Share

Bab 7 : Sebuah Rencana

Di tahun ketiga pernikahan Baron dan Gracia, mereka berdua memutuskan untuk bercerai. Lebih tepatnya Gracia yang menginginkan untuk berpisah, alasannya karena ia mengira sudah tidak ada lagi yang bisa dimanfaatkan dari Baron.

Dan juga tujuan Gracia sejak awal sudah tercapai. Usaha keluarganya kembali pulih, ekonominya kembali stabil, tapi sebaliknya Baron yang kini berada di ambang kesusahan. Separuh tanah peninggalan sang ayah sudah habis terjual, usaha perkebunan pun banyak mengalami kerugian.

“Jadi selama ini kamu tidak pernah mencintaiku?” Baron memasang wajah nelangsa, teringat apa saja yang sudah ia korbankan hanya untuk bisa bersama Gracia dan sekarang berakhir sia-sia.

Karena kenyataannya memang inilah balasannya. Gracia merampas habis semua yang dimiliki Baron, lalu mencampakkannya persis seperti Baron membuang Dorothy tanpa manusiawi. Gracia juga terang-terangan mengakui sudah memiliki lelaki lain, makinlah Baron menggila.

“Sudahlah, jangan terlalu dramatis.” Gracia terus memasukan pakaiannya ke dalam tas, bersiap untuk angkat kaki dari rumah. “Bukankah kamu pun melakukan hal yang sama pada mantan istrimu dulu? Ayolah, sejak awal aku tidak pernah tertarik dengan apa yang menjadi milik orang lain. Aku hanya butuh uangmu. Dan itu realistis bagi seorang wanita.”

Mendengarnya, Baron naik pitam, ia merasa menjadi pihak yang paling dirugikan di sini. Suhu tubuhnya meningkat, ada emosi yang bergemuruh dalam dada, dengan kasar tangannya pun menarik bahu Gracia, membuat wanita itu langsung berbalik dan menghadap padanya.

“Apa yang kamu lakukan?!” Gracia meninggikan suaranya, bahunya yang terasa nyeri ia usap-usap.

Pria gondrong dengan mata nyalangnya itu tidak menjawab, nafas yang memburu membuat dadanya kembang kempis tak beraturan. Mengetatkan rahang, Baron mendorong tubuh Gracia ke atas ranjang.

Entah apa yang ada dalam pikiran Baron saat ini, tapi ia seperti orang yang kesetanan. Tangan kekarnya mengungkung tubuh Gracia, menguncinya agar tidak bisa leluasa bergerak.

Di bawah nafsu dan amarah Baron yang bergejolak, tubuh Gracia terus menggeliat-geliat, berusaha untuk mendorong pria yang nyaris menindihnya. Tapi tenaganya tak cukup besar, alhasil ia hanya bisa berteriak sekencang mungkin sebelum Baron membekapnya dengan sebuah ciuman.

“Kamu milikku selamanya, Gracia. Mana boleh kamu pergi begitu saja dan meninggalkanku ketika aku sedang terpuruk!” teriak Baron tepat di telinga wanita berambut panjang tersebut, membuat Gracia reflek memejamkan mata karena terkejut.

Belum sempat Baron menyalurkan hasratnya, aktivitas tangannya yang hendak merobek paksa gaun yang dikenakan Gracia mendadak berhenti karena pintu kamar didobrak secara paksa oleh seseorang. Saat menoleh untuk melihat, Baron menyatukan alisnya karena yang masuk ternyata pria asing dengan nafas yang ngos-ngosan.

“Menjauhlah dari kekasihku, dasar brengsek!” teriak pria berpostur tinggi dengan dada bidangnya yang membuatnya nampak gagah.

Pria yang mengaku sebagai kekasih Gracia tersebut langsung berderap menghampiri Baron, lalu tanpa babibu segera melayangkan pukulan pada rahang Baron hingga lawannya itu tersungkur kesakitan. Tak sampai di situ, dia juga memberikan beberapa tendangan pada kaki, perut dan kepala Baron agar tidak sanggup untuk berdiri lagi.

Gracia sudah berdiri di samping kekasihnya, menunjukkan bahwa ia sama sekali tak berada dipihak Baron. Selesai membawa barang-barangnya, mereka berdua melenggang pergi tanpa mengatakan salam perpisahan pada Baron yang masih terkulai tak berdaya didekat kaki ranjang.

Tertawa jengkel, Baron mengusap darah segar yang mengalir dari ujung bibir dan hidungnya. “Sialan! Si jalang itu memang seharusnya sejak awal kubunuh saja. Benalu yang tidak tahu malu.”

Hidup Baron sudah berada di ujung tanduk, satu langkah lagi mendekati kemiskinan. Banyak pegawai yang tidak ia bayar, mereka memberi ancaman apabila Baron tak kunjung membayarkan haknya. Akhirnya mau tak mau Baron menjual rumah mewah hasil jerih payahnya untuk membayar hak para pegawai tersebut.

Sempat hidup terlunta-lunta tanpa memiliki tempat tinggal dan uang yang cukup, Baron menjadi berandal yang hobi berjudi, menghutang ke sana kemari, dan selalu mabuk-mabukan. Sampai akhirnya salah satu kerabat dari mendiang ibu kandungnya mendatangi Baron.

