Share

Bab 7 - Kelelahan

Karena Tingkat Kultivasi Ryan hanya berada di Qi Condensation Tengah, maka energi yang dimiliki Ryan tidaklah banyak. Demi berusaha membakar habis racun di tubuh Alena saja, Ryan telah menghabiskan 80% Qi dalam tubuhnya.

Hal ini membuat nafas Ryan terengah-engah. Walau begitu, Ryan tetap terus menyuntikkan energi Qi miliknya tanpa henti.

Setelah beberapa saat berpikir dan mengatur napasnya, Ryan memutuskan untuk sementara waktu menyegel racun di dalam tubuh Alena.

Dengan cepat, Api Lotus Hijau di tubuh Alena menyelimuti semua racun yang ada dalam tubuhnya, dan langsung mengumpulkannya menjadi satu, membentuk sebuah permata hitam legam di dalam jantung Alena.

Semua proses ini, mulai dari awal hingga proses penyegelan, telah memakan waktu kurang lebih 50 menit. Dengan kata lain, Ryan telah memeluk Alena selama hampir satu jam.

Tentu saja hal ini membuat kedua orang tua Ryan sedikit bingung. Namun, mereka mengira bahwa lamanya Ryan memeluk Alena karena keduanya sedang saling melepas rindu.

Sementara Alena sendiri, ia sama sekali tidak merasa capek. Alena malah merasa sangat nyaman dan hangat. Ini adalah pertama kalinya dalam hidup Alena ia merasakan hal seperti itu. Terlebih lagi, Alena setiap hari selalu menahan rasa sakit di dadanya. Jadi kejadian seperti ini sangatlah langka.

Setelah selesai menyegel racun dalam tubuh Alena, Ryan bernafas lega sembari melepas pelukannya. Ia lalu berbisik dengan nada penuh kasih sayang, "Bagaimana, apa masih ada yang sakit?"

"Mmm~" Alena menggelengkan kepalanya. "Alena tidak kesakitan lagi … Alena tidak kesakitan lagi Yah …"

Mata Alena mulai berkaca-kaca. Walau begitu, senyum indah dan hangat terukir di wajah Alena, membuat hati siapapun yang melihatnya akan terenyuh.

Melihat senyuman ini, Ryan balas tersenyum hangat dengan wajah pucatnya. Ia mengusap-usap kepala Alena.

Hal itu membuat mata Alena yang sebelumnya berkaca-kaca mulai menitikkan air mata bahagia.

Dalam diri Ryan, keinginannya untuk menyembuhkan dan juga membahagiakan Alena berkobar dengan ganas.

'Alena, aku berjanji padamu. Aku akan menyembuhkanmu, dan akan memberikanmu kebahagiaan.'

'Aku juga akan merebut kembali Ibumu dari tangan nenek tua sial itu!' janji Ryan dalam hati.

Beberapa saat kemudian, tangisan Alena mulai mereda. Tampak rasa lelah dan kantuk di wajahnya.

Ryan lalu meminta Nova, ibunya, untuk segera menggendong Alena. Karena saat ini, tubuh Ryan terasa sangat lelah.

Saat Nova mengambil Alena, barulah ia sadar dengan kondisi anaknya

“Kamu kenapa Nak?” tanya Nova yang khawatir melihat raut wajah pucat Ryan.

"Tidak Ma, Ryan tidak kenapa-kenapa kok," jawab Ryan lemah. "Sekarang tolong bawa Alena ke kamar untuk istirahat, biar Ryan istirahat di sini," imbuhnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

"Tapi, Nak, kamu beneran tidak apa-apa kan?” Sekali lagi Ibu Ryan memastikan.

"Tidak Ma."

"Baiklah Mama akan bawa Alena ke kamar, setelah dia tertidur Ibu kembali ke sini lagi untuk mengurusmu.”

Tanpa menunggu persetujuan dari sang putra, langsung saja wanita tua itu membawa Alena masuk ke kamar utama yang hanya berukuran 2×2 meter.

Di dalam kamar, Ibu Ryan mengelus-ngelus lengan cucunya penuh kasih berharap gadis manis itu bisa segera tertidur.

