"Kalian lanjutkan saja makannya, biar Mama yang ke depan membukakan pintu," usul Ibu Ryan seraya bangkit dari duduknya menuju pintu depan.
Ryan, bapaknya, dan Alena kembali menikmati makanan sederhana yang dimasak penuh cinta oleh malaikat tak bersayap mereka. Namun, lagi-lagi suapan mereka harus kembali terjeda saat mendengar rengekan keras Ibu Ryan."Tolong jangan pukul saya Pak … tolong beri kami waktu …"Suara ini membuat Alena sedikit ketakutan. Bahkan wajah santai Imam berubah drastis, seakan-akan ia tahu identitas orang yang bertamu ke rumahnya itu.Saat Imam akan berdiri menyusul Nova, Ryan langsung menghentikannya. “Pa, biar Ryan yang pergi ke depan. Papa makan saja di sini bersama Alena.”"Tapi Nak …"Tanpa menunggu persetujuan Imam, Ryan langsung bangkit dari duduknya, dan segera berjalan ke teras depan. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, sehingga membuat Ibunya sampai seperti itu.Ternyata dugaan Ryan benar. Saat Ryan tiba di teras depan, ia melihat sang Ibu sudah terduduk lemas di tanah. Sementara di depannya, ada lima orang berbadan kekar sedang tertawa-tawa.'Siapa mereka? Kenapa mereka mengganggu mama?' Puluhan pertanyaan bercokol di benak Ryan.Tanpa pikir panjang, Ryan langsung bergegas menghampiri ibunya dan membantunya untuk bangkit.Akan tetapi, saat tangan Ryan akan meraih tangan ibunya, tiba-tiba sebuah tendangan keras menghampiri wajah ibunya dengan kecepatan tinggi.Dengan sigap, tangan Ryan langsung menangkap kaki salah satu pria berbadan kekar yang melancarkan tendangan.Ryan kemudian mengangkat matanya, memandang tajam pria kekar tersebut. Dengan suara yang berat, seakan sedang menahan emosinya, Ryan bertanya, "Siapa kalian? Mengapa kalian berbuat seperti ini?""Seharusnya aku yang bertanya padamu! Siapa kamu?! Seenaknya menghalangi kami melaksanakan tugas." Bukannya menjawab, lelaki berwajah sangar itu malah melontarkan ancaman kepada Ryan. "Jika tidak mau mati, cepat lepaskan tangan kotormu dari sepatu mahalku ini dan segera menyingkir! Jangan campuri urusan kami jika kamu masih menyayangi nyawamu.""Sepertinya dia sudah bosan hidup Bos.” Anak buah lain ikut mengompori."Kau benar!""Hajar Bos, jangan beri ampun!""Hehehe, benar Bos. Anggap saja ini pemanasan sebelum kita mengacaukan rumah itu.""Hahahaha …" Keempat pria berbadan kekar lainnya tertawa dengan keras, seakan Ryan dan Ibunya adalah semut yang mudah untuk diinjak.Saat mereka tertawa, tiba-tiba saja Ryan juga ikut tertawa keras. "HAHAHAHAHA …"Semakin keras Ryan tertawa, semakin erat cengkraman Ryan pada salah satu telapak kaki pria berbadan kekar berambut mohawk yang di panggil Bos itu.Tak ayal, Bos Preman itu mengerang kesakitan. "Aaargh! Cepat lepaskan kakiku!"Bos Preman itu terus berusaha menarik kakinya dari tangan Ryan. Namun tangan Ryan bagaikan seonggok batu besar yang sama sekali tidak bisa digerakkan."Brengsek, cepat lepaskan aku!"Tanpa menghiraukan Bos Preman, Ryan menghentikan tawanya dan mendengus, "Kata kalian aku sudah bosan hidup? Hump! Kalian salah! Kalian lah yang sudah bosan hidup!"Seketika itu, tekanan penuh penindasan menyeruak dari tubuh Ryan. Hal ini membuat kelima pria berbadan kekar itu sedikit gemetaran dan berkeringat dingin."Brengsek! Lepa …"Krak!Belum sempat Bos Preman menyelesaikan perkataannya, Ryan langsung mematahkan kaki Bos Preman tersebut. Suara renyah bagaikan ranting pohon yang patah terdengar jelas."AAAAAARGH!" teriak Bos preman kesakitan.Seperti membuang sampah, Ryan melempar tubuh Bos Preman itu ke arah anak buahnya."Ugh … kenapa kalian cuma diam saja?! Cepat serang pria brengsek itu! Patahkan kedua kaki dan tangannya!"Mendengar perintah penuh amarah dari sang Bos yang sedang terkapar di depan mereka, keempat pria berbadan kekar ini serentak menjawab, "Siap Bos!"Keempat orang tersebut maju dan mengepung Ryan. Meski begitu, tidak tampak