Jackson, adik kandung dari ibu Baron menawarkan bantuan, ingin mengembalikan kehidupan Baron seperti sedia kala tapi dengan beberapa syarat. Karena sudah terpojok dan tidak punya jalan keluar, Baron tak perlu pikir panjang untuk menyetujui tawaran Jackson.

Hanya butuh tiga tahun untuk Baron kembali mendapatkan apa yang hilang darinya. Semenjak melakukan kerja sama dengan Jackson, Baron tumbuh menjadi pria matang dewasa dan dijuluki sebagai pengusaha sukses.

Baron meneruskan jejak ayahnya, mengelola perkebunan sayur dan buah-buahan, bahkan sekarang ia bercabang menjadi bos sawit. Tanah yang sempat terjual kini sudah bisa ia beli lagi, bahkan dengan luas yang berkali-kali lipat. Baron juga sudah bisa tinggal di rumah yang mewah, hidup dengan penuh gelimang harta.

Dengan uang dan status sosial yang dimiliki, Baron bebas menunjuk wanita mana saja yang ingin ia tiduri. Setiap malam, Baron meniduri wanita yang berbeda-beda. Berpindah dari rumah ke rumah tempat dimana para kupu-kupu malam menjual diri.

Dari tahun ke tahun hidupnya terus seperti itu, dan Baron tidak berpikir untuk menikah kembali. Dalam hidup yang sedang dijalaninya, Baron tidak lagi membiarkan perasaan cinta merusak apa yang sudah dimilikinya, ia meyakini bahwa semua wanita sama seperti Gracia.

Daripada buang-buang waktu dengan mengurusi cinta, merenda impian dan rencana palsu yang digugurkan oleh pengkhianatan, Baron memilih menikmati hidupnya dengan caranya sendiri. Kebutuhan apapun bisa ia dapatkan selagi memiliki uang, dan tentunya ia bisa mengencani lebih dari satu wanita di sepanjang hidupnya.

“Kamu yakin tidak mau menikah lagi? Bagaimanapun juga, kamu harus memiliki pewaris, Baron. Kamu tidak bisa hidup hanya tentang besok akan meniduri wanita mana lagi ataupun bingung akan mabuk-mabukan dimana dan dengan siapa,” kata Jackson, mencoba membuka pikiran keponakannya itu.

Baron meloloskan asap rokok ke udara, kakinya yang duduk menyilang ia gerak-gerakan. Menatap Jackson yang duduk berhadapan dengan tatapan malas, bosan jika pria itu sudah mulai menceramahi.

“Aku menikmati hidupku yang seperti ini. Jika aku menikah lagi, apa yang aku punya sekarang bisa hilang dan hancur kembali. Para wanita itu hanya butuh uang, maka dengan membayarnya setelah mau ditiduri itu sudah lebih dari cukup,” balas Baron, matanya ia pejamkan sejenak sambil bersandar pada sandaran sofa.

Jackson menggeleng pelan sembari menghela napas, jika bukan karena surat wasiat dari kakak kandungnya, mana mau ia terlibat dalam kehidupan Baron. Setidaknya sebelum ia benar-benar keluar dari situasi ini, Baron harus sudah memiliki kehidupan yang normal.

“Bagaimana dengan mantan istrimu yang pertama? Bukankah dia tidak banyak menuntut dan kudengar dia perempuan yang baik. Rumor buruk tentangnya hanya akal-akalanmu saja kan?” tanya Jackson, entahlah ia mendadak teringat pada Dorothy.

Baron mengusap dagu, sudah lama nama itu tidak ia dengar. “Memang. Dia adalah perempuan lugu yang mudah dibodohi, setidaknya dia lebih baik dari Gracia.”

“Apa kamu menyesal?”

Ditanya seperti itu, Baron tidak langsung menjawab. Dia merenung sejenak untuk mencari tahu jawaban jujur dari pertanyaan tersebut.

Satu tarikan nafas berat ia keluarkan bersamaan dengan asap rokok yang berhembus dari hidungnya, maniknya bergulir menatap Jackson kembali. “Aku tidak tahu. Aku hanya berpikir sejauh ini, jika dalam hubungan ranjang, Dorothy masih yang terbaik. Dia istri yang penurut, dan mungkin saja kami sudah memiliki anak sekarang.”

“Jika begitu, carilah dan bawa dia kembali ke sisimu,” kata Jackson dengan enteng.

Baron tertawa tipis, tidak percaya pamannya memberikan saran seperti itu. “Apa kamu gila, Paman? Di mana harga diriku jika harus memintanya untuk kembali padaku?”

Jackson menahan tawa. “Pfft! Memangnya kamu masih punya harga diri?” ledeknya yang membuat Baron kembali tertawa.

“Kemarilah, biar kuberitahu kamu sesuatu.” Jackson mengecilkan suaranya, meminta agar Baron mendekat.

Dengan tubuh yang sama-sama mencondong, mereka terlibat dalam obrolan rahasia. Entah apa yang dibicarakan Jackson, tapi bisa dilihat dari ekspresi Baron sepertinya obrolan tersebut berisi rencana tentang sesuatu.

Baron angguk-angguk, kembali menegapkan punggungnya setelah obrolan usai. “Baiklah, aku setuju. Pertama-tama, bukankah seharusnya aku mencari keberadaannya? Sudah tujuh tahun lamanya kami berpisah, yang kutakutkan dia sudah menikah.”

“Kamu tidak akan pernah tahu sebelum kamu mencari tahu dan mencobanya sendiri,” timpal Jackson.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status