Share

BAB 8

Ivan yang mendengar hal itu terperangah tak percaya, "a-apa, ibu ngomong apa tadi? jaringan disini agak kurang bagus, Ivan tidak bisa dengar apa yang ibu bilang tadi!" kelit Ivan dengan tubuh yang gemetar karena hal yang baru saja ia dengar. Dalam hatinya Ivan berharap bahwa ia sudah salah mendengar.

"Kamu gak salah dengar, Van! Kayla memang sudah gak ada dan Aira ibunya, sudah dibawah pergi. Kata Bu'RT sih, dia kembali ke panti asuhan, untuk nenangin diri. Sepertinya dia udah berbohong sama tetangga sekitar, kali aja dia malu kan?!" Ketus Dewi ibunya Ivan.

"Kok ibu ngomongnya gitu, jahat banget. Aira seperti itu, mesti untuk jaga nama baik Ivan, Bu!" Lirih Ivan merasa sedih karena kehilangan putrinya dan Aira yang harus memikul beban berat akibat perbuatannya sendiri.

"Mana bisa gitu, Van? Ibu yakin dia malu untuk ngakuin kalo dia itu udah jadi pembantu sekarang di rumah mantan majikan kamu itu, jadi sok-sok bilang mau nenangin diri, halahh!" suara nyaring khas ibu-ibu penggosip, ditambah kata-kata yang begitu menusuk, membuat Ivan sejenak merasakan perih dihatinya.

"Udah dulu yah, Bu! Nanti Ivan telepon lagi." Ivan kemudian mematikan sambungan telponnya.

Betapa sejak dulu, ibunya memang sangat membenci Aira, hingga saat ini. Meskipun Aira harus dihadapkan dengan musibah sebesar ini, karena dirinya. Ibunya bahkan tidak bergeming, bahkan masih seperti dulu, ia telah menanamkan stigma buruk pada mantan menantunya itu.

Namun Ivan, dia sangat mencintai ibunya. Setelah kepergian ayahnya dua tahun lalu, Ia berusaha keras membahagiakan ibu dan adik perempuan nya. Namun, kebahagiaan yang ibunya inginkan, adalah kehancuran bagi rumah tangganya.

Ia berusaha memenuhi kewajibannya sebagai seorang anak dengan mengabaikan kewajibannya sebagai seorang ayah dan seorang suami.

Dan ini semua adalah hasil dari usaha Ivan untuk membahagiakan ibunya. Ada rasa sakit di sudut hatinya, ada kilatan ingatan saat masa-masa bahagia yang pernah ia lewati bersama Aira dan Kayla. Yang menyeruak memenuhi benaknya.

"Mas, bangun udah jam setengah tujuh lho, nanti kamu telat!" ucap Aira sembari membelai lembut pipi Ivan suaminya yang masih terlelap.

"Ampun Dek! lima menit lagi yah, baru bangunin Mas. Mas masih ngantuk." ujar Ivan sembari berbalik dan membelakangi Aira.

"Ya udah, lima menit aja yahh!" Aira segera duduk di tepi ranjang menunggu suaminya sambil terkekeh geli, karena dia tahu dengan begitu, suaminya akan terganggu dan tidak akan tidur lagi.

"Ya ampun Dek, gimana Mas mau tidur, kalau kamu kek gini. Ya udah, Mas bangun ajah!" Kesal Ivan yang segera bangun dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi.

"Jangan lupa sikat giginya yang bersih, nanti bau naga pas dikantor! Kan gak lucu, tiba-tiba Mas dipecat hanya karena bau mulut, kan kan!?" Canda Aira yang membuat Ivan terkekeh geli sendiri di dalam kamar mandi dan melupakan kekesalannya.

Ivan tersenyum kala ingatan itu kembali terngiang di kepalanya. Sungguh Aira pribadi yang ceria, dia selalu mampu membuat Ivan tertawa di saat sedang kesal sekalipun.

