Share

Bab 2. Mengancam

Author: Hare Ra
last update Last Updated: 2025-04-22 16:04:42

Sebenarnya nyali Ainel cukup ciut melihat tatapan mata Bara yang seperti namanya membara. Namun, kesombongan mengalahkan segalanya.

"Memangnya kau bisa apa, lalat kecil?" tanya Ainel dengan seringai mengejek.

"Apa kau tahu, aku bisa menghancurkan Hario Group," ucap Bara penuh penekanan.

"Hari belum malam, bung, jangan ngigau," hina Ainel.

"Aku ingatkan sekali lagi Ainel, tanda tangani atau aku hancurkan semuanya?"

Kembali Bara mengancam dan semakin mengunci posisi Ainel yang menempel pada dinding tanpa sehelai benangpun. Sebenarnya tidak munafik jiwa kelakian Bara meronta, namun dia harus menahan demi tercapai tujuannya.

"Jangan bermimpi hai lalat busuk."

"Baiklah jika itu maumu, akan kuhancurkan semuanya. Silakan pikirkan sebelum terlambat," ujar Bara sambil meletakkan sebuah map diatas tempat tidur.

Bara memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Ainel dengan cepat mengenakan piyama berwarna putih. Karena penasaran Ainel meraih map yang diberikan Bara dan membaca satu persatu kertas di dalamnya.

Ainel terkejut didalam map tersebut berisi beberapa copy bukti kecurangan Hario Group dengan relasi bisnis, kejahatan-kejahatan sang ayah, bahkan daftar tunggakan pajak Hario Group yang mencapai miliaran rupiah.

Gigi Ainel gemerutuk menahan amarah, bahkan saat ini kebenciannya terhadap Bara melebihi tadi.

Bara keluar dari kamar mandi dengan seringai jahat saat menyaksikan Ainel sedang membaca isi map yang dia berikan.

"Apa yang harus ditandatangani?" tanya Ainel tanpa melihat wajah Bara.

Bara menyerahkan selembar kertas yang baru, karena yang sebelumnya sudah dirobek oleh Ainel.

"Kenapa harus buat perjanjian ulang, bukankah lo sudah menandatangani perjanjian dengan papa?"

"Itu perjanjian dengan tuan Hario, yang ini perjanjian antara kita."

"Jika terjadi perceraian, lima puluh persen harta kekayan Hario menjadi milik Albara Kaizer."

Salah satu isi perjanjian yang dibuatkan Bara.

"Lo mau merampok keluarga gua?" tanya Ainel.

"Silahkan pilih cerai dan kehilangan 50% kekayaan, hilang seluruhnya dan kalian akan menggembel di jalan, atau kau tetap jadi istriku dengan pengalihan saham hanya 20% untukku?" tanya Bara sambil memegang dagu Ainel.

"Lepasin tangan lo, gua jijik," jawab Ainel dingin.

"Kau mau menjadi CEO di Hario Group, mimpimu terlalu tinggi hai rubah kecil," ledek Ainel saat membaca semua perjanjian yang Bara buat.

Tak lama tampak Ainel mengambil sebuah pena dan menandatangani surat perjanjian tersebut. Bara tersenyum puas, dan menyimpan surat perjanjian tersebut dan map berisi copy kejahatan Hario Group yang dulu tidak sengaja dia temukan tercecer di lantai ruangan tuan Hario saat Bara membersihkan ruangan itu.

"Jadilah penurut Ainel," ucap Bara sambil menyerang bibir Ainel dengan kasar, Ainel yang tidak siap mendapat perlakuan seperti itu hanya berusaha berontak dan memukul Bara, namun tenaganya kalah dengan kekuatan yang dimiliki Bara.

Tangan bara langsung masuk kepada inti bawah Ainel melakukan gerakan keluar masuk disana dengan kecepatan tinggi, hingga tidak berapa lama terdengar desahan dari mulut Ainel.

Bara menghentikan aktivitasnya saat Ainel sedang mencapai puncaknya, tampak kekecewaan di sudut mata Ainel.

"Bahkan mulut dan tubuhmu tidak sejalan Ainel," ejek Bara sambil merebahkan diri diatas sofa besar.

