"Perkenalkan gua Albara Kaizer," ucap Bara sambil mengulurkan tangannya kepada Ainel.
Sementara itu Ainel hanya membiarkan tangan Bara menguap tanpa menyambutnya, hingga akhirnya Bara tersenyum dan menurunkan tangannya.
"Tuan Hario sudah tahu siapa saya yang hanya seorang cleaning service di Hario Group, apalagi yang mau lo ketahui tentang gua?" tanya Bara kepada Ainel.
Bara sudah lelah bersikap manis dengan menggunakan panggilan 'aku kamu' namun tidak pernah dihargai sedikitpun oleh Ainel.
"Kenapa lo bersedia menikahi gua?" selidik Ainel.
"Harusnya lo sudah tahu jawabannya," ucap Bara sambil memainkan ciprat air dengan tangannya.
"Karena uang?"
"Awalnya tidak sama sekali," jawab Bara tertawa.
"Terus kenapa?"
"Dipaksa dan tidak punya pilihan lain."
"Lo udah tau sama gua?"
"Sama sekali tidak, bahkan alasannya saja gua gak tau. Gua pikir tuan Hario memiliki anak yang cacat sehingga harus memaksa seseorang untuk jadi jodohnya."
"Setelah lo melihat gua?"
"Orientasi gua terhadap pernikahan ini berubah."
"Menjadi?" tanya Ainel terus mendesak Bara.
"Uang dan kekuasaan," ucap Bara sambil berdiri kemudian mendekati Ainel dan memegang dagu Ainel.
"Ternyata lo licik!" geram Ainel sambil mengepalkan kedua telapak tangannya.
Bara tertawa dengan sinis.
"Gua cuma belajar dari keadaan dan kenyataan."
Bara mendecih dan meludah tepat disamping Ainel.
Sementara Ainel semakin tersulut emosi dengan tingkah Bara yang seolah-menjadi kucing penurut didepan orang tuanya, dan menjadi seperti jelmaan setan saat hanya berdua dengannya.
*FLashback
Dia adalah Albara Kaizer begitu nama yang diberikan oleh orang tuanya yang entah siapa mereka. Bara nama panggilannya sedari kecil, dibesarkan dengan penuh pahitnya kehidupan di sebuah panti asuhan di pinggir kota. Dia dibuang oleh orang tuanya di dekat sebuah kotak sampah depan panti.
Guk! Guk! Guk!
Aauuuuuuuum.
Malam itu anjing yang sedang mengais tempat sampah begitu gelisah dia selalu menyalak dan mengaum dengan suara yang memilukan dan memekakkan telinga.
Anak-anak panti yang masih berusia dibawah enam tahun mengkeret ketakutan mendengar suara anjing sepanjang malam. Mereka berpelukan satu sama lain.
Auum! Guk! Guk!
Setiap ada orang lewat anjing yang sedari tadi selalu duduk di dekat sampah selalu menyalak. Seolah-olah sedang meminta pertolongan. Namun, tak seorangpun peduli dengan seekor anjing jalanan.
Sampai pagi tiba anjing tersebut masih setia duduk di dekat kotak sampah tersebut dan masih menyalak kepada setiap orang.
Ibu pengasuh panti yang keluar untuk menyapu halaman panti, matanya bersirobok dengan sang anjing yang tampak matanya begitu memelas meminta pertolongan sambil menyalak.
Bu Aisah begitulah nama ibu pengasuh panti tersebut, beliau penasaran ada apa sebenarnya dengan anjing yang dari semalam melolong hingga ke pagi. Bu Aisah mendekati kotak sampah dengan sangat berhati-hati takut diserang oleh anjing tersebut. Namun, betapa terkejutnya saat melihat disamping anjing tersebut duduk ada sebuah kardus yang berisi seorang bayi yang sudah dalam keadaan lemah namun jantungnya masih berdetak.
"Astagfirullahaladzim, tolong!" teriak bu Aisah.
Para warga yang mendengar teriakan bu Aisah segara datang berkumpul untuk melihat apa yang terjadi. Betapa terkejutnya mereka menyaksikan pemandangan di depan matanya seorang bayi yang sekira berumur satu minggu sudah dalam keadaan lemah dan tubuh membiru karena kedinginan.
