namun, dipanggilan terakhir Aira justru nomor Bu'Rita tetangganya.

Dan wanita paruh baya itu segera datang dan menceritakan keadaan yang terjadi dalam keluarga Aira.

Suaminya sudah lama berselingkuh dengan wanita pilihan ibunya, yang adalah wanita dari keluarga kaya, dan kemarin adalah acara lamarannya. Dan suaminya sampai saat ini tidak dapat di hubungi.

Membayangkannya saja sakit, apalagi jika berada diposisi Aira, suster itu tidak yakin akan sanggup.

Aira mencoba turun dari ranjang, berusaha menguatkan diri sendiri, sebab tak ada yang bisa memberikan itu untuknya. Kaylanya sangat berarti baginya. Jika berita itu memang benar tak mungkin dirinya hanya bisa duduk di tempat ini sembari meraung. Menangis meratapi nasib yang tiada gunanya.

Sementara entah diruangan mana, putrinya sedang terbujur kaku menunggu kehadirannya. Dan kehadiran Ayahnya yang saat ini sedang memadu kasih dengan calon istri barunya.

"Bu, Ibu mau kemana?" tanya Suster mencoba membantu dengan memegangi kedua bahu wanita malang itu.

"Aku ingin menemui putriku, dia membutuhkanku." Jawabnya dengan suara bergetar dan airmata yang bersimbah membasahi wajah pucatnya.

"Tapi Ibu belum sepenuhnya pulih paska kuretasi."

"Aku tidak peduli. Jika memang setelah ini, nyawa pun ingin meninggalkan raga yang tak berguna ini, aku malah bersyukur. Sebab semuanya sudah tega meninggalkanku. Bahkan janin yang bahkan aku belum sempat menyadari kehadirannya didalam rahimku!" Balas Aira dengan wajah sendu.

Aira kemudian berlalu begitu saja, setelah melepaskan pegangan tangan Suster di kedua bahunya.

Berjalan tertatih sembari membuka pintu. Sementara di belakangnya, Suster berusaha mengejar.

Saat pintu kamar Aira terbuka, seorang wanita paruh baya berdiri hendak masuk. Ia menatap prihatin pada Aira yang kembali meneteskan airmata kala menatap dirinya.

Tangannya bergetar, merentang dan segera membawa Aira ke dalam pelukannya. Wanita itu ialah Bu'Rita tetangganya yang di telepon pihak Rumah Sakit tadi, saat Aira jatuh pingsan.

"Yang sabar nak, Tuhan memberikan ujian karena Dia tahu kamu mampu melewatinya! Jadi kamu harus kuat. Kayla, sudah tidak akan merasakan sakit lagi!" Ucap wanita paruh baya itu berusaha menenangkan Aira.

Bukannya merasa tenang, perkataan wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya ini bak sebuah belati tajam yang menyayat luka Aira hingga terkoyak dan berdarah-darah.

Bibir Aira kelu, saat ini ia hanya ingin menemui putrinya, melihat dan menciumi wajah cantiknya yang kini tak dapat lagi menyunggingkan senyum untuknya.

"Sus, tolong antarkan kami!" Ucap Bu'Rita pada suster yang saat ini sudah membantunya memapah tubuh ringkih Aira. Mereka lalu pergi ke tempat penyimpanan jenazah yang akan segera dimandikan.

Meski tungkainya terasa tak mampu membawanya melangkah, Aira menguatkan diri sebab tak ingin hal seperti sebelumnya, ia alami lagi.

Aira ingin melihat putrinya, menciumnya dan membisikkan kata-kata agar anak gadisnya itu pergi dengan tenang. Aira yakin, meskipun tidak dapat menjawab, tapi Kaylanya pasti dapat mendengar.

Tiba di ruang jenazah, Aira segera memeluk tubuh putrinya yang sudah tidak mampu bergerak dan melayangkan ciuman di kedua pipinya, seperti biasa.

Tangis Aira kembali pecah. Ternyata janjinya dalam hati untuk lebih tegar dan janjinya pada putrinya untuk tetap tersenyum, tidak mampu ia tunaikan.

Kayla nya adalah sumber kekuatannya. Namun, sekarang gadis kecilnya itu meninggalkannya, dan ia harus bagaimana?

"Sayang, napa kamu ninggalin mami! Kalau mami ada salah, mami minta maaf! Mami janji akan menjaga ila lebih baik lagi. Tolong kembalilah! Mami harus bagaimana tanpa ila!"

