Share

Chapter 2 Berubah

Untuk kesekian kalinya Rita mendengar hal itu, namun dirinya sendiri tidak pernah mengetahui langsung perkara sang mertua ingin mencarikan istri muda untuk sang suami. Suaminya sendiri, Apriyanto juga tidak pernah menyinggung hal itu dengannya. Jujur, sebagai wanita biasa walau tak ingin mempercayai hal itu, tetap saja membuat dirinya cemas. Bahkan kini muncul rasa curiga di hatinya, dan rasa itu semakin kuat seiring berjalannya waktu.

Sudah sering ia mencoba meredam rasa khawatir dan curiga itu supaya tidak terjadi tentu saja, namun dengan seringnya sang suami pergi keluar kota demi mengurus ladang dan kebun warisan ayahnya turun temurun tak ayal membuatnya curiga. Menepis rasa curiga dengan berpikir bahwa dirinya hanya kesepian itu bukan perkara yang mudah.

Bagi Rita, mendengar suara bayi dan anak-anak di rumah mertuanya saja sudah membuatnya sedih dan terharu.

Dua kali kehilangan membuatnya takut untuk memiliki momongan lagi tapi juga rindu memiliki anak dari rahimnya sendiri. Ia sering menawarkan diri ikut mengasuh keponakan suaminya tetapi sering kali tak mendapat izin dari ibu mertuanya dengan alasan dirinya tak memiliki anak jadi tidak mampu untuk mengasuh anak dengan baik. Rita hanya bisa mengalah, walaupun dulu saat ia kuliah, dirinya pernah membantu temannya untuk memberikan les private anak-anak usia pra sekolah kursus piano. Di rumah mertuanya juga dirinya tak leluasa menyalurkan hobinya tersebut.

“Kamu sudah siapkan semua bukan? Saya harap kamu akan betah di kantor pusat,” ujar Anton.

“Maksud Bapak?” tanya Rita yang kini duduk di depan Anton setelah menyerahkan dokumen yang akan mereka bawa ke pusat hari ini.

“Permintaan berubah. Direktur memintamu menjadi asisten pribadinya. Beliau tidak jadi pindah ke sini.”

Mata Rita membulat tidak percaya dengan apa yang dikatakan sang bos. “Maaf Pak, kenapa mendadak sekali? Saya harus izin suami dulu. Kalau saya dipindahkan ke kantor pusat sudah bisa dipastikan jika tempat tinggal saya juga harus berpindah.”

Anton menghela napas panjang dan menatap Rita dengan tatapan prihatin. “Saya tahu Rita, tapi beliau mendadak sekali bilang hari ini. Dan itu pun harus kamu. Saya tahu, kamu pasti akan mempertanyakan kenapa tidak sekretaris yang lebih muda bukan? Dan jawabannya adalah tidak. Beliau meminta dirimu secara langsung. Saya yakin kamu belum membaca surel pagi ini, benar bukan?”

Rita menunduk mengakui kekhilafannya belum memeriksa pagi ini akibat mendengarkan ghibahan antara Mia dan Evi tadi.

“Belum Pak.” Jawabnya lirih.

“Bicarakan hal itu dulu dengan suamimu. Kamu masih ada waktu untuk memutuskan. Saya akan bicara dengan direktur baru nanti. Tapi, hari ini kamu tetap ikut ya?”

“Iya Pak. Saya akan bicarakan dulu dengan suami saya.”

Sepuluh menit kemudian, Rita menghempaskan tubuhnya kembali di kursi kerjanya seraya menghela napas panjang berkali-kali. Rasanya hidupnya semakin pelik akhir-akhir ini. Sekarang dirinya harus memutar bagaimana caranya untuk membujuk sang suami dan juga ibu mertua agar mengizinkan dirinya merantau. Karirnya juga harus dipertimbangkan. Toh, sang suami juga jarang berada di rumah.

"Bagaimana hasil hari ini?” tanya Evi yang sudah bersandar di tepi mejanya.

“Maksud kamu?” tanya Rita yang tersadar dari lamunan.

“Aku tahu kamu mau di mutasi ke pusat.”

Rita mengusap sisi kepalanya frustasi dan menyangga kepala dengan kedua tangannya seraya menumpukan siku di meja.

“Aku benar-benar bingung sekarang. Satu sisi aku tidak ingin mengecewakan petinggi perusahaan tapi juga bagaimana dengan suami dan mertuaku?”

“Kalau aku jadi kamu, aku jelas akan menerima mutasi ini. Lagi pula jika apa yang dikatakan Mbak Mia adalah benar. Maka sudah tidak sepatutnya kamu pertahankan lagi pernikahanmu. Aku tahu, omonganku ini terdengar kasar dan frontal.

Tapi kamu harus membuka mata lebar-lebar dan cari buktinya. Kesempatan besar untukmu mengumpulkan bukti di kota. Dengarkan aku, kita sudah berteman sangat lama bahkan sejak sebelum kamu mengenal suamimu. Tolong, pikirkan baik-baik ya?” nasehat Evi dengan menekankan nada suaranya hingga sangat menyakinkan pada dua kalimat terakhir.