adanya rasa takut di mata Ryan. Yang ada hanyalah tatapan merendahkan.Hal ini tentu membuat keempat pria kekar itu semakin marah."Kamu hanya sendirian dan kami berempat, tapi kamu berani menatap kami dengan tatapan seperti itu. Aku benar-benar ingin mencongkel matamu!"Setelah kata-kata itu jatuh, salah seorang pria yang mengepung Ryan langsung melancarkan pukulan keras ke wajah Ryan.Akan tetapi, belum sampai bogem mentah ini mencapai wajahnya, sebuah pukulan lembut jatuh ke dada pria itu.Ternyata, dibalik pukulan lembut itu, tersimpan kekuatan yang sangat kuat.Boom!Di bawah suara hantaman keras, gelombang kejut tak terlihat menyebar membuat angin berhembus sepoi-sepoi. Tubuh pria itu pun terbang terpental sejauh lima meter.Adegan mengejutkan ini, membuat mulut Bos Preman dan ketiga anak buahnya terbuka lebar. Apalagi, tubuh pria yang terlempar itu tiga kali lebih besar dari Ryan.Bukan hanya para preman, bahkan Ibu Ryan pun terheran-heran akan kemampuan anaknya yang entah sejak kapan dimiliki."Selanjutnya, siapa lagi?" tantang Ryan.Mendengar ini, bukannya mereka takut, Bos Preman dan anak buahnya malah merasa harga diri mereka telah diinjak-injak.Sebagai preman yang menguasai wilayah ini, mereka dihormati dan ditakuti banyak orang. Bahkan sekarang saja, semua tetangga yang tinggal di dekat sini hanya berani mengintip dari jendela rumah masing-masing.Sayangnya, harga diri yang tinggi ini telah membutakan logika mereka.Bos Preman lalu berkata, "Kalian bertiga, gunakan golok kalian! Jika dia mati, aku yang akan mengurusnya!"Ketiga anak buah Bos Preman langsung tersenyum menyeringai. Tangan mereka serentak mengambil golok yang ternyata telah disimpan di balik pakaian mereka.Dari balik dinding rumah mewah di kawasan elit Surabaya, terdengar isak tangis yang merobek kesunyian. Sebuah wanita bertubuh mungil dengan dada yang menonjol, tampak berusaha meredakan tangisan anak laki-lakinya yang masih berusia belia, kurang dari 8 tahun. Wanita itu, Winnie, dengan lembut mengelus punggung anaknya sambil mengayun-ayunkan tubuhnya."Sayang, shhh... sudah ya, jangan menangis lagi..." Suaranya lembut, berusaha menenangkan hati kecil yang sedang sedih itu."Reno, jangan terlalu lemah, kamu kan laki-laki!" ujar seorang gadis berusia 16 tahun, rambutnya yang panjang terurai hingga pinggang."Alena, cukup … jangan mengganggu adikmu," tegur Ryan, meski sudah berusia 46 tahun, penampilannya masih seperti mahasiswa. Banyak yang salah mengira usianya.Alena memutar matanya, rasa kesal tergambar jelas di wajahnya. "Tapi Ayah, Reno itu menggemaskan. Alena tidak tahan melihat pipi tembemnya begitu saja..." katanya sambil berusaha mencubit lagi pipi adiknya yang masih dalam dekap
Setelah berpisah dengan Zeus, kini hati Ryan penuh dengan kekhawatiran yang mendalam. Ia sangat khawatir dengan Istri dan anaknya, serta teman-teman lainnya. Dengan cepat, ia menggunakan Mode Dewa, mengepakkan keempat pasang sayap api dan es, lalu meluncur ke Jakarta, meninggalkan jejak cahaya aurora yang membelah langit, seperti bintang jatuh yang menembus kegelapan.Dalam sekejap, Ryan sudah berada di area parkir Jakarta Expo. Saat mendarat, debu dan angin berhamburan ke segala arah, menciptakan pemandangan dramatis di tengah malam. Di sekeliling Ryan, tumpukan mayat manusia dan juga makhluk modifikasi tergeletak tak bernyawa, mirip dengan tumpukan sampah yang telah dibuang. Cairan merah, yang kini mulai mengering, meresap ke dalam retakan tanah dan paving, menciptakan gambaran yang mengerikan.Melihat semua itu, Ryan memperlihatkan kegelisahan yang mendalam. Kekhawatirannya terhadap keluarga dan teman-temannya membuat wajahnya menjadi suram. Namun, sebelum Rya sempat merasakan apa