"Papa bro lagi apa sihh? ila pijitin yah?" ucap Kayla sembari memeluk ayahnya dari belakang.

"Papa lagi ada sedikit kerjaan, tapi sudah selesai. Gimana gimana, ila mau ngomong apa?" ucap Ivan sembari mengangkat tubuh Kayla dan didudukkan di atas pangkuannya. Sambil menciumi dan mencubit gemas pipi gembul putri semata wayangnya itu.

"Ila mau bobo, Papa pliz nyanyiin ila lagu 'Que sera sera' yah!" pinta Kayla yang memang sudah sangat mengantuk, hingga matanya sudah mulai terpejam dalam pelukan hangat ayahnya.

Ivan mulia menyanyikan lagu itu sembari berdiri dan menari, selayaknya seorang pangeran yang sedang berdansa dengan sang putri, karena hal itu yang selalu di inginkan Kayla putrinya jika bersama dirinya.

'When I was just a little girl

I asked my mother, what will I be

Will I be pretty? Will I be rich?

Here's what she said to me

Qué será, será

Whatever will be, will be

The future's not ours to see

Qué será, será

What will be, will be..."

Tak sadar, Ivanpun mulai menyanyikan lagu itu. Namun, dengan nada lirih dan terisak. Rasa sakit kala kenangan itu menyeruak memenuhi pikirannya, membuat hatinya terasa sesak. Suaranya seperti tercekat. Pandangannya buram.

"Kayla maafin Papa, Nak!!"

Lagu yang Ia nyanyikan untuk putrinya selama ini, berubah seperti lagu perpisahan yang sangat memilukan hati.

"Aira ... Kenapa begitu sakit rasanya! apa kau merasakan hal yang sama? tidak, sepertinya yang kau rasakan jauh lebih sakit dari ini. Maafin Mas Aii!!" lirih Ivan.

Selena yang sudah selesai bersiap segera menghampiri Ivan yang sedang duduk di balkon luar kamar mereka.

"Mas, yuk! Aku udah siap ini. Kamu lagi apa sih?" Selena mengeryitkan keningnya, melihat tunangannya yang seperti orang linglung. " Mas!" panggil Selena sekali lagi.

"Eh, sabar dikit napa Ai, buru-buru banget!" Ivan yang segera tersadar dengan kata-katanya, segera melotot ke sembarang arah. Namun," ihh gemes banget sii, emang boleh yahh, seromantis itu?" rupanya Selena sudah menyalah artikan panggilan itu. Ivan yang menyadari hal itu, segera melanjutkan kebohongan itu.

"Iya kan, kalau aku manggil kamu, Dek! entar malah sama dengan panggilanku untuk Aira kan?" Kelit Ivan.

"Iyah sihh. Ya udah, pokoknya mulai hari ini kamu manggil aku Ayy, yahh!? atau Ayang kek, jangan Sel mulu, gak ada romantis-romantisnya. Yah!?"

"Iyah, baik!" Ivan bersyukur, karena panggilan yang seharusnya ia tujukan untuk Aira disalah artikan oleh Selena dan akhirnya dia terselamatkan.

***

Seminggu berlalu, Aira sudah mulai akrab dengan lingkungan Mension itu dan juga dengan beberapa pekerja disana.

Namun, satu hal yang membuat Aira merasa gundah yakni setelah seminggu berlalu pun dirinya tetap tidak boleh bertemu dengan Brian, anak dari majikannya itu. Padahal dirinya sangat penasaran, dengan sosok anak berusia sama dengan Kayla putri malangnya itu.

Ivanpun setelah seminggu, ia mulai melupakan rasa sakitnya dan kembali beraktifitas seperti semula.

Sedangkan RK, dia sedang berada di negeri tirai bambu untuk menjalankan kesepakatan kerja sama yang telah ia lakukan dengan Perusahaan Jasa di negeri itu.

