BAB 6 AMARAH YANG SELAMA INI DIPENDAM
Rian yang melihat William ditampar oleh Ayah kandungnya sendiri cukup puas, dia tidak perlu melakukannya dengan tangannya sendiri. Hanya dengan bicara dan memutarbalikkan fakta kepada Candra, dia tidak perlu turun langsung untuk memberikan pelajaran kepada William untuk sekarang ini. “Dasar anak kurang dan tidak tahu terima kasih.” “Berterima kasih untuk apa? Semenjak Ibu meninggal aku hanya sendirian. Sedangkan Ayah sibuk dengan keluarga baru,” William terkekeh seraya memegangi pipinya. Chandra yang semakin tersulut emosi bergegas menuju tas di sudut ruangan yang berisi stik golf. “Coba katakan sekali lagi!”Chandra sudah bersiap dengan Stik golf di tangannya “Apa? Ayah akan memukulku? apa yang aku katakan bukannya benar dan bukankah Ayah sendiri yang memutuskan hubungan antara Ayah dan Anak?” tanya William dengan pandangan tajam menusuk serta tersenyum miring. “Apa yang sebenarnya kamu inginkan Kak Liam? Apa aku punya salah kepadamu? Aku akan lakukan apapun jika Kak Liam merasa aku memiliki salah sebagai permintaan maaf.” Rian mencoba mendekati William namun dicegah oleh Chandra. “Kalau begitu kamu mau masuk penjara?”tawar William tersenyum tipis. “Untuk apa Rian masuk penjara? Dia tidak melakukan apapun,” sengah Chandra. “Lagi? Ayah membela anak itu tanpa mencari tahu dia benar atau salah, sedangkan aku langsung dicap bersalah tanpa mencari tahu terlebih dahulu.” Detik berikutnya William mendapatkan beberapa pukulan dari stik golf yang dilayangkan Chandra kepadanya. “Dasar anak tidak berguna, cabut laporannya segera atau aku akan melakukan lebih dari ini,” ucap Chandra melempar stik golf ke dekat William setelah puas memukulnya. “Cih jangan harap aku melakukannya,” ucap William meludah ke samping karena terdapat luka di sudut bibirnya. “Ah…jadi kamu tidak ingin mencabut laporannya?” tanya Chandra yang hendak mengambil stik golf kembali namun dicegah oleh Margaret. “Sudah, anakmu bisa meninggal. Apa kamu ingin membunuh anakmu sendiri?” ucap Margaret sedikit meninggikan nada suaranya. Buru-buru Margaret membantu William bangkit.”Ayo biar Tante obati lukamu.” “Terima kasih Ibu Margaret, tapi tidak perlu nanti ada yang terluka lagi. Aku bisa mengobatinya sendiri,” sahut William menolak halus saat Margaret akan memapahnya. “Tapi kamu terluka seperti ini, setidaknya bersihkan dulu noda diwajahmu. Dan diberi salep terlebih dahulu,” ucap Margaret dengan nada khawatir. “Sungguh tidak-apa Ibu, terima kasih atas perhatiannya. Aku akan mengurusnya sendiri nanti.” William pun berjalan perlahan keluar dari rumah tersebut. Dalam hati Rian semakin kesal, lagi-lagi sang Ibu masih memperlihatkan perhatiannya kepada William. Dan kali ini dia yang melihat secara langsung. Sedangkan Chandra yang masih terbawa emosi langsung pergi menuju kamarnya, tanpa melihat kondisi William terakhir kali. “Yah padahal lagi seru, Lagi-lagi Ibu merusak suasana.” Rian yang kesal pun kini memilih untuk menghampiri William yang ternyata masih ada diluar hendak masuk ke dalam mobil. Rian langsung menghentikan William dan terus memprovokasinya, yang membuat William terprovokasi juga pada akhirnya. William memukul wajah Rian beberapa kali, karena terus menyinggung Ibunya. Setelah puas dia pergi meninggalkan rumah tersebut, dan langsung melajukan mobilnya menuju rumah. Hendery yang saat itu tiba lebih dulu di rumah, terkejut melihat William yang pulang dengan kondisi tidak baik, dia langsung menghampirinya dan langsung membantu memapahnya karena William yang jalan cukup sempoyongan. “Heh apa yang kamu lakukan? terakhir kali aku tinggal kamu baik-baik saja, kenapa