Sebenarnya nyali Ainel cukup ciut melihat tatapan mata Bara yang seperti namanya membara. Namun, kesombongan mengalahkan segalanya.
"Memangnya kau bisa apa, lalat kecil?" tanya Ainel dengan seringai mengejek.
"Apa kau tahu, aku bisa menghancurkan Hario Group," ucap Bara penuh penekanan.
"Hari belum malam, bung, jangan ngigau," hina Ainel.
"Aku ingatkan sekali lagi Ainel, tanda tangani atau aku hancurkan semuanya?"
Kembali Bara mengancam dan semakin mengunci posisi Ainel yang menempel pada dinding tanpa sehelai benangpun. Sebenarnya tidak munafik jiwa kelakian Bara meronta, namun dia harus menahan demi tercapai tujuannya.
"Jangan bermimpi hai lalat busuk."
"Baiklah jika itu maumu, akan kuhancurkan semuanya. Silakan pikirkan sebelum terlambat," ujar Bara sambil meletakkan sebuah map diatas tempat tidur.
Bara memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Ainel dengan cepat mengenakan piyama berwarna putih. Karena penasaran Ainel meraih map yang diberikan Bara dan membaca satu persatu kertas di dalamnya.
Ainel terkejut didalam map tersebut berisi beberapa copy bukti kecurangan Hario Group dengan relasi bisnis, kejahatan-kejahatan sang ayah, bahkan daftar tunggakan pajak Hario Group yang mencapai miliaran rupiah.
Gigi Ainel gemerutuk menahan amarah, bahkan saat ini kebenciannya terhadap Bara melebihi tadi.
Bara keluar dari kamar mandi dengan seringai jahat saat menyaksikan Ainel sedang membaca isi map yang dia berikan.
"Apa yang harus ditandatangani?" tanya Ainel tanpa melihat wajah Bara.
Bara menyerahkan selembar kertas yang baru, karena yang sebelumnya sudah dirobek oleh Ainel.
"Kenapa harus buat perjanjian ulang, bukankah lo sudah menandatangani perjanjian dengan papa?"
"Itu perjanjian dengan tuan Hario, yang ini perjanjian antara kita."
"Jika terjadi perceraian, lima puluh persen harta kekayan Hario menjadi milik Albara Kaizer."
Salah satu isi perjanjian yang dibuatkan Bara.
"Lo mau merampok keluarga gua?" tanya Ainel.
"Silahkan pilih cerai dan kehilangan 50% kekayaan, hilang seluruhnya dan kalian akan menggembel di jalan, atau kau tetap jadi istriku dengan pengalihan saham hanya 20% untukku?" tanya Bara sambil memegang dagu Ainel.
"Lepasin tangan lo, gua jijik," jawab Ainel dingin.
"Kau mau menjadi CEO di Hario Group, mimpimu terlalu tinggi hai rubah kecil," ledek Ainel saat membaca semua perjanjian yang Bara buat.
Tak lama tampak Ainel mengambil sebuah pena dan menandatangani surat perjanjian tersebut. Bara tersenyum puas, dan menyimpan surat perjanjian tersebut dan map berisi copy kejahatan Hario Group yang dulu tidak sengaja dia temukan tercecer di lantai ruangan tuan Hario saat Bara membersihkan ruangan itu.
"Jadilah penurut Ainel," ucap Bara sambil menyerang bibir Ainel dengan kasar, Ainel yang tidak siap mendapat perlakuan seperti itu hanya berusaha berontak dan memukul Bara, namun tenaganya kalah dengan kekuatan yang dimiliki Bara.
Tangan bara langsung masuk kepada inti bawah Ainel melakukan gerakan keluar masuk disana dengan kecepatan tinggi, hingga tidak berapa lama terdengar desahan dari mulut Ainel.
Bara menghentikan aktivitasnya saat Ainel sedang mencapai puncaknya, tampak kekecewaan di sudut mata Ainel.
"Bahkan mulut dan tubuhmu tidak sejalan Ainel," ejek Bara sambil merebahkan diri diatas sofa besar.
