Mendengar pertanyaan Ryan, Nova hanya bisa terdiam sambil mengusap-usap rambut hitam Alena, seakan ingin menyembunyikan sesuatu.
"Ma, tolong katakan dengan jujur, sejak kapan Alena seperti ini?" tanya Ryan dengan nada meninggi.Sebelum Nova menjawab, Imam menjawabnya terlebih dahulu. "Alena sudah batuk berdarah sejak dia datang kemari bersama ibunya. Saat itu, kami sudah mencoba menanyakannya pada Dian. Akan tetapi Dian sama sekali tidak mau memberitahu kami."Ryan menatap bocah manis itu. Tampak di wajahnya, tercetak ekspresi kesakitan yang teramat sangat. Walau begitu, Alena berusaha tidak mengeluh dan menahannya.Melihat darah dagingnya seperti itu, hati Ryan terasa seperti dipotong-potong. "Apakah ini penyakit bawaan?""Bapak kurang tahu Nak. Beberapa kali kami membawa Alena berobat, tapi tidak ada satupun yang tahu penyakit apa yang dideritanya. Dokter hanya memberi kami resep obat untuk meringankan rasa sakit dan menghentikan pendarahan. Tapi semua itu hanya bersifat sementara dan tidak dapat menyembuhkan Alena."Ryan lalu berusaha melihat dengan detail, gejala apa saja yang dialami anak semata wayangnya itu."Wajahnya terlihat pucat, matanya sayu, dan juga tubuh yang lemah. Ini bukan penyakit biasa." gumam Ryan sembari menyentuh janggutnya."Sepertinya memang begitu Nak. Jika penyakit biasa, dokter pasti dapat mendiagnosanya. Terlebih lagi, obat untuk meredakan penyakit Alena tidaklah murah.""Kamu tahu sendiri, keadaan ekonomi kita seperti ini. Papa sudah tidak bekerja, dan hanya mengandalkan uang pensiun yang sangat kecil. Bahkan untuk makan saja sulit.""Walau Dian juga bekerja paruh waktu di Minimarket, tapi tetap saja itu tidak cukup untuk membiayai pengobatan Alena.""Sanggup tidak sanggup, kami harus bisa mengurus Alena. Apalagi, sejak Dian dijemput paksa, hanya Papa dan Mama saja yang mengurus semua kebutuhan Alena." Mata lelaki tua itu tampak berkaca-kaca, mungkin di dalam hatinya yang paling dalam, ia menyesali takdir hidupnya.Ya, manusia mana yang tidak sedih saat melihat anak atau cucunya menderita, semua juga pasti merasakan demikian.Ryan melihat Imam dengan tatapan penuh penyesalan. Tak lama kemudian, Ryan berbisik, "maafkan aku Pa-Ma, karena kepergianku telah menyusahkan kalian berdua.""Tidak pernah sedikitpun terlintas di benak Papa dan Mama hal seperti itu Nak. Kami ikhlas merawat Alena dengan segala keterbatasan ini.""Seandainya Papa dulu sebelum pensiun membuka toko untuk Mamamu, mungkin keadaan kita tidak semelarat ini, dan kita juga bisa memberikan perawatan yang lebih baik untuk Alena." Mata Imam yang tadi berkaca-kaca, kini terlihat mulai menitikkan air mata.Ryan lalu kembali melihat ke arah gadis mungil yang usianya hampir lima tahun. Kini gadis itu sedang berada dalam pelukan sang nenek dengan posisi menunduk ke bawah, agar saat dirinya ingin muntah darah, muntahannya itu bisa langsung jatuh ke lantai.Di saat anak seusianya sedang senang-senangnya bermain dengan anak-anak lainnya, Alena malah harus bermain sendiri di rumah sembari menahan rasa sakit yang dialaminya."Ma, bolehkah aku memeluk Alena?" tanya Ryan.Nova mengangguk dan melepaskan pelukannya. Ia lalu berbisik lembut pada Alena, "Nak, itu Ayahmu sudah pulang. Ayah ingin sekali memeluk Alena, boleh?""Tidak mau! Dia bukan Ayahku! Aku tidak punya Ayah, aku cuma punya Ibu, Nenek, dan Kakek!" teriak Alena. Akan tetapi, karena teriakan ini, Alena kembali batuk