Setelah Samantha pergi. Darren kembali masuk ke kamar dan menatap Elina yang duduk di atas ranjang sambil menundukkan kepala.
Darren melangkahkan kaki mendekat ke arah ranjang saat melihat Elina yang hanya diam. Lalu, langkahnya terhenti, dia melihat mata dan hidung Elina memerah lagi.
Kening Darren berkerut samar. Seperti sebelumnya, setiap Samantha baru saja menemui Elina, Elina pasti tampak begitu buruk. Dan, ini membuat Darren penasaran.
Namun, mendengar apa yang Samantha perintahkan tadi, Darren yakin jika Elina memang susah diatur sehingga Samantha bersikap keras sampai memintanya melaporkan apa pun yang Elina lakukan.
Saat Darren masih diam terpaku di tempatnya, Elina menoleh dengan tatapan sendu tapi tidak ada setetes air mata di pelupuk matanya.
Ketika menyadari tatapan Elina tertuju padanya, Darren bertanya, “Apa Anda membutuhkan sesuatu?”
Bibir Elina terbungkam dengan tatapan masih tertuju pada Darren, lalu tanpa kata dia membaringkan tubuhnya di ranjang. Menarik selimut setinggi leher, kemudian memiringkan tubuhnya memunggungi Darren.
Kedua alis Darren berkerut sampai saling bertautan. Dia penasaran dengan sikap aneh Elina.
**
Setelah dari rumah sakit. Samantha pergi ke perusahaan untuk menemui suaminya.
Saat sampai di ruangan Jhonny, Samantha meletakkan tasnya di sofa lalu menuang air ke gelas dan menenggaknya dengan cepat.
Sikap Samantha membuat Jhonny berdiri dari duduknya. Dia perlahan menghampiri sang istri yang mendudukkan tubuh di sofa lalu mendengkus kasar.
“Ada apa?” tanya Jhonny saat ikut duduk di dekat Samantha.
Samantha menatap datar pada Jhonny.
“Wartawan mulai sibuk mencari informasi soal kondisi Elina dan menanyakan masalah kecelakaan yang menimpa Elina,” ucap Samantha dengan ekspresi wajah tak senang.
Belum juga Jhonny bicara, Samantha kembali bicara sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Jhonnya.
“Apa kamu tahu? Elina semakin melawanku. Dia berani mengeluarkan banyak kalimat untuk membalas ucapanku!” geram Samantha meluapkan kekesalannya.
Jhonny duduk sambil memijat keningnya. Seperti biasa dia hanya menjadi pendengar keluh kesah sang istri. Membalas sama saja dengan menyiram bensin ke api yang sedang berkobar.
“Aku benar-benar tidak bisa lagi bersabar padanya. Semakin hari, dia seperti semakin ingin melawanku.” Tatapan Samantha penuh kebencian, bahkan dengan segala yang sudah Elina lakukan untuk keluarga Jhonny, itu tak berarti apa pun untuk Samantha.
“Menyingkirkan Elina, sama dengan membuka status Eleanor, apa kamu sudah siap melihat Eleanor menjadi pewaris?” tanya Jhonny.
Mengingat sang putri tercinta, emosi Samantha sedikit reda dan dia menggeleng pelan. “Tidak, kondisi Eleanor belum memungkinkan.”
“Jadi bertahanlah dengan Elian,” balas Jhonny dengan sikap begitu tenang.
Meski tak senang, tapi Samantha tidak bisa mengelak dari fakta itu.
“Berita soal kecelakaan Elina semakin menyebar,” kata Samantha kembali ke topik pembicaraan awal mereka. “Segeralah rilis bukti rekaman CCTV kalau dia memang kecelakaan biar pers diam dan tidak berspekulasi sendiri,” katanya kemudian sambil menahan geram.
Jika Elina tidak pergi sendirian, tidak mungkin ada kejadian kecelakaan dan membuka peluang wartawan mengorek berita dari mereka.
“Ahli IT kita sudah memanipulasi rekaman itu agar kecelakaan yang Elina alami terlihat murni kecelakaan. Jadi kamu tenang saja, aku akan segera meminta orang untuk merilis pernyataan tentang kecelakaan Elina.”
Samantha melirik datar pada Jhonny lalu mendengkus kasar lagi.