Salah seorang warga segera menjemput ketua RT dan juga bidan yang kebetulan rumahnya tidak terlalu jauh dari panti asuhan.
Bidan datang dengan perlengkapan seadanya memberikan pertolongan pada bayi tersebut, diberikan selimut hangat dan pelukan sambil disusui. Bayi tersebut berhasil selamat dan dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan yang lebih lanjut.
Bu Aisah memeriksa kardus yang digunakan sebagai alas bayi tersebut dan menemukan sebuah amplop, setelah dibuka amplop tersebut berisi satu buah cincin emas dan secarik kertas yang bertuliskan nama dan tanggal lahir bayi tersebut.
"Albara Kaizer."
Ya nama anak lelaki yang malang tersebut adalah Albara Kaizer. Berkat seekor anjing liar nyawa Bara bisa terselamatkan.
Setelah dilakukan perawatan intensif selama tiga hari di rumah sakit, bayi Bara dibawa kembali pulang ke panti. Biaya pengeluaran bayi Bara dari rumah sakit adalah hasil urunan atau patungan seluruh warga yang dikomandoi oleh pak RT. Karena panti asuhan bu Aisah bukanlah panti asuhan yang memiliki donatur tetap, anak-anak panti yang sudah berumur sepuluh tahun keatas akan bekerja menjual berbagai macam makanan demi menyambung hidup seluruh penghuni panti. Bu Aisah selaku pengasuh tunggal anak panti yang akan memasak untuk nanti dijajakan keliling oleh anak-anak.
Setelah dirembukkan dengan pak RT dan semua warga sekitar panti bayi Bara diputuskan akan dirawat oleh bu Aisah di panti asuhan miliknya. Walaupun sebenarnya berat bagi bu Aisah untuk memenuhi kebutuhan anak-anak panti apalagi bayi Bara masih sangat kecil dan butuh biaya yang tidak sedikit untuk pembelian susunya. Namun, saat melihat mata teduh Bara terbesit rasa kasihan. Bayi yang masih sekecil ini membutuhkan kasih sayang dari orang dewasa.
Dengan mengucapkan 'bismillah' akhirnya bu Aisah merawat bayi Bara di panti bersama anak-anak lainnya yang berjumlah sekitar sepuluh orang dengan nasib yang tak kalah tragisnya seperti Bara.
Bu Aisah adalah seorang janda yang ditinggal mati suaminya dan tidak memiliki anak. Rumah yang dulu ditempati bersama suaminya kini dijadikan panti asuhan dan rumah tinggal untuk dirinya bersama anak-anak asuhnya.
Bara tumbuh menjadi anak yang periang juga pemberani yang selalu berusaha melindungi adik-adik atau kakaknya dari gangguan orang lain.
Bara kecil tidak pernah sedikitpun menangis walaupun sesakit apapun. Mungkinkah airmata Bara sudah mengering saat menangis semalaman di dalam kardus disamping anjing yang tak pernah berhenti menyalak.
"Bara kaki kamu kenapa?" tanya bu Aisah panik pada suatu ketika saat pulang dari sekolah Bara membawa kaki yang berlumur darah karena menginjak sebuah beling saat berebut mengambil jambu biji di belakang sekolah.
Ditanya bu Aisah, Bara hanya tersenyum.
"Hanya luka kecil bu."
Kotak kardus yang berisi kain, cincin dan surat saat penemuan Bara masih disimpan rapi oleh bu Aisah. Beliau berniat setelah Bara besar kelak akan diberikan kepada Bara, termasuk sebuah foto seekor anjing liar yang telah menjaga Bara semalaman.
Bu Aisah paham mungkin orang tua Bara mempunyai maksud agar suatu saat dia bisa menemui anaknya, makanya sengaja meninggalkan keterangan berupa nama pada anaknya. Padahal banyak saran yang meminta bu Aisah mengganti nama anak tersebut sesuai dengan keinginannya. Namun, bu Aisah tetap memakai nama Albara Kaizer kepada bayi tersebut.
