Share

4. Mendadak Menjadi Nona Muda Lysander

Ankara hanya memperhatikan putrinya yang sejak tadi diam di atas hospital bed. Saat putrinya kembali hanya menangis, kemudian diam dan kembali menangis lagi. Sepanjang malam, ia hanya melihat Alika menangis.

Hanya laporan dari pengawal yang didengarnya mengenai apa yang terjadi di keluarga Matthias.

“Kenapa? Apa kau baru tahu sifat asli dari keluarga mantan kekasihmu itu?” Ankara mengawali pembicaraan membuat Alika menatap sendu ke arahnya.

“Mereka akan mengantarkanmu pulang,” ucap Ankara kemudian beranjak dari tempat duduknya. “Kita berdua akan bicara setelah kondisimu sudah membaik,” tambah Ankara lagi.

Pengawal yang mengantarkan Alika, bukan mengantarkannya ke apartement tapi mengantarkanya ke sebuah rumah berlokasi di Cilandak Margasatwa Townhouse. Kawasan rumah megah di Jakarta Selatan.

Ia tahu dengan persis harga rumah di kawasan tersebut. “Tuan, tidak ingin Anda kembali ke Apartemen itu lagi. Beliau memintaku untuk mengemas seluruh barang-barang Anda, saya telah menata kembali barang-barang Nona seperti di apatement.”

Alika tidak berkomentar sama sekali. “Rumah ini sangat mahal.”

“Bagi Tuan harganya tidak seberapa Nona. Nona bahkan meminta Tuan membeli sebuah villa atau mansion megah di kawasan elit. Nona tidak perlu tinggal di apatement kecil itu lagi. Anda adalah Nona muda keluarga Lysander, tidak perlu lagi merasa kekurangan uang.”

Hanya kekehan terdengar dari mulut Alika. “Nona muda? Itu terdengar sangat lucu.”

Mobil berhenti di sebuah rumah begitu megah. “Ini rumah yang akan Nona tempati,” ucap pria itu.

Tidak bisa dipungkiri Alika tercengang melihat rumah yang begitu megah di hadapannya. Apalagi pria yang mengatarkannya mengatakan jika rumah tersebut di beli atas nama dirinya.

“Kenapa Nona tidak masuk? Apa tidak menyukainya? Saya akan mengatakan pada Tuan jika Nona tidak menyukainya.”

“Tidak. Ini benar-benar di luar ekspetasi. Hidup sebatang kara selama seperempat abad, tiba-tiba menjadi putri dari keluarga konglemerat. Benar-benar bercanda hidup ini,” kekeh Alika.

Didampingi pria suruhan sang ayah, Alika masuk ke dalam rumah untuk melakukan room tour. Lagi-lagi Alika dibuat terkesima dengan apa yang ada di depan matanya. Tidak hanya mobil tetapi di lantai atas rumah pun memiliki landasan pacu helicopter.

“Apa ini tidak berlebihan?”

“Menurutku tidak, Nona. Selama ini Nona hidup dengan serba kekurangan, jadi tidak berlebihan jika menikmati semua yang seharusnya Anda nikmati sejak dulu,” tegas pria itu. Alika hanya terdiam. Dia benar-benar tidak tahu harus berkata apa lagi.

“Aku harus memanggilmu apa?” tanya Alika. “Maksudku, namamu?”

Pria itu terdiam sesaat.

“Farhan.”

Setelah mengatakan namanya, Farhan pun pergi meninggalkan Alika di lantai atas. Ia kembali melihat helicopter yang tengah terparkir megah di depannya saat ini.

“Apa ini masuk akal?” tanyanya kemudian turun ke lantai bawah. Ia merebahkan diri di atas sofa, tubuhnya masih lemah.

Beberapa jam kemudian, terdengar sebuah ketukan pintu, ia pun bergegas membuka pintu. Sontak saja saat membuka pintu Alika melebarkan matanya dengan sempurna, seumur hidupnya, ini kali pertama ia merasa begitu ketakutan.

"Whats wrong?" tanya Alika dengan terbata-bata.

Pria itu, Ankara. Entah apa yang terjadi, ia datang ke tempat tinggal Alika dengan keadaan terluka.

"Help me, please!" gumam orang itu sambil menahan rasa sakit.

“Please close the door. Someone is chasing me.”

Tak menunggu jawaban dari Alika lebih dulu, laki-laki itu langsung menerobos masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Alika yang masih termenung di depan pintu.