Dalam pandangan Ryan, tubuh pria tua itu hampir tidak memiliki garis kematian. Hanya dua garis saja yang bisa dilihat, sebuah bukti bahwa pria tua itu hampir mencapai batas keabadian. Seolah-olah, semakin sedikit garis kematian yang dimiliki, semakin jauh mereka dari ambang kematian.Dalam satu hembusan nafas, Ryan telah berada tepat di depan pria tua itu. Dengan keberanian dan kepastian, pedang Aurora di tangannya bergerak, berusaha memotong garis kematian yang berjalan secara diagonal dari punggung kanan pria tua itu hingga pinggang kirinya.Saat ujung pedang Ryan hampir menyentuh garis kematian, sesuatu berkilauan tiba-tiba muncul. Seolah-olah muncul dari ketiadaan, rantai keemasan meluncur keluar, bergerak cepat dan ganas. Mereka melilit pergelangan tangan, betis, dan leher Ryan dengan kekuatan yang membelenggu, menahan gerakannya yang hampir berhasil. Ryan sangat terkejut dengan apa yang dialaminya. Ia berjuang, mencoba untuk bergerak, namun rantai emas yang melilit dirinya sema
Ryan merasakan beratnya hawa kehadiran pria tua itu, membebani udara di sekitarnya. Namun, hal itu tidak menghalangi Ryan untuk mengekspresikan rasa kekecewaanya. "Kenapa … kenapa kau membunuh Albert?!" suaranya bergema, penuh dengan rasa kemarahan."Aku hanya membantumu untuk membunuhnya." Pria tua itu tersenyum, tidak ingin memberitahu Ryan alasan sesungguhnya. "Lagipula, dia sudah kalah darimu. Jadi aku hanya ingin mempercepat kematiannya, demi kegembiraanku dan para penonton lainnya.""Para penonton?" Ryan. mengerutkan dahinya. Ia mengangkat kepalanya dan menatap tajam pria tua itu. "Apa maksudmu?"Pria tua itu menunjuk ke atas langit. Ryan secara tidak sadar ikut mendongak ke atas. Detik berikutnya, mata Ryan melebar. Di atas langit, terdapat sebuah bola mata raksasa samar, mengintip semua yang terjadi di lokasi tersebut."Jadi, semua pertarungan hidup dan mati ini hanya tontonan bagi kalian?!" ucap Ryan dengan nada penuh amarah."Benar, kalian tidak lain hanya hiburan semata di
Ketika serangan keduanya bertabrakan, langit malam itu seketika terang benderang. Kilatan cahaya aurora dan petir menyinari pulau tak berpenghuni di bawah mereka. Gelombang kejut dan angin kencang membelah udara, merusak pepohonan di pulau itu. Gelombang laut naik tinggi, terpengaruh oleh kekuatan serangan mereka.Tabrakan antara kedua serangan ini menghasilkan ledakan yang luar biasa. Suara dentuman yang menggelegar mencapai ke segala penjuru. Energi dari serangan itu menyebar luas, menciptakan riak di laut dan menyapu pohon-pohon di daratan.Kedua serangan tersebut saling melawan, menciptakan tekanan besar di antara keduanya. Mereka sama-sama merasakan kekuatan besar satu sama lain, dan keduanya terus menerus berusaha untuk mendominasi serangan ini. Hingga akhirnya, sebuah ledakan besar tercipta. BOOM!Asap berbentuk kepala jamur membumbung tinggi di langit yang memerah. Suara dentuman keras terdengar hingga jarak ratusan kilometer. Gelombang tsunami setinggi sepuluh meter menengge
Di tengah reruntuhan gedung Jakarta Expo, Ryan dan Albert berdiri saling berpandangan dengan nafas terengah-engah. Dalam jangka waktu satu jam, mereka berdua telah bertarung dengan intens. Namun, sampai sekarang, masih belum ditentukan juga siapa pemenangnya.Ryan sadar, bahwa Albert memiliki pengetahuan mendalam tentang semua kekuatan yang dimilikinya dari pertarungan sebelumnya. Jadi, untuk mengalahkan Albert, ia butuh elemen kejutan yang tidak terduga. Dan sepertinya, Api Surgawi ketiga miliknya–Api Lotus Pengubah Kehidupan, merupakan hal yang cocok dalam mengejutkan lawannya. Tapi, untuk melakukannya, Ryan harus membawa Albert menjauhi kota Jakarta. Jika tidak, serangan pamungkas miliknya bisa saja mengenai Alena dan teman-temannya. Ia tidak mau hal tersebut sampai terjadi.Ryan kemudian berkonsentrasi mengendalikan ketiga Api Surgawi miliknya. Keempat pasang sayap api-es yang sebelumnya telah compang-camping dan agak meredup, kembali pulih seperti semula. Tapi, di belakang keemp