Lirih Aira berucap seraya menciumi pucuk kepala Kayla, mampu membuat hati Bu'Rita dan semua yang ada disitu perih, tatkala ikut merasakan kepedihan hati seorang ibu yang meratapi kepergian buah hatinya.

***

Tiga hari berlalu, Ivan yang sejak beberapa hari ini merasakan cemas, entah mengapa, ia terus meneteskan air mata tanpa sebab.

"Ada apa ini, kenapa hatiku terasa begitu sakit dan sesak, airmata terus ajah keluar. Apa ada yang salah dengan mataku?" gumam Ivan sambil berdiri didepan cermin dan menatap dirinya yang gelisah.

"Kamu kenapa mas?" tanya wanita yang kini bergelar calon istri ivan."Kamu berapa hari ini kek gelisah dan banyak melamun. Apa kamu menyesal udah ngelamar aku, hmm?" Selena mencebik.

"Kamu kok ngomong gitu?" ujar Ivan sembari berjalan menuju Selena yang sedang berada di tepi ranjang kamar hotel yang mereka tempati selama beberapa hari ini, untuk merayakan pertunangan mereka.

"Ya habisnya, kamu seperti sedikit aneh, gak kayak biasanya." Ujar Selena dengan wajah cemberut.

"Aku udah kirim suratnya sesuai permintaan kamu sayang, jangan ngambek gitu dong!" Bujuk ivan."Eh, serius, Mas?" Ivan hanya mengangguk dan tersenyum pada Selena." Makasih yah Mas, kamu emang yang terbaik!" ucap Selena sembari bergelayut manja ditubuh Ivan, dan merekapun melanjutkan aktivitas panas mereka yang sudah tiga hari belakangan ini mereka lakukan.

Sementara Ivan berusaha mengalihkan perasaan sedih dan sesak tanpa sebabnya dengan melanjutkan aktivitas panasnya dengan selena, Aira yang sejak Kayla dimakamkan berusaha menekan rasa sakit di dada dan berusaha tetap tegar menghadapi rasa sakit kehilangan kedua anaknya dan pengkhianatan suaminya, terus saja meneteskan airmata tanpa henti-hentinya.

Tak ada suara, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Hanya linangan airmata bak sungai yang mengalir di waktu hujan.

Dunianya seperti hancur berkeping-keping. Tidak ada tempat bersandar, kecuali pada Tuhan dan para tetangga yang peduli pada musibah yang menimpanya.

Aira sendiri tidak memiliki keluarga untuk bersandar, ia merupakan gadis panti asuhan.

Tetangga adalah keluarganya, mengingat perlakuan buruk suami dan keluarganya padanya. Beruntung Aira merupakan pribadi yang baik dan humbel, yang membuat dirinya diterima dengan baik oleh tetangga sekitar sejak ia pertama kali tinggal di rumahnya ini bersama ivan. Dan Ivan suaminya, sampai saat ini tidak dapat dihubungi.

"Bu'Aira, kok Pak Ivan dan keluarganya gak datang sejak pemakaman Kayla sampe sekarang, emang gak dikasih tahu yah?" tanya seorang ibu yang merupakan tetangga mereka. Yang sejak awal membantu mengurus segala keperluan.

"Mas'Ivan gak bisa di hubungin, Bu! Aku udah coba beberapa hari ini, tapi tetap ajah gak bisa, mungkin nomornya sudah diganti kali yah! Keluarganya, ibu dan adik-adiknya lagi keluar negeri. Aku lihat postingan mereka di I*******m. Aku dah ngirim pesan DM, tapi gak ada balasan." Aira menghembuskan nafas kasar. "Tapi, Ya sudah gak papa, aku bersyukur karena teman-teman kantornya masih peduli pada kayla, pas dengar berita nya kemarin dari salah satu temen Mas'Ivan yang aku kabari. Karena mereka yang ngebiayain semua ini, Bu!" Terang Aira dengan suara parau.

"Ya udah, kita bersyukur ajah yah, Tuhan punya rencana disetiap apa yang terjadi dalam kehidupan ini. Dan rencananya, selalu indah pada waktunya. Sabar yahh Bu'Aira!" Ucap salah satu ibu menguatkan hati aira.

Tiba-tiba, "permisi ... permisi ...!" terdengar suara seorang pria dari luar pintu rumah Aira.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status