Nama Kaizer seperti tidak asing ditelinga bu Aisah, namun beliau tidak akan mencari tahu. Biarlah semua akan menjadi rahasia orang tua dari Bara.
Albara tumbuh sehat dan kuat, karena sudah tertempa sejak kecil tentang kerasnya hidup. Dia bersekolah, berjualan dan bahkan mengerjakan semua pekerjaan bersama anak-anak panti lainnya.
"Apa itu bu?" tanya Albara suatu saat.
"Ada apa ma?" tanya Bara lagi."Buka dulu pintunya," teriak bu Bira."Tunggu aja di bawah Ma, nanti Bara turun," jawab Bara masih tak beranjak dari tempat tidurnya."Kalian lagi ngapain sih, buka pintunya kenapa?" tanya bu Bira."Gak bisa, Ma, lagi nanggung," jawab Bara tersenyum."Tanggung apanya?" tanya bu Bira lagi."Ya olahraga dong ma," jawab Bara."Kok sore-sore sempat-sempatnya kalian olahraga?" tanya bu Bira."Iya apa bedanya ma sore dan malam," jawab Bara tanpa beranjak dari posisinya.Hingga akhirnya bu Bira menyerah.Terdengar langkah yang menjauh. Bara menghela nafas lega. Anehnya aja ibunya seakan tidak memberinya waktu berduaan dengan Salma kecuali malam hari."Siapa, Mas?" tanya Salma yang baru keluar dari kamar mandi, bau mawar menguar ke seluruh ruangan."Mama," jawab Bara cuek."Kenapa?" tanya Salma mengernyitkan keningnya."Gak tahu, gak Mas bukain pintu," jawab Bara berlalu menuju kamar mandi, sebelumnya sempat mendaratkan kecupan di kening sang istri.Salma hanya
“Pa, Tama dan Ikel hari ini sekolah sama Umi ya pa. Please,” mohon kedua anaknya dengan wajah memelas.“Bik Sri kenapa?” tanya Bara sambil memandang ke arah sang pengasuh tersebut.“Gapapa Pa, hanya mau sama Umi aja sesekali,” jawab Tama.“Kasih tahu alasannya sama Papa dulu,” ujar Bara sambil mengelap mulutnya dengan tissue.“Mau cepelti teman-teman yang ditungguin sama ibunya,” jawab Tama dan Rikel bersamaan sambil menunduk.Bara melihat ada kesedihan di wajah kedua anaknya tersebut.“Boleh. Tapi hati-hati ya,” jawab Bara sambil mengelus kepala Tama.“Horeeee. Makasih, Paa,” jawab Tama dan Rikel sambil berlarian memeluk tubuh sang ayah.Salma hanya tersenyum melihat keceriaan kedua anak tersebut. Sudah berkali-kali keduanya memaksa untuk diantar oleh uminya, dan selalu dilarang oleh Bara.Bukan tanpa alasan Bara melarang Tama dan Rikel di antar oleh Salma.Tapi lebih ke ingin memberi tahu kepada Mamanya kalau di rumah ini ada orang yang bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan buk
“Bu doktel, ayo cepat bantu Papa saya,” teriak Tama membuat Salma tergagap.“Oh iya Nak, ini parah nak lukanya harus segera kita operasi, Nak,” ujar Salma membuat Bara terkekeh geli dan langsung berdiri.“Duh bu dokter, kok langsung operasi sih,” protes Bara.“Biar cepat sembuh,” jawab Salma.Bara duduk di sebelah Salma, Tama dan Rikel kembali melanjutkan mainan yang lainnya.“Maafin Mas ya,” bisik Bara di telinga Salma.“Buat apa?” tanya Salma bingung.“Yang tadi nyuekin kamu. Tadi Nas lagi sibuk konsul sama pak Tigor untuk langkah selanjutnya proses hukum Hernadi Sriwijaya,” ujar Bara memberitahukan kepada sang istri.“Kenapa dengan Hernadi?” tanya Salma bingung.“Bukti-bukti yang didapatkan sudah cukup kuat untuk menjerat dia masuk penjara,” jawab Bara seperti menahan emosi bila mengingat Hernadi.“Alhamdulillah, mudah-mudah setelah ini kehidupan kita bisa tenang ya, Mas,” ujar Salma menatap kearah sang suami.“Iya sayang, Mas juga lelah kalau kita harus seperti ini terus, gerak ki