"Mulutmu berkata jijik kepadaku, tapi tubuhmu menunjukkan reaksi yang berbeda," lanjut Bara kemudian memejamkan matanya.
Muka Ainel tampak memerah menahan amarah mendapat hinaan dari Bara, tangannya terkepal. Namun, dia tak mampu melawan. Karena Bara mempunyai kekuatan yang lebih besar.
*
Suasana sarapan pagi di keluarga Hario.
Ainel turun dari kamarnya menuju meja makan untuk sarapan bersama yang diikuti oleh Bara dibelakangnya.
Saat Bara menggeser kursi disebelah Ainel, ibu mertuanya berkata dengan kasar.
"Tidak ada kursi untukmu disini, kau silakan sarapan di belakang bersama yang lainnya," ucap ibu mertuanya sambil memandang tajam ke arah Bara.
"Baik ma," jawab Bara pelan.
"Panggil saya nyonya, saya tidak sudi dipanggil mama oleh kamu, saya jijik," kembali hinaan terlontar dari bibir mertuanya.
Bara hanya diam dan mengikuti apa kemauan dari mertuanya.
"Ma, biarkan Bara sarapan disi bersama kita," ucap Ainel.
Bara hanya tersenyum mendengar istrinya membela dia di hadapan ibunya. Semua karena surat ancaman Bara dengan surat perjanjian kemarin.
"Kamu sudah gila, Ainel? Bagaimana mungkin orang seperti dia boleh mengotori meja makan ini?" tanya ibunya murka.
"Dia suami Ainel."
Bola mata kedua suami istri tersebut membulat mendengar penuturan putrinya, mereka heran bagaimana mungkin putrinya bisa berubah secepat itu hanya dalam satu malam.
"Biar saya sarapan di belakang," ucap Bara pelan.
"Ainel ikut," jawab Ainel sambil berdiri mengikuti Bara.
"Kamu tetap sarapan disana Ainel, biar saya yang sarapan disana," ujar Bara berpura-pura.
"Ainel! Duduk!" perintah tuan Hario dengan murka.
Bara berjalan kebelakang dan bergabung bersama pekerja lainnya untuk sarapan, sedangkan Ainel sarapan bersama kedua orang tuanya di meja makan kebesarannya.
"Den Bara sabar ya," ucap Bik Inah menguatkan.
"Tak masalah bik."
"Aden mau makan apa? Biar bibi buatkan."
"Gak usah bik, nanti malah bibik yang kena marah. Saya makan bersama mereka aja bik," ucap Bara sambil tersenyum.
"Disana makanannya hanya nasi uduk dan telur Den," ucap bik Inah pelan.
"Enak itu bik, Bara sudah biasa makan seperti itu bik. Justru kalau Bara makan yang dimeja Tuan Hario itu bakal sakit perut," kekeh Bara sambil menyendokkan nasi uduk yang tampak menggoda kedalam piringnya.
Bara menikmati sarapan paginya dengan bercengkrama bersama seluruh pekerja yang ada di rumah Tuan Hario. Bahkan Bara tidak merasa malu harus tertawa bersama mereka. Sedangkan dari kejauhan Ainel memandang Bara dengan tatapan tajam.
"Dasar sampah," gumam Ainel saat melihat Bara membantu bik Inah membuang sampah.
Bara tahu ada sepasang mata yang sedari tadi memandangnya dengan penuh kebencian. Bara hanya tersenyum, satu rencana telah berhasil dia kuasai, Ainel.
Dalam hati Bara bertekad suatu saat akan membuat keluarga Hario yang akan tunduk kepadanya, Albara Kaizer.
"Kau salah memilih orang, tuan Hario," ujar Bara dalam hatinya sambil tersenyum licik.
Bara mendekati Ainel yang tengah duduk santai dekat kolam renang sambil menikmati jus buah yang disediakan bik Minah.
Bara duduk disebelah Ainel yang hanya mengenakan tanktop dan celana pendek, perutnya yang membesar ditutupi menggunakan kain pantai yang panjang.
"Berapa usia kehamilanmu?" tanya Bara.
"Bukan urusan lo," jawab Ainel ketus.