dan muntah darah."Alena!" Ryan langsung memeluk Alena dan menyalurkan energi Qi miliknya ke dalam tubuh Alena.Seketika itu, raut wajah pucat Alena mulai kembali normal. Rasa sakit di dadanya pun juga mereda.'Hangatnya … apakah ini rasanya punya Ayah?' batin Alena dengan polos. Padahal, rasa hangat itu muncul dari energi yang masuk ke dalam tubuhnya.Walau begitu, dengan kejadian ini, hati Alena sedikit melunak terhadap kehadiran pria asing yang mengaku sebagai Ayahnya itu.Di saat Alena mulai nyaman dengan pelukan sang Ayah, di sisi lain, Ryan mengernyitkan dahinya.Hal ini disebabkan Ryan merasakan ada substansi asing di dalam tubuh Alena. 'Bukankah ini racun?'Ryan mencoba menganalisa racun yang ada di tubuh Alena. Betapa terkejutnya Ryan begitu mengetahui bahwa racun ini sangat mirip dengan Racun Surgawi yang dibuat oleh Dewa Racun, salah satu musuh Ryan di dunia Heaven Sword.Tapi tentu saja, ada perbedaan antara Racun Surgawi asli dengan Racun yang ada dalam tubuh Alena. Ada beberapa bahan dasar Racun Surgawi yang tidak ada, sehingga racun dalam tubuh Alena tidak semematikan Racun Surgawi asli.Tapi tetap saja, bagi manusia biasa, racun itu tetap mematikan. Dan sepertinya, racun tersebut telah berada sangat lama dalam tubuh Alena dan sudah diatur agar tubuhnya semakin lemah saat usianya mendekati lima tahun.Itu artinya, pelaku pemberian racun ini telah meracuni Alena sejak masih bayi.'Brengsek! Ini pasti perbuatan Ibu Mertuaku!''Tapi dari mana Dea mendapatkan racun seperti ini?'Tak mau terlarut dalam pikirannya, Ryan mengembalikan fokusnya pada racun dalam tubuh anak semata wayangnya itu.'Baiklah, sekarang aku akan memusnahkan racun ini.' Dengan pikiran seperti itu, Ryan mulai mengoperasikan Api Lotus Hijau.Dengan ganas, Api Lotus Hijau yang masuk ke dalam tubuh Alena langsung melahap semua racun tersebut.Akan tetapi, setelah 30 menit, racun tersebut tidak kunjung hilang dan hanya berkurang sebanyak 5% saja.'Sial! Dengan tingkat Kultivasi Qi Condensation Tengah, aku masih belum mampu untuk menyingkirkannya! Setidaknya, menurut perkiraanku, aku membutuhkan tingkat Kultivasi Foundation Establishment Awal untuk benar-benar menyembuhkan Alena.'Karena Tingkat Kultivasi Ryan hanya berada di Qi Condensation Tengah, maka energi yang dimiliki Ryan tidaklah banyak. Demi berusaha membakar habis racun di tubuh Alena saja, Ryan telah menghabiskan 80% Qi dalam tubuhnya. Hal ini membuat nafas Ryan terengah-engah. Walau begitu, Ryan tetap terus menyuntikkan energi Qi miliknya tanpa henti.Setelah beberapa saat berpikir dan mengatur napasnya, Ryan memutuskan untuk sementara waktu menyegel racun di dalam tubuh Alena.Dengan cepat, Api Lotus Hijau di tubuh Alena menyelimuti semua racun yang ada dalam tubuhnya, dan langsung mengumpulkannya menjadi satu, membentuk sebuah permata hitam legam di dalam jantung Alena.Semua proses ini, mulai dari awal hingga proses penyegelan, telah memakan waktu kurang lebih 50 menit. Dengan kata lain, Ryan telah memeluk Alena selama hampir satu jam. Tentu saja hal ini membuat kedua orang tua Ryan sedikit bingung. Namun, mereka mengira bahwa lamanya Ryan memeluk Alena karena keduanya sedang saling melepas rin