"Mulutmu berkata jijik kepadaku, tapi tubuhmu menunjukkan reaksi yang berbeda," lanjut Bara kemudian memejamkan matanya.

Muka Ainel tampak memerah menahan amarah mendapat hinaan dari Bara, tangannya terkepal. Namun, dia tak mampu melawan. Karena Bara mempunyai kekuatan yang lebih besar.

*

Suasana sarapan pagi di keluarga Hario.

Ainel turun dari kamarnya menuju meja makan untuk sarapan bersama yang diikuti oleh Bara dibelakangnya.

Saat Bara menggeser kursi disebelah Ainel, ibu mertuanya berkata dengan kasar.

"Tidak ada kursi untukmu disini, kau silakan sarapan di belakang bersama yang lainnya," ucap ibu mertuanya sambil memandang tajam ke arah Bara.

"Baik ma," jawab Bara pelan.

"Panggil saya nyonya, saya tidak sudi dipanggil mama oleh kamu, saya jijik," kembali hinaan terlontar dari bibir mertuanya.

Bara hanya diam dan mengikuti apa kemauan dari mertuanya.

"Ma, biarkan Bara sarapan disi bersama kita," ucap Ainel.

Bara hanya tersenyum mendengar istrinya membela dia di hadapan ibunya. Semua karena surat ancaman Bara dengan surat perjanjian kemarin.

"Kamu sudah gila, Ainel? Bagaimana mungkin orang seperti dia boleh mengotori meja makan ini?" tanya ibunya murka.

"Dia suami Ainel."

Bola mata kedua suami istri tersebut membulat mendengar penuturan putrinya, mereka heran bagaimana mungkin putrinya bisa berubah secepat itu hanya dalam satu malam.

"Biar saya sarapan di belakang," ucap Bara pelan.

"Ainel ikut," jawab Ainel sambil berdiri mengikuti Bara.

"Kamu tetap sarapan disana Ainel, biar saya yang sarapan disana," ujar Bara berpura-pura.

"Ainel! Duduk!" perintah tuan Hario dengan murka.

Bara berjalan kebelakang dan bergabung bersama pekerja lainnya untuk sarapan, sedangkan Ainel sarapan bersama kedua orang tuanya di meja makan kebesarannya.

"Den Bara sabar ya," ucap Bik Inah menguatkan.

"Tak masalah bik."

"Aden mau makan apa? Biar bibi buatkan."

"Gak usah bik, nanti malah bibik yang kena marah. Saya makan bersama mereka aja bik," ucap Bara sambil tersenyum.

"Disana makanannya hanya nasi uduk dan telur Den," ucap bik Inah pelan.

"Enak itu bik, Bara sudah biasa makan seperti itu bik. Justru kalau Bara makan yang dimeja Tuan Hario itu bakal sakit perut," kekeh Bara sambil menyendokkan nasi uduk yang tampak menggoda kedalam piringnya.

Bara menikmati sarapan paginya dengan bercengkrama bersama seluruh pekerja yang ada di rumah Tuan Hario. Bahkan Bara tidak merasa malu harus tertawa bersama mereka. Sedangkan dari kejauhan Ainel memandang Bara dengan tatapan tajam.

"Dasar sampah," gumam Ainel saat melihat Bara membantu bik Inah membuang sampah.

Bara tahu ada sepasang mata yang sedari tadi memandangnya dengan penuh kebencian. Bara hanya tersenyum, satu rencana telah berhasil dia kuasai, Ainel.

Dalam hati Bara bertekad suatu saat akan membuat keluarga Hario yang akan tunduk kepadanya, Albara Kaizer.

"Kau salah memilih orang, tuan Hario," ujar Bara dalam hatinya sambil tersenyum licik.

Bara mendekati Ainel yang tengah duduk santai dekat kolam renang sambil menikmati jus buah yang disediakan bik Minah.

Bara duduk disebelah Ainel yang hanya mengenakan tanktop dan celana pendek, perutnya yang membesar ditutupi menggunakan kain pantai yang panjang.

"Berapa usia kehamilanmu?" tanya Bara.

"Bukan urusan lo," jawab Ainel ketus.

"Karena aku ayahnya saat ini," ucap Bara lemah.