Bara tampak sangat emosi membaca semua lembar demi lembar yang diberikan oleh pak Tigor."Kurang ajar Hernadi," ujar Bara."Iya pak, ternyata sudah lama dia mengincar bapak, tapi bapak gak sadar aja," jawab pak Tigor."Dan dia menggunakan Hardi sebagai pengacara?" kernyit Bara."Iya, Pak," jawab pak Tigor."Atau jangan-jangan selama ini Hardi menjadi mata-mata Hernadi?" tanya Bara sambil memainkan pena di tangannya."Untuk hal itu saya gak tahu, Pak. Yang saya tahu beberapa kasus Sriwijaya biasanya mereka menggunakan Dania yang masih tergabung dalam satu payung dengan Hardi,” jawab pak Tigor lagi.Bara menghela nafas kasar dan baru menyadari akan hal itu."Okelah pak Tigor, saya serahkan semuanya kepada Bapak. Untuk biaya Bapak bisa langsung hubungi Ari, dia yang bertanggung jawab semuanya. Dan saya minta kasus ini diselesaikan secara tuntas, Pak," ujar Bara."Siap, Pak. Kami akan bekerja maksimal," ucap pak Tigor tegas."Thanks, Pak Tigor," jawab Bara sembari menepuk pundak pak Tigor
"Bara! Kamu ngagetin Mama aja," ujar bu Bira."Maaf ma, habisnya Mama dan Salma serius banget sih cerita sampai gak nyadar ada Bara," jawab Bara santai."Kamu dari tadi?" tanya bu Bira panik."Iya, Ma. Sejak Ainel pergi tadi," jawab Bara sambil mencomot satu emping dari toples di depan bu Bira.Wajah bu Bira mendadak pucat mendengar perkataan Bara."Bercanda kamu ih," ujar bu Bira sambil tertawa yang dipaksakan."Lagi bahas apa sih, Ma, Sal?" tanya Bara."Hehehe... Biasa masalah wanita. Mama mau ajak Salma belanja," ujar bu Bira."Kapan? Dimana?" tanya Bara protektif."Salmanya gak mau," jawab Bu Bira."Oh ya? Kenapa, Sal?" tanya Bara membuat Salma tergagap."Eh karena Salma bingung mau belanja apa, Mas," jawab Salma tergugup.Bara duduk disebelah Salma, membuat bu Bira terdiam."Kok udahan?" tanya Bara bingung."Ya gak ada lagi yang mau dibahas, Bara," ujar bu Bira."Yaudah masuk yok kalau udah selesai," ajak Bara kepada Salma."Kalian mau kemana?" tanya bu Bira."Kemana lagi, Ma, ya
"Bukannya kita sama, Tan? Masih mending Ainel, Tama baru lima tahun. Lah tante datangnya Bara umur dua puluh tujuh tahun dan sudah sukses. Selama ini kemana Tan? Menurut cerita ibu, panti itu gak pernah pindah," ujar Ainel sambil melenggang meninggalkan bu Bira yang mematung dan membisu mendengar kata-kata Ainel yang semuanya benar."Dan satu lagi Tan, Ainel statusnya janda meskipun sampai sekarang belum menikah lagi, lah tante apa? Gadis?" tanya Ainel berbalik."Jadi, jangan pernah bilang Salma tidak bisa menjadi istri yang baik, emang tante pernah merasakan jadi istri?" lanjut Ainel yang semakin membuat bu Bira tidak bisa berkata-kata.Beruntung disaat yang sama Salma datang, Salma melihat ketegangan antara Ainel dan mama mertuanya."Nel, kamu pulang diantar Yuda ya," ujar Salma memberitahu dan menyerahkan sebuah kotak kepada Ainel."Ini apa, Sal?" tanya Ainel heran."Ini donatnya. Kamu udah bikin banyak banget, oleh-oleh untuk karyawan kamu ya," jawab Salma sambil menyunggingkan se