Beranda / Urban / Pembalasan Menantu Terkuat / Bab 5. Rencana Pertama

Share

Bab 5. Rencana Pertama

Penulis: Hare Ra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-22 16:25:39

Bara berjalan pelan menuju ruangan tuan Hario yang merupakan pemilik Hario group sekaligus sang mertua yang tidak pernah menganggap Bara menantu.

Tok! Tok! Tok!

Bara mengetuk pintu tiga kali, dan kemudian mendapat sambutan dari dalam.

“Masuk.”

Ceklek.

“Maaf, bapak memanggil saya?” tanya Bara sopan.

“Diperusahaan ini ada berapa banyak karyawan yang bernama Albara Kaizer?” tanya tuan Hario sinis.

“Maaf,” ucap Bara sambil menunduk.

Tuan Hario menyerahkan sebuah amplop coklat tebal kepada Bara dengan cara melemparkan dengan kasar ke hadapan Bara.

Bara hanya menghela nafas panjang. “Sabar Bara, belum saatnya. Biarkan dia bersenang-senang terlebih dahulu.”

Bara berucap dalam hati untuk menenangkan pikirannya yang sudah hampir diselimuti dengan emosi.

“Apa ini pak?” tanya Bara sambil memegang amplop tersebut.

“Sisa pembayaran kamu menikahi Ainel.”

Tuan Hario dengan pongahnya menjelaskan kepada Bara mengenai amplop tersebut.

Bara menerima amplop tersebut dan segera memasukkan ke dalam tasnya, dia sudah bertekad bahwa uang tersebut akan digunakan untuk kebutuhan adik-adik di panti beberapa waktu kedepan.

“Kamu boleh keluar!”

Tuan Hario mengusir Bara dengan kasar, sedangkan sang sekretaris seksi bergelayut manja di lengan kirinya.

“Saya ada satu permintaan.”

Bara berucap dengan tegas sambil memandang kedalam mata tuan Hario.

“Katakan!”

“Saya akan membawa Ainel istri saya pindah dari rumah anda mulai sore ini.”

“Mau kamu bawa kemana anakku, hah?” tanya tuan Hario emosi.

“Kerumah saya.”

“Kamu punya rumah? Rumah seperti apa yang kamu maksud?”

“Kost, satu petak kamar.”

Tuan Hario tertawa mengejek, sementara Bara hanya diam dengan tangan terkepal.

“Kost kamu bilang rumah? Jangan mimpi!”

“Dia istri saya secara sah, jadi saya berhak untuk mengajak dia kemanapun saya tinggal!”

Tegas Bara berkata membuat tuan Hario sedikit tersentak melihat orang yang diminta menjadi menantunya ini memiliki keberanian juga ternyata.

“Baiklah, saya akan memberikan rumah dengan fasilitas lengkap dengan satu syarat kau hanya menumpang, jika Ainel sudah melahirkan dan kalian harus bercerai kau harus segera tinggalkan rumah itu!”

“Baiklah, saya permisi.”

Bara keluar ruangan tuan Hario dengan menyunggingkan senyumnya. Satu rencananya segera terlaksana, menjauhkan Ainel dengan kedua orang tuanya yang arogan itu.

Dengan begitu Bara semakin mudah mengintimidasi Ainel.

“Ainel, mari kita bermain-main sayang,” ucap Bara bergumam sendiri sambil tersenyum.

Setelah dari ruangan tuan Hario, Bara memilih pulang ke panti untuk memberikan uang kepada ibunya. Karena dia tahu saat ini panti sedang dalam masa kesusahan, jualan yang dipasarkan adik-adiknya sering tidak laku. Bahkan sempat digangguin beberapa preman pasar.

Dengan menaiki motor yang dipinjami dari Musa, Bara segera menuju panti tanpa menunggu jam kerja berakhir.

“Kak Baraaaa,” teriak adik-adiknya saat melihat motornya memasuki halaman rumah panti.

Anak-anak panti menyambut Bara dengan antusias, apalagi saat melihat Bara membawa makanan dan kebutuhan panti yang sangat banyak.

“Halo sayang-sayangnya kakak”

Sapa Bara sambil menciumi adik-adiknya satu persatu.

“Dimana ibu?” tanya Bara saat tidak mendapati sang ibu di antara adik-adiknya.

“Ibu sakit kak,” jawab Leo dengan sedih.