"Jangan ngaku-ngaku!"

"Apa kamu mau bilang ke anakmu bahwa dia tidak memiliki ayah, tepatnya tidak tahu yang jelas siapa ayahnya?"

Ainel hanya terdiam dan terus menyesap jus buah yang masih tersisa setengah gelas.

"Siapa lo sebenarnya?" tanya Ainel.

Bara hanya tertawa mendengar pertanyaan Ainel.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 192. Larut Dalam Dosa

    "Ainel jadi jemput Tama?" tanya Bara kepada Salma."Kan sama Jojo pesan Mas kemaren," jawab Salma sambil memandang sang suami."Iya maksudnya Ainelnya kesini dulu kan, baru Jojo antar kemana yang mereka mau," ujar Bara."Jam sepuluh katanya Ainelnya kesini," beritahu Salma."Oh oke. Rikel gak ikut, kan?" tanya Bara lagi."Kayaknya gak deh Mas, tar gak dapat quality time berdua nya," jawab Salma."Gapapa, Rikel bisa main dirumah sama kita.""Mas kerja hari ini?" tanya Salma."Iya setengah hari saja, ada laporan yang mesti di cek," jawab Bara.Salma hanya mengangguk dan kemudian sibuk membantu bik Rasi menyiapkan makanan diatas meja untuk sarapan. Sedangkan Bara asyik dengan kopinya."Mbok Inah kemana, bik?" tanya Salma."Siram tanaman bu, kan udah beberapa hari gak ujan," jawab bik Rasi."Mang Bidin dan mang Ujang kemana?" sambung Bara heran karena seharusnya yang bertanggung jawab terhadap rumput dan tanaman itu kedua lelaki paruh baya tersebut."Itu loh pak, mereka berdua nyiram tana

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 191. Tidak Menahan

    Bu Aisah yang melihat bu Bira keluar kamar membawa koper besar, langsung mendekat."Ibu mau kemana?" tanya bu Aisah sambil menahan tangan bu Bira."Saya mau pulang ke rumah saya bu, percuma saya disini anak saya tidak pernah menghargai saya, tidak pernah menganggap saya ada, dan bahkan berani berteriak kepada saya," jawab bu Bira sambil menangis melirik ke arah Bara dan Salma yang sedang makan.Salma memilih menghentikan makannya, sedangkan Bara seolah tak peduli terus melanjutkan makannya, hanya ekor matanya melirik sekilas ke arah sang Mama yang sedang memainkan aktingnya. Playing victim."Udah bu kita bisa bicarakan ini baik-baik. Tunggu Bara selesai makan ya," bujuk bu Aisah membimbing bu Bira duduk di sofa depan TV. Sedangkan bik Sri memilih masuk ke kamarnya tidak mau ikut campur urusan keluarga sang majikan.Bu Bira menurut duduk di sofa sambil menyeka air matanya seolah-olah dia adalah orang yang paling terzalimi, padahal justru sebaliknya jika dibandingkan dengan Salma, sang

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 190. Melewati Batas Privasi

    "Ada apa ma?" tanya Bara lagi."Buka dulu pintunya," teriak bu Bira."Tunggu aja di bawah Ma, nanti Bara turun," jawab Bara masih tak beranjak dari tempat tidurnya."Kalian lagi ngapain sih, buka pintunya kenapa?" tanya bu Bira."Gak bisa, Ma, lagi nanggung," jawab Bara tersenyum."Tanggung apanya?" tanya bu Bira lagi."Ya olahraga dong ma," jawab Bara."Kok sore-sore sempat-sempatnya kalian olahraga?" tanya bu Bira."Iya apa bedanya ma sore dan malam," jawab Bara tanpa beranjak dari posisinya.Hingga akhirnya bu Bira menyerah.Terdengar langkah yang menjauh. Bara menghela nafas lega. Anehnya aja ibunya seakan tidak memberinya waktu berduaan dengan Salma kecuali malam hari."Siapa, Mas?" tanya Salma yang baru keluar dari kamar mandi, bau mawar menguar ke seluruh ruangan."Mama," jawab Bara cuek."Kenapa?" tanya Salma mengernyitkan keningnya."Gak tahu, gak Mas bukain pintu," jawab Bara berlalu menuju kamar mandi, sebelumnya sempat mendaratkan kecupan di kening sang istri.Salma hanya