Alika masih terlihat bingung bercampur rasa takut, ia melihat Ankara yang ada di hadapannya itu. Tubuhnya penuh dengan luka. Bayangan orang psikopat yang seringkali ia tonton di dalam drama, tiba-tiba muncul di kepalanya hingga membuat rasa takutnya menjadi berkali-kali lipat.

"Apakah perlu aku panggilkan dokter untuk membantumu membersihkan luka-luka itu? Atau, apakah kita kerumah sakit saja?" tanya Alika, meskipun rasa takut sedang menjalari tubuhnya tapi ia terlihat sangat khawatir.

“Tidak perlu, tolong berikan saja aku kotak P3Knya, aku akan membersihkan sendiri luka-luka ini. Lagian, ini bukanlah kali pertama aku seperti ini, aku sudah terbiasa. Luka seperti ini juga tidak akan membuatku mati," jawab Ankara membuat Alika menatap penuh keanehan.

“Are you serious?” tanya Alika dengan sedikit keraguan.

“Yes. I'm serious.”

Masih ada keraguan pada Alika walaupun pria itu mengatakan serius, cukup kotak P3k saja. “But your wound is quite serious.”

"Shut up.” Ankara sedikit membentak Alika. “Sebaiknya, segera berikan saja padaku kotak obatnya.”

Alika tidak berani lagi bertanya, dia segera berjalan mengambil kotak P3K yang tersedia di depan meja televisi.

"Ini," ucap Alika. Ia begitu ngilu melihat luka-luka itu.

"Terimakasih."

Alika hanya diam saja, ia berjalan ke arah dapur untuk mengambil air minum.

"Mau minum apa?" tanya Alika.

"Bir. Punya?"

“Sepertinya tidak ada,” ucap Alika memeriksa kulkas.

“Huh. Berikan saja, apa yang kau punya,” seru Ankara sambil mengobati luka miliknya sendiri.

Tak lama kemudian, Alika kembali dengan membawa nampan berisi air putih dan beberapa cemilan yang ia punya. Melihat luka pria itu membuat Alika merinding.

"Terimakasih."

"CK! Mau berapa kali Anda mengatakan terimakasih? Lagian, ini bukan apa-apa kok. Ini hanya bentuk rasa kepedulian sesama manusia saja." jawab Alika.

Setelah itu, tak ada jawaban apapun yang diberikan oleh Ankara. Ia nampak fokus mengobati lukanya yang hampir seluruh tubuhnya.

Tiba-tiba Farhan dan menghampiri mereka. “Tuan, kami telah membereskan mereka. Beberapa orang yang mengikuti Anda sudah kami bereskan.”

Alika tidak paham apa yang dikatakan Farhan. Membereskan? Apa yang diberesekan.

“Bagus.”

“Saya membawa dr. Ardana untuk mengobati Anda,” ucap Farhan lagi kemudian membalikan badan mempersilahkan dokter yang dibawa untuk memeriksa Ankara.

A-apa maksudnya membereskan? Apa yang dibereskan?” Alika bertanya karena dia penasaran.

“Belum waktunya kau tahu,” ucap Ankara dengan tegas menatap ke arah Alika.

Alika yang tidak terima dengan jawaban itu, memilih naik ke lantai atas. Di kepalanya masih memikirkan apa yang dikatakan Ankara. Namun, ada hal yang harus dia pikirkan daripada memikirkan mengenai Ankara.

Keluarga Matthias, mengingat kejadian semalam membuat Alika memiliki pikiran terbuka. Pria yang dia pikir mampu melindunginya, memilih menjadi boneka.

“Apa kau sudah memutuskannya?” Ankara tiba-tiba datang mengejutkan Alika. “Apa kau sudah memikirkan menjadi Alika Farhan yang miskin dan menyedihkan atau menjadi Putri tunggal Ankara Jagna Lysander pewaris seluruh kekayaan keluarga Lysander?” Ankara bertanya dengan sungguh-sungguh.

Tidak ada jawaban dari Alika, ia pun masih berpikir. “Dengan menjadi Nona Muda Lysander kau bisa membalaskan dendammu pada keluarga Matthias.” Ankara kembali mengingatkan sebuah keinginan yang telah membara di mata Alika.

“Jadilah Nona Muda Lysander dan buat mereka yang telah menghinamu memohon ampun.”

Mendengar apa yang dikatakan Ankara, dendam yang ada di dalam hati Alika mulai membawa. Apa yang dikatakan oleh Ankara benar, jika dia menjadi Nona Muda Lysander dia bisa membalaskan dendamnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status