Suara Bara mengagetkan bu Aisah yang sedang memegang barang-barang saksi kelamnya kisah Bara. Saat itu Bara sudah duduk dibangku kelas dua SMA. Akhirnya mengalir kisah dari mulut bu Aisah, dan semua barang tersebut dipercayakan kepada Bara yang menyimpannya.
"Kenapa ada foto anjing, bu?" tanya Bara saat membuka kardus tersebut.
Dengan gemetar bu Aisah menceritakan bagaimana jasa anjing tersebut menjaga Bara sepanjang malam yang dingin hingga membuat sekujur tubuhnya membiru.
"Kemana anjing tersebut bu?" tanya Bara bergetar.
"Ibu gak tau nak, ibu sibuk menjaga kamu di rumah sakit. Dan setelah pulang anjing tersebut sudah tidak ada lagi disini."
"Dan ini cincin pemberian ibumu, berilah kepada istrimu nanti, nak," lanjut bu Aisah.
Bara anak yang kuat yang tidak pernah menangis dan mengeluh tentang kerasnya hidup.
*
Setelah menyelesaikan sekolahnya Bara bekerja serabutan, kerja apa saja asal mendapatkan uang untuk membantu bu Aisah membiayai adik-adiknya di panti.
Hingga dua tahun yang lalu, Bara diterima bekerja sebagai cleaning service di sebuah perusahan besar Hario Group. Bara bekerja dengan tekun dan jujur. Dan pada suatu hari saat sedang membersihkan meja tuan Hario tak sengaja Bara menyenggol sebuah map hingga isinya berhamburan. Betapa terkejutnya Bara saat membaca berkas tersebut adalah bukti-bukti kejahatan tuan Hario dan kecurangan tuan Hario.
Entah keberanian darimana Bara mengcopy semua berkas tersebut dan menyimpannya. Yang saat ini dia pergunakan sebagai kekuatannya dalam mencapai tujuannya menguasai harta keluarga Hario.
Sepuluh hari lalu...
"Ada apa tuan memanggil saya?" tanya Bara saat dia dipanggil tuan Hario.
Bara sebenarnya takut kejadian tersebut diketahui oleh tuan Hario.
"Menikahlah dengan anakku dan tanda tangani surat perjanjian ini!" ucap tuan Hario to the point.
"Tapi tuan..."
"Saya tidak suka dibantah, datang kerumah saya pada tanggal sepuluh. Uangnya akan ditransfer ke rekening kamu. Sekarang silakan keluar dari ruangan saya!"
Tidak ada pilihan lain selain menikahi anaknya tuan Hario jika tidak nasib buruk akan mengintai sedangkan dia harus membiayai puluhan adik-adiknya di panti asuhan.
Saat pulang ke panti asuhan, Bara langsung menceritakan kepada ibunya.
"Bu, Bara akan menikah." Cerita Bara kepada bu Aisah sore itu. Setelah pulang kerja dia memilih pulang ke panti untuk menemui ibunya.
"Alhamdulillah, sama siapa nak?"
"Anak tuan Hario."
"Kok bisa?"
"Entahlah Bara juga gak ngerti bu. Bara dipaksa menikahi anaknya tanpa boleh menolak. Jika Bara menolak akibatnya akan dirasakan kita semua," ucap Bara sambil menerawang.
"Bara sudah tau anaknya?"
"Belum bu."
"Apakah kemungkinan anaknya cacat?"
"Entahlah bu."
"Tidak bisa menolak?"
"Bara sayang ibu, sayang adik-adik. Bara tidak ingin mengorbankan kalian, karena tuan Hario itu terkenal kejam dan tak punya hati."
"Tapi, kamu mengorbankan dirimu sendiri nak," ucap bu Aisah khawatir.
"Gapapa bu, siapapun anaknya akan Bara terima asal dia memperlakukan Bara seperti manusia."
"Kamu memang anak yang kuat nak," ucap bu Aisah memeluk Bara dengan erat.
Bara beranjak dan memasuki kamar anak laki-laki yang berisi ada lima anak laki-laki dengan umur yang bervariasi. Bukan hanya Bara yang masih sering kesini, banyak anak-anak yang sudah dewasa dan bekerja selalu ke panti dan membantu biaya adik-adiknya di panti.