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 189. Masih Sore

    “Pa, Tama dan Ikel hari ini sekolah sama Umi ya pa. Please,” mohon kedua anaknya dengan wajah memelas.“Bik Sri kenapa?” tanya Bara sambil memandang ke arah sang pengasuh tersebut.“Gapapa Pa, hanya mau sama Umi aja sesekali,” jawab Tama.“Kasih tahu alasannya sama Papa dulu,” ujar Bara sambil mengelap mulutnya dengan tissue.“Mau cepelti teman-teman yang ditungguin sama ibunya,” jawab Tama dan Rikel bersamaan sambil menunduk.Bara melihat ada kesedihan di wajah kedua anaknya tersebut.“Boleh. Tapi hati-hati ya,” jawab Bara sambil mengelus kepala Tama.“Horeeee. Makasih, Paa,” jawab Tama dan Rikel sambil berlarian memeluk tubuh sang ayah.Salma hanya tersenyum melihat keceriaan kedua anak tersebut. Sudah berkali-kali keduanya memaksa untuk diantar oleh uminya, dan selalu dilarang oleh Bara.Bukan tanpa alasan Bara melarang Tama dan Rikel di antar oleh Salma.Tapi lebih ke ingin memberi tahu kepada Mamanya kalau di rumah ini ada orang yang bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan buk

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 188. Salah Lawan

    “Bu doktel, ayo cepat bantu Papa saya,” teriak Tama membuat Salma tergagap.“Oh iya Nak, ini parah nak lukanya harus segera kita operasi, Nak,” ujar Salma membuat Bara terkekeh geli dan langsung berdiri.“Duh bu dokter, kok langsung operasi sih,” protes Bara.“Biar cepat sembuh,” jawab Salma.Bara duduk di sebelah Salma, Tama dan Rikel kembali melanjutkan mainan yang lainnya.“Maafin Mas ya,” bisik Bara di telinga Salma.“Buat apa?” tanya Salma bingung.“Yang tadi nyuekin kamu. Tadi Nas lagi sibuk konsul sama pak Tigor untuk langkah selanjutnya proses hukum Hernadi Sriwijaya,” ujar Bara memberitahukan kepada sang istri.“Kenapa dengan Hernadi?” tanya Salma bingung.“Bukti-bukti yang didapatkan sudah cukup kuat untuk menjerat dia masuk penjara,” jawab Bara seperti menahan emosi bila mengingat Hernadi.“Alhamdulillah, mudah-mudah setelah ini kehidupan kita bisa tenang ya, Mas,” ujar Salma menatap kearah sang suami.“Iya sayang, Mas juga lelah kalau kita harus seperti ini terus, gerak ki

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 187. Merajuk

    Bara tampak sangat emosi membaca semua lembar demi lembar yang diberikan oleh pak Tigor."Kurang ajar Hernadi," ujar Bara."Iya pak, ternyata sudah lama dia mengincar bapak, tapi bapak gak sadar aja," jawab pak Tigor."Dan dia menggunakan Hardi sebagai pengacara?" kernyit Bara."Iya, Pak," jawab pak Tigor."Atau jangan-jangan selama ini Hardi menjadi mata-mata Hernadi?" tanya Bara sambil memainkan pena di tangannya."Untuk hal itu saya gak tahu, Pak. Yang saya tahu beberapa kasus Sriwijaya biasanya mereka menggunakan Dania yang masih tergabung dalam satu payung dengan Hardi,” jawab pak Tigor lagi.Bara menghela nafas kasar dan baru menyadari akan hal itu."Okelah pak Tigor, saya serahkan semuanya kepada Bapak. Untuk biaya Bapak bisa langsung hubungi Ari, dia yang bertanggung jawab semuanya. Dan saya minta kasus ini diselesaikan secara tuntas, Pak," ujar Bara."Siap, Pak. Kami akan bekerja maksimal," ucap pak Tigor tegas."Thanks, Pak Tigor," jawab Bara sembari menepuk pundak pak Tigor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status