“Sejak kapan?”

“Sejak kemarin kak, kami mau beli obat gak ada uang kak karena sudah beberapa hari gak jualan,” terang seorang anak yang lainnya.

“Yaudah kalian makan, kakak mau lihat ibu.”

“Baik kak.”

Anak-anak berhamburan mengambil posisi duduknya masing-masing. Sementara anak yang paling besar bertugas membagikan makanan secara adil kepada adik-adiknya.

Bara yang melihat kerasnya hidup yang dialami adik-adiknya semakin membulatkan tekad dengan tujuannya menguasai harta keluarga Hario untuk bias membiayai semua kebutuhan adik-adiknya.

Bara memasuki kamar bu Aisah yang sempit, karena semua ruangan sudah dimodifikasi untuk kamar anak-anak panti yang terus bertambah.

Tampak bu Aisah terbaring lemah diatas tempat tidur dengan muka yang pucat.

“Ibu,” panggil Bara sambil mendekat keranjang bu Aisah.

“Bara, kamu pulang nak?” sapa bu Aisah sambil tersenyum kepada anaknya yang sudah dewasa.

“Iya bu.”

“Mana istrimu nak?”

“Ada dirumah,” jawab Bara lemah.

“Sesuatu terjadi nak?” tanya bu Aisah seperti melihat raut kegelisahan di mata anaknya.

“Dia sedang hamil bu, mungkin tak lama lagi harus melahirkan.”

“Jadi dia…”

“Iya bu, Bara menutupi aib keluarga mereka bu.”

“Kamu diperlakukan baik oleh mereka?”

“Sudahlah bu Bara tak apa, ibu jangan pikirkan Bara. Bara sudah dewasa.”

“Jangan diteruskan jika kamu menderita nak.”

“Badan ibu panas sekali, sebaiknya kita kerumah sakit.”

Bara berdiri sambil memencetkan ponselnya untuk memesan taksi online membawa bu Aisah kerumah sakit terdekat.

“Ibu gapapa nak, sebentar lagi juga akan sembuh.”

“Kita harus kerumah sakit sekarang bu!”

Bara membopong tubuh ibunya masuk kedalam taksi online dan membawa kerumah sakit, setelah sebelumnya berpesan kepada adik-adiknya untuk tidak ada yang boleh kemana-mana selama Bara dan bu Aisah belum kembali.

Malam ini Bara memutuskan untuk menginap di panti asuhan untuk menjaga sang ibu yang masih harus banyak beristirahat. Bara mengabarkan kepada Musa motornya besok baru akan dikembalikan karena ibunya sedang sakit.

*

Sementara itu di kediaman Hario.

“Ainel, kemana Bara?”

Tuan Hario bertanya kepada putrinya, karena Bara pergi meninggalkan kantor sebelum jam kerja berakhir hingga saat ini belum kembali kerumah.

“Mana Ainel tahu pa, kan dia anak buah papa,” jawab Ainel santai.

“Dia sudah pulang sejak sebelum jam makan siang!”

“Buktinya dia tidak ada dirumah ini, pa,” jawab Ainel malas.

“Untuk apa sih papa cari-cari gembel itu?” tanya bu Serra istrinya tuan Hario.

Sedangkan Ainel hanya mengedikkan bahunya heran.

“Pa, minta rumah dong,” ucap Ainel saat mereka sedang menikmati makan malam bersama.

“Sudah papa siapkan, kalau Bara kembali silakan kalian pindah!”

Tuan Hario memandang putrinya yang hanya mengangguk.

“Kok papa usir Ainel?” tanya istrinya tak setuju.

“Dia harus mandiri, dan bertanggung jawab terhadap apa yang dia perbuat.”

“Keenakan gembel itu dong pa dikasih rumah,” protes bu Serra lagi.

“Papa sudah buat perjanjian rumah itu bukan miliknya, setelah anak yang diperut ainel keluar dan mereka bercerai dia harus angkat kaki dari rumah itu.”

“Papa yakin?”

Tuan Hario mengangguk sambil menikmati makan malam yang disajikan diatas meja.

“Hmmm…Beri Bara jabatan dong pa,” kembali Ainel merengek.

“Kamu sadar siapa dia Ainel?” tanya tuan Bara keras.

“Ainel malu dong pa dengan teman-teman, masak suami Ainel hanya cleaning service,” rajuk Ainel.