sekarang kondisimu seperti ini?” tanya Hendery yang sedikit kepayahan saat memapah sahabatnya itu. “Aku dihubungi Ayah untuk datang ke rumahnya.” “Terus kamu datang? dan jangan bilang ini perbuatan Ayahmu Liam,” tebak Hendery. “Hmm…dia memintaku untuk mencabut laporannya, tentu saja aku menolak mentah-mentah. Dan berakhir seperti ini,” ucap William namun detik berikutnya dia meringis kesakitan. “Wah gila sih, aku tidak menduga sebelumnya Ayahmu akan melakukan semua ini kepadamu Liam.” Hendery menggelengkan kepalanya seraya memperhatikan kondisi William dari atas sampai bawah. Hendery pun mulai mengambil kotak P3K dan mulai mengobati luka di wajah William terlebih dahulu. “Tapi aku sedikit lega sih.” “Lah orang dipukulin malah lega, sakit emang lo Liam.” “Iya kan tadi akhirnya bisa bogem tuh anak, tapi nggak sengaja sih. orang dia duluan yang mulai,” “Heh kok bisa?” “Iya bisa lah orang dia yang mulai duluan yang singgung tentang Ibu.” Hendery kembali menggelengkan kepalanya. “Heh terus kalau dia nanti nuntut dan lapor pihak yang berwajib gimana?” Hendery tidak habis pikir dengan sahabatnya, namun yang pasti setelah ini dia harus menyiapkan pengacara lagi. Karena tidak tahu Rian akan menuntut sahabatnya atau tidak, yang pasti dia tahu Rian tidak akan tinggal diam. Dan saat ini Hendery tidak tahu apa yang direncanakan Rian, untuk membalas yang dilakukan William terhadap Adik Tirinya tersebut hari ini."Aku tidak begitu yakin soal ini," Saat berdiskusi dengan Mia, tiba-tiba terdengar dering ponsel William yang menandakan ada panggilan masuk. William melihat ternyata pengacara yang disediakan Hendery untuknya yang menghubungi."Iya ada apa?" tanya William to the point."Kamu ada dimana sekarang? aku datang ke apartemen tapi pihak disini mengatakan melihat kamu pergi keluar. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan," sahut Ferdi sang pengacara saat ini baru saja masuk ke dalam mobilnya.Mendengar hal tersebut William menarik tas dipangkuannya dan memindahkannya ke meja, lalu bangkit dari tempat duduk untuk sedikit menjauh dari Mia."Iya katakan ada apa?""Aku mendapatkan pemberitahuan dari pihak yang berwajib, bahwa laporan yang kita ajukan saat itu tidak bisa ditindaklanjuti. karena tidak cukup barang bukti yang menunjukkan atau mengarah kepada Rian sebagai tersangka dari apa yang kita tuntut dan laporkan,""Hah kok bisa? segitu banyak lampiran yang diserahkan masih kurang juga?" Wi
"Apa aku harus percaya dengan apa yang wanita ini katanya? dan ikut membantunya untuk mencaritahu lebih dalam tentang siapa Tedi Yan sebenarnya, dengan begitu dia juga bisa membantuku mencari tahu apa anak itu benar-benar bekerja sama dengan Tedi Yan yang menghancurkan perusahaanku dan membuatku masuk penjara selama ini."William termenung sejenak, memikirkan apakah dia harus percaya dan bekerja sama dengan Mia atau tidak. satu sisi dia harus berhati-hati yang selalu mengingat ucapan Hendery bahwa harus berhati-hati siapa tahu ada orang yang akan mengecohnya agar fokus teralihkan kepada hal yang lain, dan hal tersebut bisa saja dimanfaatkan Rian maupun orang lain yang terlibat dengannya mencoba menghilangkan barang bukti yang saat ini sedang dia cari.Meski sudah tujuh tahun berlalu, tapi dia yakin bahwa barang bukti apa yang telah mereka lakukan masih ada yang tersimpan disuatu tempat. "Apa yang semua aku katakan dan semua yang ada dihadapanmu tidak membuatmu percaya kepadaku?" tany