"Kak Bara, Leo boleh nanya?" seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun bertanya kepadanya saat Bara bersiap untuk tidur.
"Tanya apa sayang?" tanya Bara sambil mengusap kepala Leo dengan sayangnya.
"Semua teman dikelas Leo mempunyai ayah dan ibu. Ayah kita kemana ya kak, kita cuma ada ibu."
Bara tersentak mendengar pertanyaan anak sekecil itu.
" Ayah kita sudah meninggal. Tapi kamu punya banyak kakak kan? Kalau Leo mau kapan-kapan kakak akan datang kesekolah Leo ya."
"Hore," jawab anak itu kegirangan.
Bara menerawang teringat dulu dia pernah menghajar habis-habisan beberapa orang kakak kelasnya saat dia duduk dikelas dua SMP. Saat ini beberapa orang tersebut membully nya dengan mengatakan mereka yang ada di panti itu anak haram, dibuang orang tua hingga tidak memiliki ayah.
Dengan kalap Bara menghajar mereka hingga salah satu dari mereka hampir menghembuskan nafas terakhirnya. Kalau terlambat dibawa ke rumah sakit kakak kelasnya bisa selesai hari itu. Hal itu juga membuat bu Aisah dipanggil ke sekolah untuk menandatangani surat peringatan.
"Bara tidak boleh lagi seperti itu ya nak," nasihat bu Aisah saat mereka dalam perjalanan pulang.
"Mereka yang salah bu, mereka menghina Bara."
"Iya, diam saja nak. Apapun yang mereka lakukan tidak perlu membalas nak biarkan Allah yang membalasnya."
"Tidak bisa bu, mereka harus diberikan pelajaran kalau tidak semua orang bisa mereka hina," Bara tetap ngotot pendapatnya.
Sejak saat itu tak seorangpun berani mengusik Bara maupun anak panti yang lainnya.
Bara tidak pernah sedikitpun menangis saat mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari seseorang, dia pasti akan membalas kapanpun ada kesempatan.
"Kenapa malah melamun?" tanyan Ainel yang mendapati Bara yang sedang melamun tersebut.
"Gapapa."
"Lo jangan berpikir bisa mendapati gua."
"Besok kita harus pindah rumah!"
"Kemana?"
"Ke kost gua."
"Gua gak mau, pasti sempit sumpek. Pokoknya gua gak mau! "
"Kalo lo gak mau, minta belikan rumah kepada tuan Hario.
Berhasil. Taktik pelan yang Bara putarkan untuk kembali menguras uang keluarga Hario. Bara tersenyum puas.
"Lo mau memeras gua?" tanya Ainel tak suka.
"Gak, mungkin lo yang mau gua peras."
"Maksudnya?" tanya Ainel bingung.
"Da-da lo buka kemana-mana. Mau gua peras?"
"Sebaiknya lo pergi dari dekat gua," ujar Ainel.
"Kenapa?"
"Gua jijik melihat lo."
"Baiklah," ujar Bara sambil meninggalkan Ainel sendirian di tepi kolam renang.
Bara memilih pergi kekantor dan bekerja seperti biasa menjadi cleaning service pada perusahaan Hario Group. Bara hanya menunggu langkah apa yang akan Ainel ambil atas permintaannya untuk pindah kerumah lain.
"Pengantin baru kok udah masuk kerja bro," ledek Musa salah satu teman seprofesinya.
"Suntuk bro dirumah," ucap Bara sambil menyulut rokoknya.
"Kok lo masih jadi CS bro, alias cleaning service. Kan lo udah jadi menantu pemilik perusahaan?"
"Hanya diatas kertas bro," jawab Bara sambil menghisap rokoknya.
"Gimana malam pertama, berhasil belah duren?" tanya Musa penasaran.
"Apa yang mau dibelah bro, durennya sudah busuk."
"Maksud lo?"
"Gua menikahi anaknya untuk menutupi aib kehamilan yang tak jelas siapa yang menghamili," ujar Bara pelan.