“Hanya jabatan itu yang tepat untuk gembel menjijikan seperti dia Ainel.”

Kali ini bu Serra yang menimpali sambil melihat kearah Ainel yang hanya mengaduk-aduk makanan tanpa sedikit pun memakannya.

“Apa kata teman-teman Ainel Pa, Ma kalau mereka tahu Bara hanya seorang cleaning service.”

“Tak usah dengarkan kata mereka!” tegas tuan Hario.

“Udahlah paa gak ngerti!”

Ainel berdiri dan meninggalkan meja makan dengan kesalnya.

“Ainel tunggu! Dengarkan papa!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 190. Melewati Batas Privasi

    "Ada apa ma?" tanya Bara lagi."Buka dulu pintunya," teriak bu Bira."Tunggu aja di bawah Ma, nanti Bara turun," jawab Bara masih tak beranjak dari tempat tidurnya."Kalian lagi ngapain sih, buka pintunya kenapa?" tanya bu Bira."Gak bisa, Ma, lagi nanggung," jawab Bara tersenyum."Tanggung apanya?" tanya bu Bira lagi."Ya olahraga dong ma," jawab Bara."Kok sore-sore sempat-sempatnya kalian olahraga?" tanya bu Bira."Iya apa bedanya ma sore dan malam," jawab Bara tanpa beranjak dari posisinya.Hingga akhirnya bu Bira menyerah.Terdengar langkah yang menjauh. Bara menghela nafas lega. Anehnya aja ibunya seakan tidak memberinya waktu berduaan dengan Salma kecuali malam hari."Siapa, Mas?" tanya Salma yang baru keluar dari kamar mandi, bau mawar menguar ke seluruh ruangan."Mama," jawab Bara cuek."Kenapa?" tanya Salma mengernyitkan keningnya."Gak tahu, gak Mas bukain pintu," jawab Bara berlalu menuju kamar mandi, sebelumnya sempat mendaratkan kecupan di kening sang istri.Salma hanya

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 189. Masih Sore

    “Pa, Tama dan Ikel hari ini sekolah sama Umi ya pa. Please,” mohon kedua anaknya dengan wajah memelas.“Bik Sri kenapa?” tanya Bara sambil memandang ke arah sang pengasuh tersebut.“Gapapa Pa, hanya mau sama Umi aja sesekali,” jawab Tama.“Kasih tahu alasannya sama Papa dulu,” ujar Bara sambil mengelap mulutnya dengan tissue.“Mau cepelti teman-teman yang ditungguin sama ibunya,” jawab Tama dan Rikel bersamaan sambil menunduk.Bara melihat ada kesedihan di wajah kedua anaknya tersebut.“Boleh. Tapi hati-hati ya,” jawab Bara sambil mengelus kepala Tama.“Horeeee. Makasih, Paa,” jawab Tama dan Rikel sambil berlarian memeluk tubuh sang ayah.Salma hanya tersenyum melihat keceriaan kedua anak tersebut. Sudah berkali-kali keduanya memaksa untuk diantar oleh uminya, dan selalu dilarang oleh Bara.Bukan tanpa alasan Bara melarang Tama dan Rikel di antar oleh Salma.Tapi lebih ke ingin memberi tahu kepada Mamanya kalau di rumah ini ada orang yang bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan buk

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 188. Salah Lawan

    “Bu doktel, ayo cepat bantu Papa saya,” teriak Tama membuat Salma tergagap.“Oh iya Nak, ini parah nak lukanya harus segera kita operasi, Nak,” ujar Salma membuat Bara terkekeh geli dan langsung berdiri.“Duh bu dokter, kok langsung operasi sih,” protes Bara.“Biar cepat sembuh,” jawab Salma.Bara duduk di sebelah Salma, Tama dan Rikel kembali melanjutkan mainan yang lainnya.“Maafin Mas ya,” bisik Bara di telinga Salma.“Buat apa?” tanya Salma bingung.“Yang tadi nyuekin kamu. Tadi Nas lagi sibuk konsul sama pak Tigor untuk langkah selanjutnya proses hukum Hernadi Sriwijaya,” ujar Bara memberitahukan kepada sang istri.“Kenapa dengan Hernadi?” tanya Salma bingung.“Bukti-bukti yang didapatkan sudah cukup kuat untuk menjerat dia masuk penjara,” jawab Bara seperti menahan emosi bila mengingat Hernadi.“Alhamdulillah, mudah-mudah setelah ini kehidupan kita bisa tenang ya, Mas,” ujar Salma menatap kearah sang suami.“Iya sayang, Mas juga lelah kalau kita harus seperti ini terus, gerak ki