"Karena aku ayahnya saat ini," ucap Bara lemah.
"Jangan ngaku-ngaku!"
"Apa kamu mau bilang ke anakmu bahwa dia tidak memiliki ayah, tepatnya tidak tahu yang jelas siapa ayahnya?"
Ainel hanya terdiam dan terus menyesap jus buah yang masih tersisa setengah gelas.
"Siapa lo sebenarnya?" tanya Ainel.
Bara hanya tertawa mendengar pertanyaan Ainel.
“Kangen Alma,” ujar Ainel saat keduanya sedang duduk santai setelah menikmati makan malam.“Besok kan pulang, malam ini nikmatin dulu malam pertama kita,” ujar Bara sambil tersenyum.“Malam pertama apanya, Bar,” kekeh Ainel.Keduanya malah tertawa.Bara merengkuh tubuh sang istri kedalam pelukannya, mendekatkan wajahnya pada Ainel hingga tak ada jarak antara keduanya.Tidak ada yang berubah, Bara selalu memperlakukan Ainel dengan lembut, hingga Ainel memejamkan matanya menerima setiap sentuhan Bara.“Thanks sayang,” ucap Bara mengecup pelan kening Ainel, yang menyembunyikan wajahnya di bawah bantal karena malu.Ainel hanya mengangguk di balik selimutnya.“Hei, lihat gua dong,” goda Bara sambil terkekeh.“Udah sana, gua mau tidur. Ngantuk, besok kan kita harus pulang anak-anak udah menunggu,” ujar Ainel.“Pagi-pagi besok kita harus anterin Alana dan dan Ben ke bandara, mereka mau pulang,” ujar Bara memberitahu Ainel.“Oh iya, ya ampun gua belum beli oleh-oleh buat mereka,” ujar Ainel h
Semua puas dengan hasil terbaik yang dibuatkan butik pilihan bu Bira.“Nanti kamu akan dijemput sama Alin,” ujar Bara melihat kearah Ainel.“Iya,” jawab Ainel singkat.“Kok sedih?”“Sebenarnya gua ini anak siapa, Bar?” tanya Ainel sambil menahan tangis.Bara tidak menjawab hanya merengkuh Ainel kedalam pelukannya.“Semua orang disini menyayangi kamu,” ujar Bara sambil mengelus rambut Ainel.“Tidak dengan mama papa, mereka hanya menginginkan harta.”“Mereka menyayangi kamu, hanya berbeda cara. Sudahlah, jangan sedih. Calon pengantin gak boleh sedih,” ujar Bara menghapus jejak airmata di pipi Ainel.Ainel hanya terdiam, dan berlalu ke kamarnya. Iya besok adalah hari pernikahan nya dengan Bara, sedangkan kedua orang tuanya sedikitpun tidak peduli dengannya.Bahkan hanya sekedar menelepon menanyakan kabar pun tidak.**Hari yang dinantikan pun akhirnya telah tiba. Semua orang sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kesibukan dirumah lebih dari biasanya, bahkan bik Rasi dan mbok Inah ta
"Kamu sudah siap?""Siap dong!""Kamu cantik!""Sejak lahir!"Keduanya tertawa. "Ehm," deheman Jojo membuat keduanya semakin mengeraskan tawanya. "Acil tuh udah nunggu lo lamar, Jo," sambung Bara. "Setelah bapak dan ibu nikah baru deh saya lamar Acil," jawab Jojo. "Lo serius, Jo?" tanya Bara kemudian. "Serius dong pak, sampai kapan saya harus jadi jones kayak ini," sahut Jojo dari balik kemudi. Bara hanya tertawa mendengar candaan Jojo. Saat ini Bara dan Ainel sedang dalam perjalanan menuju toko milik Ainel, untuk menyiapkan pembayaran gaji karyawan, laporan barang masuk dan keluar juga nanti Ainel akan menyerahkan kepengurusan toko sepenuhnya kepada Nani. Kedepannya Ainel hanya akan datang satu bulan satu kali, dan akan memantau dari rumah saja. **Pernikahan keduanya pun hanya tinggal menghitung hari, pak Tigor benar-benar bisa diandalkan. Pengurusan surat tersebut bisa selesai dalam hitungan minggu. "Semuanya sudah selesai?" tanya Bara saat suatu siang pak Tigor datang ke