“Kalau dia berani berulah lagi, aku akan benar-benar membuat wanita sialan itu menderita,” gerutu Samantha lalu mengambil rokok dan korek dari dalam tasnya.
Tatapan Jhonny berubah saat Samantha membahas ibu kandung Elina. Dia mengulurkan tangan lalu menahan Samantha yang akan menyalakan pemantik api.
“Jangan merokok di sini, alarm kebakaran akan berbunyi begitu ada asap di ruangan ini,” kata Jhonny sambil menggenggam pergelangan tangan Samantha.
Samantha menatap Jhonny yang memandangnya dengan tatapan berbeda. Dia menarik tangannya dari sang suami, lalu memasukkan kembali rokok dan pematiknya ke dalam tas.
“Aku menerima Darren sebagai bodyguard Elina” kata Samantha pada akhirnya. “Dan aku sendiri yang akan mengawasi kerjanya.
Jhonny diam menatap Samantha yang memasang wajah kesal. “Lakukan saja apa yang mau kamu lakukan.”
Halo semuanya, ini buku terbaru saya. Cerita di buku ini akan berbeda dari buku2 sebelumnya, jadi semoga kalian suka dengan cerita Elina. Terima kasih.
Setelah Samantha pergi. Darren kembali masuk ke kamar dan menatap Elina yang duduk di atas ranjang sambil menundukkan kepala.Darren melangkahkan kaki mendekat ke arah ranjang saat melihat Elina yang hanya diam. Lalu, langkahnya terhenti, dia melihat mata dan hidung Elina memerah lagi.Kening Darren berkerut samar. Seperti sebelumnya, setiap Samantha baru saja menemui Elina, Elina pasti tampak begitu buruk. Dan, ini membuat Darren penasaran.Namun, mendengar apa yang Samantha perintahkan tadi, Darren yakin jika Elina memang susah diatur sehingga Samantha bersikap keras sampai memintanya melaporkan apa pun yang Elina lakukan.Saat Darren masih diam terpaku di tempatnya, Elina menoleh dengan tatapan sendu tapi tidak ada setetes air mata di pelupuk matanya.Ketika menyadari tatapan Elina tertuju padanya, Darren bertanya, “Apa Anda membutuhkan sesuatu?” Bibir Elina terbungkam dengan tatapan masih tertuju pada Darren, lalu tanpa kata dia membaringkan tubuhnya di ranjang. Menarik selimut s
Elina tersenyum getir. Lagi, Samantha hanya bisa mengancamnya dengan nama sang mama.“Apa Anda tidak bisa mengancamku saja? Kenapa Anda selalu membawa nama Mama? Apa salah dia? Apakah penderitaannya tidak cukup?” Setelah terus menerus diam, Elina akhirnya bicara dengan nada formal sebagai penekanan darinya.Nada suaranya begitu dalam, tatapan matanya masih dingin pada Samantha.Mendengar ucapan Elina membuat emosi Samantha meledak. Dia kembali mencengkram kedua pipi Elina dengan satu tangan. Menekannya kuat sampai wajah Elina memerah.“Kamu masih bertanya apa kesalahan ibumu? Pelacur sepertinya sudah selayaknya menderita. Tidak ada penderitaan yang cukup dan sebanding dengan apa yang sudah dia lakukan. Harusnya dia lebih menderita, aku hanya masih berbaik hati pada kalian. Jadi jaga ucapan dan sikapmu, kalau kamu tidak mau melihat ibumu menderita lebih dalam.”Samantha melepas cengkramannya lagi setelah memberikan ancaman. Napasnya tak beraturan menahan emosi yang meledak.Elina diam.