William hendak menjawab panggilan tersebut, namun sepersekian detik kemudian panggilan itu terputus. selang beberapa saat tiba-tiba ada pesan masuk, William pun langsung membuka pesan itu dan mulai membaca isi pesan itu dengan seksama. "Apa ini dengan William Argantara? ada yang ingin saya bicarakan. saya orang yang sebelumnya mengirim foto kepada anda beberapa hari yang lalu," "Jika berkenan datanglah ke alamat ini," Pesan selanjutnya orang tersebut mengirim alamat tempat mereka akan bertemu. "Apa benar dia orang yang mengirim foto sebelumnya?" gumam William saat membaca pesan tersebut. "Apa aku harus pergi ke alamat itu sekarang? siapa tahu dia tahu orang di foto itu siapa dan memiliki bukti untuk bisa lebih menjerat anak itu," jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pada ponsel beberapa kali, berfikir sejenak. William berpikir sejenak sebelum membalas pesan tersebut, setelah memantapkan diri dia me
"Udah ngocehnya? udah kaya emak-emak yang lagi marahin anaknya, nyerocos cepet kaya kereta cepat." William jengah dengan tingkah Hendery yang mengomeli dan menasehatinya sejak tadi seraya mengobatinya dengan telaten. "Udah diem! masih mending mau aku obatin, ngapapin aja sih sampe kaya gini," ucap Hendery yang fokus mengobati luka di wajah William. Hendery sudah seperti sang Ibu yang selalu mengomelinya jika anaknya terluka, membuat William terkadang jengkel dengan sahabatnya tersebut karena terlalu berlebihan menurutnya dan ingin melakukan sesuatu kepada sahabatnya itu agar tidak terlalu cerewet. "Udah tua juga, masih banyak tingkah aku lihat." Hendery tetap mengomeli setelah selesai mengobati luka di wajah William semampunya. Dia sudah terbiasa mengobati William sejak bangku Sekolah Menengah Atas, karena dimasa itu William tidak jarang mendapatkan tindakan bullying dari kakak kelasnya. William bukan tidak b
BAB 6 AMARAH YANG SELAMA INI DIPENDAMRian yang melihat William ditampar oleh Ayah kandungnya sendiri cukup puas, dia tidak perlu melakukannya dengan tangannya sendiri.Hanya dengan bicara dan memutarbalikkan fakta kepada Candra, dia tidak perlu turun langsung untuk memberikan pelajaran kepada William untuk sekarang ini.“Dasar anak kurang dan tidak tahu terima kasih.”“Berterima kasih untuk apa? Semenjak Ibu meninggal aku hanya sendirian. Sedangkan Ayah sibuk dengan keluarga baru,” William terkekeh seraya memegangi pipinya.Chandra yang semakin tersulut emosi bergegas menuju tas di sudut ruangan yang berisi stik golf.“Coba katakan sekali lagi!”Chandra sudah bersiap dengan Stik golf di tangannya“Apa? Ayah akan memukulku? apa yang aku katakan bukannya benar dan bukankah Ayah sendiri yang memutuskan hubungan antara Ayah dan Anak?” tanya William dengan pandangan tajam menusuk serta tersenyum miring.“Apa yang sebenarnya kamu inginkan Kak Liam? Apa aku punya salah kepadamu? Aku akan lak
BAB 5 RINDU YANG MENDALAMWilliam mendatangi tempat yang menjual berbagai jenis bunga sebelum pergi ke makam sang Ibu, dia langsung memesan bunga Lili dengan berbagai warna. bunga yang disukai sang Ibu selama hidupnya, bahkan sang Ibu bercerita jika dia hamil lagi dan melahirkan anak perempuan, dia akan menamainya Lili saking kecintaannya kepada bunga tersebut.Selesai melakukan pembayaran, William melanjutkan perjalanannya menuju makam sang Ibu untuk yang pertama kali setelah tujuh tahun berlalu. William meletakkan bunga yang dia beli di salah satu batu nisan yang bernama Aletha Wijaya."Bu...Liam datang, maaf baru datang lagi setelah sekian lama." William mengusap nisan sang Ibu perlahan memandang lekat-lekat tanpa berkedip, tanpa disadari kini kedua matanya mulai berembun.Dadanya terasa sesak, Ia menggigit bibir bawah pelan seolah menahan tangis."Bagaimana kabar Ibu, semoga selalu damai disana. Liam baik-baik saja saat ini jadi Ibu tidak perlu khawatir," ucap Liam suaranya serak