“Kamu kenapa?” kali ini Bara yang heran melihat tingkah Ainel yang menenggak kopinya sampai ludesAinel hanya diam dan menggeleng membuat Bara sedikit bergidik ngeri melihat tingkah Ainel di tengah malam seperti ini.“Kamu haus?” tanya Bara lagi.Lagi-lagi Ainel hanya menggeleng.Bara memegang tangan Ainel dan menatap dalam mata Ainel.“Terus ngapain kamu ngabisin kopinya?” tanya Bara.“Biar kamu gak bisa minum dan begadang,” ujar Ainel.Bara hanya menggeleng dan tersenyum.“Tapi nanti malah kamu yang begadang,” ujar Bara pelan.“Aku mah gak mempan kopi kalau mau tidur ya tidur aja,” kekeh Ainel.“Thanks, Nel,” ucap Bara yang kemudian mendaratkan kecupan lembut di pipi Ainel membuat Ainel mematung.Padahal bukan hanya baru sekali mendapatkan kecupan dari Bara, entah kenapa Ainel masih saja terasa aliran darahnya berhenti mengalir mendapat perlakuan lembut tersebut.“Ehm,” ujar Bara berdehem membuat Ainel tergugup.“Kok cuma diam?” tanya Bara lagi.“Gapapa, mau ribut juga gak kedengar
“Duh ini cantik banget,” puji tante Ovi yang punya butik kepada Ainel.“Menantu idaman banget deh ini, cantik, sederhana dan murah senyum lagi,” kembali tante Ovi berseloroh. Namun, bu Bira hanya diam tidak menjawab.“Udah deh lo ukur aja secepatnya,” protes bu Bira.“Santai dong Bira, gua mau cari model yang cocok untuk dia. Sebenarnya model apa aja cocok, secara orangnya kan cantik banget, tapi tadi kata masnya minta yang tidak terbuka. Ya kan cantik?” tanya tante Ovi kepada Ainel.“Iya tante,” jawab Ainel pelan.“Suaranya aja merdu gini.”Bara hanya tersenyum mendengar pujian dari tante Ovi, karena memang benar apa yang dikatakannya kalau Ainel memang cantik.Tidak ada yang bisa menandingi kecantikan Ainel, dengan tubuh yang proporsional seperti seorang model.“Kenapa mesti mengadakan resepsi? Harusnya kan bisa nikah aja langsung, udah selesai,” ujar Bu Bira kesal setelah mereka menghabiskan makannya.Dari butik mereka mengisi perut terlebih dahulu dan setelah ini akan mengajak ana
Bara memandang lekat ke arah Ainel yang terus menggeleng.“Jangan, Bara,” ujar Ainel.“Kamu tenang aja ya,” ujar Bara kemudian.“Bara, sebaiknya kamu pikirkan baik-baik, Nak,” ujar Bizar.Hario hanya tertawa sinis.“Apa yang harus dipikirkan, saya hanya meminta hak saya yang dulu dia rampas,” ujar Hario.“Baiklah saya setuju!” ujar Bara lantang.Ainel terduduk lemas, dan semua yang ada disana menatap Bara dengan pandangan yang sulit di artinya.“Dengan beberapa persyaratan,” lanjut Bara.“Bara… Bara, kamu masih mengajukan persyaratan sedangkan saya hanya mengambil apa yang menjadi hak saya,” ujar Hario sambil tertawa sinis.“Pelunasan hutang bukan hak anda!” jawab Bara yang membuat Hario terdiam.“Sebutkan syarat yang kamu mau!” ujar Hario keras.“Saya akan kembalikan empat pabrik tersebut sebagaimana dulu kondisi yang saya terima. Kedua, setelah saya menikah dengan Ainel anda tidak berhak mencampuri rumah tangga saya apalagi mengganggu,” ujar Bara memandang sinis ke arah Hario.“Ter