Di rumah sakit.Darren mengamati kelopak mata Elina yang bengkak setelah dari kamar mandi.Namun, Darren tak banyak bertanya. Dia hanya diam menunggu Elina yang sekarang sedang sarapan.“Kamu terus berdiri di sana, apa kamu tidak lapar?” Elina bertanya tanpa memandang pada Darren. “Saya harus memastikan Anda aman, jadi saya akan tetap di sini.” Suara Darren pelan tapi bernada penuh penekanan.Elina menolehkan kepala ke arah Darren. Dia menatap datar pada pria itu.“Aku di dalam kamar dan tidak ke mana-mana, apa yang kamu khawatirkan?” Satu sudut Elina tertarik ke atas sebelum kembali menatap makanannya. “Sebagai pengawalku, kamu harus dalam kondisi sehat, jadi makanlah, pesan sesuatu. Aku tidak akan mati hanya karena kamu tinggal makan.” Suara Elina terdengar dingin.Tatapan Darren pada Elina tak bisa dideskripsikan. Dia akhirnya mengangguk lalu memesan makanan dan memutuskan sarapan di kamar Elina.Saat siang hari.Samantha mendatangi rumah sakit untuk menemui Elina. Tapi saat dia b
Keesokan harinya.Elina membuka mata dengan perlahan saat suara-suara langkah kaki juga derit roda yang menggema dari luar kamar.“Anda sudah bangun.”Elina menolehkan kepala ke samping. Dia melihat Darren yang berdiri di dekat ranjangnya.“Anda butuh sesuatu?” tanya Darren kemudian.Elina menggeleng pelan. Dia mendesis seraya mengangkat tangan untuk menekan kepala yang begitu pening.“Aku mau ke toilet,” lirih Elina yang kemudian menyibakkan selimut dari kakinya.Darren bergerak ke arah ranjang saat Elina hendak bangun, tapi gerakan kakinya kembali terhenti saat tatapan mereka bertemu.“Mau apa kamu?” tanya Elina dengan kening berkerut halus.“Membantu Anda ke kamar mandi.”Elina diam sejenak. “Tidak perlu.”Elina berusaha bangun sendiri, lalu kedua kakinya mulai diangsurkan ke lantai. Gadis itu mulai berdiri dengan perlahan, tapi karena kepala yang masih sangat pusing dan tubuh yang seperti remuk redam, ia malah limbung.Beruntung, Darren dengan sigap langsung menangkap tubuhnya. P
Mata Elina masih tertuju pada Darren saat pria itu menoleh padanya. Raut wajah gadis itu dipenuhi keraguan.“Tidak cukup menolongku, lalu sekarang kamu mengajukan diri sebagai bodyguardku? Apa sebenarnya yang kamu inginkan?” Setiap kata yang keluar dari bibir Elina terdengar menyelidik.Senyum tipis tersemat di bibir Darren. “Saya hanya butuh pekerjaan. Menjadi pengawal adalah keahlian saya.”Satu sudut alis Elina tertarik ke atas mendengar ucapan pria itu. “Apa kamu tahu? Mungkin kamu tak akan selamat jika menjadi bodyguard pribadiku. Jangan menyia-nyiakan nyawamu, kamu bisa menjadi pengawal artis atau yang lainnya.” Selama ini tak ada yang Elina percayai. Walau Darren tampak baik, tapi Elina yakin kalau Darren akan lebih mengikuti arahan Samantha. Dan itu, sama saja dengan belenggu lain yang akan mengikatnya.Tidak ada yang pernah tulus pada Elina, semua dusta. Bahkan kepercayaan yang pernah dia tanamkan untuk sang ayah pun sirna. Kini hanya pada dirinya sendiri dia percaya, hany
Derap langkah heels terdengar menggema di koridor rumah sakit.“Tiba-tiba menghilang dari pesta, lalu kita mendapat kabar kalau Elina di rumah sakit karena mengalami kecelakaan. Apa dia sengaja ingin menghebohkan satu negara karena tindakan bodohnya?!” Samantha melangkah sambil menggerutu.Ekspresi wajahnya cukup menjelaskan betapa kesal dan bencinya dia dengan sikap Elina.Jhonny tak menanggapi perkataan istrinya itu. Dia lebih memilih diam dan terus mengayunkan langkah menuju kamar VIP tempat Elina dirawat.Tadi saat mendapat panggilan dari pelayan rumah yang dihubungi oleh pihak rumah sakit, Jhonny tak langsung pergi karena Samantha mencegahnya dan meminta agar mereka menyelesaikan pesta lebih dulu. Ia berkata yang terpenting Elina sudah ditemukan.Mereka tiba di depan kamar inap Elina. Ekspresi wajah Samantha masih sedingin es, dia mendorong pintu kamar inap lalu melangkahkan kaki dengan anggun masuk kamar itu.Begitu berada di dalam, tatapan Samantha semakin dingin melihat Elina