"What?" teriak Musa terkejut.
"Yoi bro, begitulah pergaulannya."
"Parah ya."
"Lebih dari parah, tapi cantik gua suka sih," kekeh Bara.
Keduanya tertawa kemudian datang seorang cewek cantik dan seksi yang selalu mengenakan pakaian yang sangat ngepres di badannya, dia adalah sekretarisnya pak Hario.
"Albara Kaizer, anda dipanggil pak Hario keruangannya," ucap wanita tersebut dengan angkuhnya kemudian langsung meninggalkan pantry.
Bara dan Musa saling pandang kemudian Bara mengedikkan bahunya tanda tak mengetahui apa lagi tujuan tuan Hario memanggilnya.
“Mas, berarti Salma hamil?” tanya Salma dengan mata yang berbinar.Bara hanya mengangguk dan tersenyum lembut ke arah sang istri.“Ya Allah, Alhamdulillah,” ucap Salma sambil memeluk Bara erat.“Selamat ya, Sayang,” ujar Bara mengecup kening sang istri.Sepasang suami istri tersebut berpelukan erat, bu Bira hanya melihat tanpa berniat menyela dan lebih memilih untuk tiduran di sofa. Malam ini beliau akan ikut menginap di rumah sakit.“Kamu jaga ya kandungannya, jangan kecapean terus satu lagi, kamu jangan banyak pikiran,” ujar Bara membingkai muka sang istri dengan kedua tangannya.“Hu-um,” Salma hanya mengangguk dan mengusap-usap perutnya yang masih datar tersebut.“Salma harus kabarin Abah sama Umi,” ujar Salma bahagia.“Besok aja, kalau malam ini nanti mereka ngotot mau kesini. Besok biar dijemput sama Rido,” ujar Bara dan disetujui oleh Salma dengan anggukan.Kembali Bara memeluk sang istri kedalam pelukannya, Salma menyandarkan kepalanya pada dada bidang milik Bara.“Terima kasih
Bu Aisah berlari memanggil salah satu pengawal untuk menyiapkan mobil, Bara menggendong Salma keluar. Sedangkan bu Bira yang awalnya cuek dan kesal kepada Salma menjadi panik melihat Salma benar-benar tak berdaya,“Umi kenapa?” tanya Tama dan Rikel yang keluar kamar bermain mendengar keributan di luar.“Umi sakit, Tama dan Ikel disini sama bibik ya,” bujuk bik Sri.“Mau ikut Papa,” teriaj keduanya saat melihat Bara, bu Aisah dan bu Bira ikut masuk kedalam mobil menuju rumah sakit. Kebetulan Jojo belum sempat mematikan mobilnya dari mengantar Ainel dan langsung tancap gas menuju rumah sakit terdekat.“Salma,” panggil Bara sambil memegang pipi Salma yang tampak pucat.Bu Aisah tampak mengoleskan minyak kayu putih di tengkuk dan hidung Salma, namun Salma belum juga menunjukkan akan sadar.“Cepetan dong, Jo. Hidupin lampu bahayanya,” ujar bu Bira yang duduk di sebelah Jojo kursi depan samping kemudi.“Baik, Bu,” ujar Jojo menurut dan menghidupkan lampu hazard pada mobilnya.Bu Bira tampa
Ting.Notifikasi pesan masuk ke ponsel Bara yang sedang dipegangnya.“Gua udah sampai rumah,” pesan yang diterima Bara dari Ainel.“Jojo gak bersikap aneh atau kurang ajar, kan?” balas Bara lagi.“Gak, kelewat diam. Sepanjang jalan tanpa suara bahkan music aja gak ada,” balas Ainel dengan tiga emot tertawa.“Bagus deh,” jawab Bara.“Kenapa?” balasan dari Ainel kembali.“Gua cemburu,” jawab Bara sembari mengakhiri percakapan tersebut dan menutup tab pesan sebelumnya menghapus dulu pesan-pesan dari Ainel dari ponselnya, dan tampak menghela nafas lega.Salma hanya memperhatikan gelagat aneh dari sang suami.“Jangan biarkan hamba berprasangka buruk ya Allah,” bathin Salma.Salma duduk disamping Bara sambil melirik ponsel yang ada ditangan Bara, namun Bara dengan sigap memasukkan ponsel ke sakunya dan tangannya merangkul bahu Salma dengan erat.“Mas belum mandi?” tanya Salma sembari menjauh dari Bara.“Udah,” jawab Bara singkat.“Bajunya bau. Ganti baju deh, Mas,” ujar Salma.Bara heran da