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 187. Merajuk

    Bara tampak sangat emosi membaca semua lembar demi lembar yang diberikan oleh pak Tigor."Kurang ajar Hernadi," ujar Bara."Iya pak, ternyata sudah lama dia mengincar bapak, tapi bapak gak sadar aja," jawab pak Tigor."Dan dia menggunakan Hardi sebagai pengacara?" kernyit Bara."Iya, Pak," jawab pak Tigor."Atau jangan-jangan selama ini Hardi menjadi mata-mata Hernadi?" tanya Bara sambil memainkan pena di tangannya."Untuk hal itu saya gak tahu, Pak. Yang saya tahu beberapa kasus Sriwijaya biasanya mereka menggunakan Dania yang masih tergabung dalam satu payung dengan Hardi,” jawab pak Tigor lagi.Bara menghela nafas kasar dan baru menyadari akan hal itu."Okelah pak Tigor, saya serahkan semuanya kepada Bapak. Untuk biaya Bapak bisa langsung hubungi Ari, dia yang bertanggung jawab semuanya. Dan saya minta kasus ini diselesaikan secara tuntas, Pak," ujar Bara."Siap, Pak. Kami akan bekerja maksimal," ucap pak Tigor tegas."Thanks, Pak Tigor," jawab Bara sembari menepuk pundak pak Tigor

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 186. Benang Merahnya Mulai Terlihat

    "Bara! Kamu ngagetin Mama aja," ujar bu Bira."Maaf ma, habisnya Mama dan Salma serius banget sih cerita sampai gak nyadar ada Bara," jawab Bara santai."Kamu dari tadi?" tanya bu Bira panik."Iya, Ma. Sejak Ainel pergi tadi," jawab Bara sambil mencomot satu emping dari toples di depan bu Bira.Wajah bu Bira mendadak pucat mendengar perkataan Bara."Bercanda kamu ih," ujar bu Bira sambil tertawa yang dipaksakan."Lagi bahas apa sih, Ma, Sal?" tanya Bara."Hehehe... Biasa masalah wanita. Mama mau ajak Salma belanja," ujar bu Bira."Kapan? Dimana?" tanya Bara protektif."Salmanya gak mau," jawab Bu Bira."Oh ya? Kenapa, Sal?" tanya Bara membuat Salma tergagap."Eh karena Salma bingung mau belanja apa, Mas," jawab Salma tergugup.Bara duduk disebelah Salma, membuat bu Bira terdiam."Kok udahan?" tanya Bara bingung."Ya gak ada lagi yang mau dibahas, Bara," ujar bu Bira."Yaudah masuk yok kalau udah selesai," ajak Bara kepada Salma."Kalian mau kemana?" tanya bu Bira."Kemana lagi, Ma, ya

  • Pembalasan Menantu Terkuat   Bab 185. Waspadai Ainel...

    "Bukannya kita sama, Tan? Masih mending Ainel, Tama baru lima tahun. Lah tante datangnya Bara umur dua puluh tujuh tahun dan sudah sukses. Selama ini kemana Tan? Menurut cerita ibu, panti itu gak pernah pindah," ujar Ainel sambil melenggang meninggalkan bu Bira yang mematung dan membisu mendengar kata-kata Ainel yang semuanya benar."Dan satu lagi Tan, Ainel statusnya janda meskipun sampai sekarang belum menikah lagi, lah tante apa? Gadis?" tanya Ainel berbalik."Jadi, jangan pernah bilang Salma tidak bisa menjadi istri yang baik, emang tante pernah merasakan jadi istri?" lanjut Ainel yang semakin membuat bu Bira tidak bisa berkata-kata.Beruntung disaat yang sama Salma datang, Salma melihat ketegangan antara Ainel dan mama mertuanya."Nel, kamu pulang diantar Yuda ya," ujar Salma memberitahu dan menyerahkan sebuah kotak kepada Ainel."Ini apa, Sal?" tanya Ainel heran."Ini donatnya. Kamu udah bikin banyak banget, oleh-oleh untuk karyawan kamu ya," jawab Salma sambil menyunggingkan se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status