"Kalian lanjutkan saja makannya, biar Mama yang ke depan membukakan pintu," usul Ibu Ryan seraya bangkit dari duduknya menuju pintu depan.Ryan, bapaknya, dan Alena kembali menikmati makanan sederhana yang dimasak penuh cinta oleh malaikat tak bersayap mereka. Namun, lagi-lagi suapan mereka harus kembali terjeda saat mendengar rengekan keras Ibu Ryan. "Tolong jangan pukul saya Pak … tolong beri kami waktu …"Suara ini membuat Alena sedikit ketakutan. Bahkan wajah santai Imam berubah drastis, seakan-akan ia tahu identitas orang yang bertamu ke rumahnya itu. Saat Imam akan berdiri menyusul Nova, Ryan langsung menghentikannya. “Pa, biar Ryan yang pergi ke depan. Papa makan saja di sini bersama Alena.”"Tapi Nak …"Tanpa menunggu persetujuan Imam, Ryan langsung bangkit dari duduknya, dan segera berjalan ke teras depan. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, sehingga membuat Ibunya sampai seperti itu.Ternyata dugaan Ryan benar. Saat Ryan tiba di teras depan, ia melihat sang Ibu sudah te
"Hehehe, jangan pernah mempermain kami, keparat! Dengan libasan golokku, akan aku pastikan kepala dan badanmu itu terpisah."Mendengar ini, Ryan berkata dengan nada tinggi. "Jangan banyak bicara, ayo maju kalian bertiga!""Dasar sombong!""Ayo maju!""Mati kau!"Ketiga pria berbadan kekar tersebut berteriak dan maju secara bersamaan. Mereka dengan cepat melayangkan golok tajam tanpa ada keraguan di dalamnya.Melihat datangnya ketiga bilah golok yang datang dari tiga arah yang berbeda secara bersamaan, Ryan tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Ekspresi tenang di wajahnya menjadi lapisan tipis yang menyembunyikan kekuatan dalam dirinya.Saat ketiga golok tersebut berada pada jarak tertentu, Ryan lalu bergerak mengelak dengan lincah, meliuk dan menari di antara serangan-serangan itu. Setiap gerakan tubuhnya penuh dengan keanggunan dan keahlian yang memikat. Dengan kecepatan dan kekuatan yang luar biasa, ia merespons setiap serangan dengan tepat waktu.Golok-golok itu berputar dan be
"Mama tenang saja, masalah ini biar nanti Ryan yang menyelesaikannya. Sekarang Mama, Papa, dan Alena lanjutkan sarapan kalian saja. Tadi belum sempat makan kan?" Ryan mengalihkan topik pembicaraan."Ennn ... biar nanti siang saja mama teruskan, sekarang nafsu makan mama benar-benar sudah hilang.”"Papa juga sudah kenyang. Kalau Alena bagaimana?""Ennn …" Alena menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia masih sedikit ketakutan dengan keributan yang terjadi di luar."Brengsek! Tahu begini, setidaknya aku akan memecahkan bola kejantanan mereka terlebih dahulu sebelum membiarkan kelimanya pergi, sebagai bayaran telah merusak suasana sarapan keluargaku." bisik Ryan"Kamu bilang apa Nak?" tanya Nova yang sekilas sepertinya mendengar bisikan kecil Ryan tadi."Ryan cuma menghela nafas saja kok Ma." Ryan tersenyum sembari berharap ibunya tidak mendengar perkataannya.Karena acara sarapan bersama telah kacay, Ryan dan kedua orang tuanya memilih untuk bercengkrama di sana mengisi waktu kosong, karena ke
Mendengar kata-kata motivasi Rendi, 20 preman bertato dan berbadan kekar tersebut mulai bangkit dari ketakutannya. Mereka sadar, bahwa jumlah mereka jauh lebih banyak dari Ryan yang hanya seorang diri. Jadi, mereka berpikir untuk tidak lagi takut menghadapi Ryan. Dalam keheningan yang tegang, Ryan, si kultivator Qi Gathering Tengah, berdiri dengan mantap di hadapan 20 preman berbadan kekar yang membawa golok. Wajahnya dipenuhi dengan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan. "Serang!" Mendengar aba-aba dari Rendi, tanpa ragu para preman itu dengan ganas menerjang Ryan. Mereka mengangkat golok mereka tinggi-tinggi sehingga bilah golok-golok mereka terlihat berkilat di udara. Namun, Ryan dengan tenang menatap mereka, siap menghadapi serangan mereka dengan tangan kosong. Serangan pertama datang dengan cepat, sekelompok preman mendekati Ryan dengan serangan horizontal yang kuat. Namun, dengan kecepatan yang luar biasa, Ryan menghindari serangan mereka dengan gerakan yang lincah, seperti