Benar saja, sekitar sepuluh menitan, akhirnya Alena tertidur dengan boneka kucing di pelukannya. Ibu Ryan pun segera beranjak menuju ruang keluarga di mana sang putra berada. Akan tetapi, sebelum ia menemui Ryan, Nova pergi ke dapur untuk menyeduh teh tawar hangat dan memberikannya ke putra semata wayangnya itu.

Mendapat perlakuan demikian, hati Ryan benar-benar tersentuh. Selama ribuan tahun di dunia Heaven Sword, ia tidak pernah mendapat afeksi seperti ini.

Memang, di dunia itu, Ryan dihormati karena kemampuannya dalam pengobatan dan juga kekuatannya. Tapi semua rasa hormat itu datang karena kekuatan Ryan. Jika ia lemah, maka orang-orang itu tidak akan menghormatinya.

Maka dari itu, hubungan Ryan dengan orang-orang dunia Heaven Sword, terkecuali gurunya, sangatlah hambar.

Memikirkan masa lalunya, Ryan hanya menggelengkan kepalanya. Ia lalu menenggak teh tawar hangat tersebut sampai habis, dan segera beristirahat di sofa karena tenaganya harus pulih secepatnya.

~***~

Kegelapan malam berganti dengan sinar cerah pagi, dan perlahan-lahan, segala sesuatu yang sebelumnya tersembunyi kini terungkap. Pemandangan orang yang berolahraga dan juga anak sekolah, menjadi indikasi bahwa aktivitas pagi telah dimulai. Semua manusia yang tertidur terbangun, dan suasana pagi memberikan energi baru bagi dunia.

Dengan pagi yang cerah ini, Ryan terbangun dengan keadaan tubuh yang telah fit kembali. Begitu pula dengan Alena, yang pagi ini tampak terlihat ceria sekali. Tentu saja hal tersebut membuat Ryan senang, karena itu artinya usaha kerasnya kemarin tidak sia-sia.

Ryan beranjak dari sofa, dan kemudian menghampiri Alena yang sedang asyik bermain dengan boneka kucing berwana coklat. Sepertinya boneka tersebut adalah boneka kesayangannya.

"Bagaimana keadaanmu Nak?" tanya Ryan penuh kelembutan. Ketika ia menatap Alena, Ryan merasa seperti sedang menatap Dian, wanita tercintanya yang entah bagaimana keadaannya saat ini.

Sebenarnya Ryan memang bermaksud untuk menemui Dian. Akan tetapi, Ryan ingin membangun kerajaan bisnisnya terlebih dahulu untuk membuktikan diri pada ibu mertuanya bahwa ia bukanlah Ryan yang dulu.

Selain itu, Ryan juga ingin meningkatkan kekuatannya hingga Foundation Establishment Awal. Di dunia ini, senjata api adalah raja. Agar ia dapat kebal terhadap peluru, tingkat Kultivasi Foundation Establishment Awal sangat dibutuhkan.

Di sisi lain, ibu mertuanya, Dea, adalah orang yang licik. Belum lagi orang-orang yang ada dibelakangnya. Jadi Ryan tidak bisa gegabah.

"Alena baik, Yah,” jawab bocah itu.

"Syukurlah Nak kalau kamu baik-baik saja. Ayah senang. Semoga ke depannya kamu sehat dan tidak merasakan rasa sakit itu lagi ya.”

Alena mengangguk kemudian kembali fokus dengan mainannya, Ryan juga ikut bermain bersama sang putri agar lambat laun putrinya itu bisa dekat dengannya.

Pandangan keduanya teralih, ketika sebuah suara yang mereka kenal terdengar keras.

"Ayo makan dulu."

"Iya Bu," jawab Ryan, kemudian menuntun Alena menuju ruang keluarga.

Di lantai ruang tamu, nasi panas dan telur dadar serta ikan asin sudah terhidang. Mereka lalu mulai duduk lesehan dan sarapan bersama.

Baru saja Ryan menyuap nasi ke dalam mulut, pintu depan terdengar diketuk oleh seseorang. Bukan diketuk, tapi lebih tepatnya digedor.

DOOK DOOK DOOK DOOK

Suara gedoran itu sangat keras, seakan pintu mereka digedor menggunakan batu.

Hal tersebut mengundang tanya mereka semua. Siapa gerangan yang bertamu sepagi ini, terlebih lagi dengan sikap yang kurang sopan seperti itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status