Kepergiannya kesana, untuk melihat tempat-tempat mana saja, yang menarik dan dapat menjadi tujuan wisata bagi turis Indonesia maupun turis luar negeri yang ingin pergi ke Negeri tirai bambu itu, dengan menggunakan jasa Perjalanan atau travel Starlight Group milik RK. Mengingat perusahaan miliknya, memiliki cabang di beberapa negara.

Dan bahkan setelah seminggu berlalu, Aira masih tetap mengira Donny adalah Tuan dalam rumah itu. Hal ini di karenakan, satu kalipun Aira belum pernah bertemu dengan RK.

Namun, menurut penuturan beberapa ART wanita yang ada Mension itu, Boss mereka sangatlah tampan, meskipun terlihat dingin, tetapi ketampanannya mampu membuat wanita manapun tergila-gila padanya.

Semua informasi itu membuat Aira merasa muak, sebab menurut dia Boss mereka biasa ajah, bahkan cenderung genit dan dia tidak menyukainya.

"Apanya yang tampan, apanya yang dingin? Yang ada malah genit, ckk payah!"gumam Aira kala menanggapi, cerita-cerita teman-teman sesama ART.

Tentu saja semua pikiran itu ia tujukan bukan untuk RK, melainkan untuk Donny yang pernah ia temui di dapur.

Didalam Mension seluas itu, bahkan tidak ada satupun potret milik RK disana, yang ada hanyalah potret dirinya semasa kecil, bersama ayah, kakek, dan neneknya. Hal ini yang membuat Aira stak pada pemikirannya tentang RK selama ini.

Saat ini Aira sedang sibuk merapikan tanaman, entah apa yang menyebabkan, beberapa Vas terjatuh dengan tanah didalamnya ikut berhamburan keluar, sehingga Aira yang bertugas merapikan bunga-bunga itu, harus bekerja ekstra keras mengingat bobot dari vas itu yang besar dan berat, karena terbuat dari tanah liat.

drrtttt ... drrtttt ...

"ehh, apa deh! perasaan udah aku matikan dayanya tadi, ckk!" kesal Aira yang segera merogoh saku celananya untuk melihat dan menjawab panggilan di benda pipih miliknya itu.

"ibu!" ujar Aira dengan penuh semangat, mengetahui siapa yang sedang menunggu diseberang sana untuk berbicara dengan dirinya.

Ia segera mengangkat panggilan itu,"Hallo, Bu! Aira kangen!" sapa Aira dengan bulir bening yang mulai memenuhi pelupuk matanya.

"Hallo Nak! Ibu juga kangen. Napa sihh, susah banget hubungin kamu Ai, ibu udah berapa hari ini coba nelpon kamu, tapi gak masuk-masuk. Ada banyak hal yang pengen ibu ceritain ke kamu." Tutur Bu' Rita dengan nada sendu.

Aira menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan dengan kasar. "Ibu, Aira mau ganti nomor telepon. Nanti kalau udah di ganti Aira bakal kasih tahu ibu. Disini juga, gak bebas makai handphone bu, kecuali waktu senggang." Aira tanpa sengaja mengutarakan hal yang memantik kecurigaan di hati Bu'Rita.

"Ai, ibu pengen ... uhukkk uhukk!" ucapannya terhenti karena batuk.

"ehmm, minum air hangat, Bu!?" ujar Aira prihatin.

Setelah menunggu beberapa saat, Aira kembali bertanya pada Bu'Rita. "udah Bu, minum airnya?" tanya Aira memastikan. "Iyah!" jawab Bu'Rita singkat.

"Oh ya, Ibu mau ngomong apa tadi?" Aira kembali bertanya sebab penasaran dengan apa yang hendak di lakukan oleh sosok yang sudah dia anggap seperti ibunya sendiri.

"Ai, ibu udah siap-siap dari tadi, Ibu juga udah mesen taxi online, pengen ke panti sekarang. kamu tunggu Ibu, yah!"

Hah apa, ibu mau ke panti?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status