Tak butuh waktu lama, Rendi telah membawa Ryan ke sebuah Klub Malam di tengah kota Surabaya. Karena saat ini matahari masih berada di puncak, suasana Klub Malam bernama Viper Nest itu masih tampak sepi.Dari penjelasan Rendi selama perjalanan, Arnold ternyata adalah seorang pimpinan sebuah Geng bernama Viper dan membawahi beberapa Klub Malam, Panti Pijat, dan juga Rumah Judi di wilayah Surabaya Pusat dan Timur. Arnold juga sering memberikan pinjaman dengan bunga tinggi pada orang-orang yang membutuhkan untuk merebut aset mereka. Jadi, alasan Arnold bersedia memberikan pinjaman pada Nova dan Imam adalah karena dia ingin merebut rumah tempat tinggal mereka berdua.Dari cerita ini, Ryan benar-benar ingin segera memberinya salam yang sangat hangat pada Arnold.Ryan melangkah masuk ke klub malam yang gelap dengan Rendi di sampingnya. Suasana hening terisi dengan ketegangan saat mereka berjalan melintasi lorong yang sepi. Beberapa kali Ryan dan Rendi bertemu dengan sejumlah anggota Geng V
"Siap Bos!" jawab Rizal dan Hendra bersamaan.Setelah itu, kedua pria berbadan kekar dengan jas hitam, kemeja putih, dan kacamata hitam tersebut bergegas melangkah dan berdiri di hadapan Ryan."Namaku Rizal, dan yang disebelahku ini adalah adik seperguruanku, Hendra. Kami berdua adalah Praktisi Seni Bela Diri Pencak Silat yang telah lama mengikuti Bos Arnold. Sebelum bertarung, bolehkah aku bertanya, siapa nama Praktisi Bela Diri di depanku ini?"Walau Rizal adalah bodyguard dari seorang Bos Geng, tapi dia sangat mendedikasikan dirinya untuk Bela Diri. Bahkan sampai sekarang, setiap pagi dia tidak pernah lupa untuk berlatih. Jika bukan karena faktor ekonomi dan juga balas budi, mungkin dia tidak akan bekerja sebagai bodyguard.Rizal menganggap Ryan sebagai seorang Praktisi Bela Diri. Maka dari itu, dia memberikan salam hormat kepada Ryan sebagai sesama Praktisi Bela Diri. Perkatan penuh kesopanan ini membuat Ryan puas. Ia pun membalas perkataan Rizal dengan sopan. "Aku Ryan, dan aku
Arnold, yang menyaksikan pertarungan itu dengan mata kepalanya sendiri, sedikit bergidik begitu mendengar suara Ryan. Bagaimanapun juga, kekuatan yang diperlihatkan Ryan benar-benar luar biasa. Arnold sendiri tidak yakin dapat mengalahkan Ryan hanya dengan kekuatannya sebagai seorang Master.Tak lama kemudian, Ryan kembali berkata dengan suara yang berat, "Aku memberimu dua pilihan, mati di sini, atau bersumpah setia padaku."Aura penuh penindasan menyeruak bagai ombak besar menerjang, membuat tubuh Arnold terasa begitu berat hingga jatuh berlutut."Ugh!" Arnold mengerang kesakitan atas tekanan berat ini. "Cepat pilih! Aku memberimu waktu sepuluh detik …"Sebagai seorang Master, ia tidak ingin bekerja di bawah orang lain. Dengan harga diri dan keangkuhannya, hati Arnold terus menolak ide untuk tunduk pada sosok pria yang ada di depannya itu."Sepuluh …""Sembilan …"Suara hitungan mundur terdengar bagaikan petir di siang bolong, membuat jantung Arnold serasa ingin melompat."Delapan