“Pak Bara bisa main catur?” tanya Yuda.“Gak. Gua gak bisa main catur, waktu kecil mana sempat main Yud, bisa main kalau keranjang gorengan sudah kosong,” kekeh Bara menerawang teringat masa kecil yang penuh penuh perjuangan.“Pak Bara suka merendah,” jawab Yuda lagi.“Gua gak bohong, gua kan kecilnya di panti dan panti kami itu gak ada donatur tetap. Hanya kalau kebetulan aja ada orang yang mau berdonasi ya Alhamdulillah. Jadi untuk kebutuhan sehari-hari ibu jualan di depan panti dan kami anak-anak yang sudah besar jualan keliling kampung,” cerita Bara.“Berarti perjuangan tidak pernah mengkhianati hasil Pak, buktinya sekarang bapak menjadi orang yang sukses,” sambung Yuda.“Roda kan pasti berputar, Yud,” jawab Bara sambil menghisap rokoknya.Jojo dan Yuda tampak mengangguk. Sementara pertarungan sengit antara Rido dan Rigo masih berlangsung belum menemukan titik terangnya.“Tadi den Tama nangis Pak, mau ajak bu Ainel main dulu ke mall,” ujar Jojo.“Gak diajak sama Ainel?” tanya Bar
"Jam berapa mereka pulang?" tanya Bara kepada Salma."Katanya tadi udah mau jalan," jawab Salma."Oke," jawab Bara singkat dan duduk di sofa memainkan ponselnya.Salma yang sedang mengenakan jilbab dan niqab nya melirik sekilas ke arah Bara yang tampak senyum-senyum sendiri sambil melihat layar ponselnya. Ada rasa penasaran di hati Salma, tapi memilih untuk diam dan tidak pernah sedikitpun kepo dengan isi ponsel Bara.Salma terlalu takut dengan kenyataan, takut menemukan hal-hal yang menyakitkan. Dia tidak sanggup, bukannya dia curiga. Tapi dia sadar siapa suaminya, pasti banyak wanita-wanita yang menawarkan diri walaupun mungkin Bara tidak menanggapinya namun melihat suami dirayu wanita lain, pastinya ada rasa sakit juga."Mas, turun yuk," ajak Salma yang sudah mengenakan jilbab dan niqabnya."Udah siap?" tanya Bara."Udah yuk, kita kebawah nungguin Tama sambil nonton TV," ajak Salma sambil menarik tangan Bara."Let's go," jawab Bara.Keduanya menuruni anak tangga, dan mendapati bu A
Bara memandang Salma yang berlalu ke kamar mereka dengan menahan kantuknya. Bara hanya tersenyum melihat sang istri."Selamat tidur, Salma," ujar Bara pelan.Bara menghabiskan kopinya yang sudah dingin, kemudian menghisap satu batang rokok kembali. Baru masuk ke kamar berusaha untuk tidur kembali.Tampak Salma sudah terlelap dengan memeluk gulingnya."Maafkan mas Sal," ujar Bara sambil memandang wajah teduh sang istri.Kemudian Bara mengecup lama kening Salma dengan lembut.Bara merebahkan tubuhnya di samping sang istri, memeluk Salma hingga terlelap.Saat terbangun di pagi hari Bara tidak mendapati Salma disampingnya, sang istri pasti setelah melakukan shalat subuh langsung berkutat di dapur membantu bik Rasi menyiapkan makanan untuk sarapan, walaupun ada mbok Inah dan bik Sri yang juga membantu.Berkali dilarang untuk membantu, namun Salma tak mengindahkan. Karena memang sudah terbiasa bangun pagi dan melakukan tugas rumah tangga tersebut.Bara melihat ponselnya dan ada sebuah pesan