Rita tertegun mendengarkan semua perkataan Evi, marah ataupun tersinggung dengan pernyataan sahabatnya tidak bisa ia lakukan. Jika menuruti batinnya yang gelisah, ia setuju dengan semua ucapan sang sahabat. Namun menimbang usia pernikahannya yang sudah menginjak sepuluh tahun dan juga perlakuan suaminya yang selama ini sangat baik terhadapnya, rasanya tidak mungkin sang suami bermain api di belakangnya.

“Aku benar-benar bingung,” ujar Rita.

Evi lantas meraih kedua tangan Rita dan menggenggamnya erat. “Nggak usah bingung. Buktikan dulu ya. Aku akan bantu kamu, aku juga akan di mutasi ke kantor pusat. Kita cari bukti sama-sama. By the way, aku kenal dengan Direktur kita.

Jadi santai saja, walaupun dia sangat serius orangnya. Kamu pasti akan betah nantinya jika sudah kenal,” kata Evi seraya tersenyum tipis dengan kedua alisnya yang menggoda Rita.

“Gila kamu ih …. Ingat aku ini istri orang.”

“Eleh … semoga aja apa yang dikatakan Mbak Mia benar. Kamu tahu kan dari dulu aku sangat tidak suka dengan suamimu. Bisa jadi memang dia selama ini selingkuh di belakangmu.”

“Jangan gitu, semangatin aku lah,” ujar Rita dengan raut wajah cemberut menatap Evi.

“Ini aku sedang menyemangati kamu. Dengar Rita, usiamu masih muda dan masih bisa mencari yang lain. Sejujurnya ini bukan kali pertama aku dengar jika suamimu selingkuh. Aku sering lihat dia bersama wanita muda.

Tapi aku nggak tahu apakah ini adalah orang yang sama dengan yang dikatakan sama mbak Mia. Aku selama ini diam, demi menjaga perasaanmu tetapi sejak mendengar desas-desus pembicaraan mertuamu itu kayaknya memang sudah kelewat batas mereka itu,” ujar Evi dengan raut wajah serius dan prihatin, “aku saja heran bagaimana kamu bisa bertahan di rumah itu dengan perlakuan berbeda dari mertuamu.”

“Dari mana kamu tahu?”

“Iparmu sering cerita sama adikku Herni. Dia merasa tidak enak hati karena sering dianak emaskan oleh mertuamu hanya karena dia lebih dulu memberikan cucu.”

“Entahlah, aku tidak tahu harus bagaimana untuk saat ini,” kata Rita.

“Kita lanjutkan nanti saja. Sebelum bosmu tahu kita ngerumpi, hi hi,” kata Evi seraya melirik cctv dan melenggang meninggalkan meja Rita.

🌺

[Kamu di mana?] Pesan singkat dari Apriyanto.

[Kerja Mas.]

[Pulang jam berapa?]

Rita mengerutkan dahinya. Ia heran, tidak biasanya suaminya menanyakan hal yang memang suaminya tahu. Walau jarang berkirim pesan atau telepon saat dinas keluar tetapi Rita setiap hari selalu memberikan kabar kegiatannya kepada sang suami.

[Seperti yang aku chat tadi malam Mas. Hari ini aku tidak pulang. Ada dinas ke kantor pusat.]

[Apa tidak bisa diwakilkan?]

Rita menghela napas panjang membaca pesan itu. Selalu begitu, suaminya akan sangat keberatan jika dirinya pergi ke kantor pusat. Ini lah sebabnya Rita sangat bingung untuk mengutarakan izin mutasinya.

[Mas, perusahaan ini bukan punyaku. Tidak bisa seenaknya minta ganti orang lain. Aku sudah terlalu sering meminta hal itu juga Mas.]

[Kalau begitu keluar saja. Aku mampu menghidupimu!]

Tanda seru yang disematkan di akhir kalimat jelas menunjukkan jika sang suami sudah sangat marah kepadanya saat ini.

[Tidak bisa Mas, demi karirku juga. Mas sudah berjanji untuk mendukungku ‘kan?]

[Kamu sudah mulai senang membantah suami ya?!]

Kalimat keras dari Apriyanto seketika membuat Rita tertegun dan hanya bisa mengamati layar ponselnya. Suaminya berubah, suami yang selama ini ia tahu adalah orang yang lembut dan penyabar berubah menjadi pemarah dalam waktu singkat.

[Maaf, Mas hanya kangen sama kamu.]

[Kalau begitu pulanglah, Mas.]

[Segera.]

Sementara itu dari pintu kantin berdiri Anton yang menatap pada meja yang ditempati oleh Rita dan beberapa rekan kerjanya.

“Bagaimana apa dia setuju?”

“Belum, dia akan membicarakan dengan suaminya terlebih dahulu.”

“Aku tunggu kabar secepatnya.”

“Ck … dasar anak tidak sabaran,” gerutu Anton pada seseorang yang terhubung dengannya di ponsel yang kini menempel di telinganya.

“Om, usiaku sudah 35 tahun.”

“Lalu?”

“Sudah cukup lama aku menunggunya dan ini adalah kesempatan baik.”

Tbc

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status