Matanya menelusuri lemari besi dengan asap mengumpal. Angel menoleh ke belakang, merasakan bayangan seseoang melintas begitu saja. Bayangan lain melintas begitu cepat di depannya ketika Angel menatap ke belakang. Angel membuang semua pikiran negatif agar semua teka teki ini cepat selesai. "Tiara, keluarga suamimu penuh misteri apa mereka yang telah membunuhmu." Monolog Angel. 'Semua ini adalah mayit. Mereka adalah pembunuh berdarah dingin." Angel takut melihat pemandangan di dalam lemari pendingin. Ia keluar dengan tubuh bergetar. Menutup kembali pintu besi tersebut. "Astaga, mereka semua piskopat. Kejam dan Sadis." Jantungnya berdegup kencang, tak menyangka akan melihat pemandangan yang sangat menakutkan. Angel memilih keluar tak melanjutkan pencarian berikutnya. Tak lupa menyusun rencana setelah mengetahui hal ini.Tangan lentik Angel mengunci kembali pintu itu dengan tangan bergemetar. Gadis itu b
"Tidak apa. Aku hanya lupa saja." Angel tersenyum tipis. Setelah selesai mengorek informasi dari adiknya Antoni. Angel kembali ke kamar. "Aku tak akan membiarkan papa melakukan itu. Mengapa papa jahat sekali. Jangan-jangan papa yang menyiksa Tiara. Aku tidak bisa begini terus." Angel harus menyusun rencana selanjutnya. Ia tak akan memberi ampun kepada papa mertua. "Apa mereka tahu bisnis papa?" Angel berpikir keras. "Tidak mungkin mereka tak tahu. Uang papa mereka juga yang merasakannya." Angel bermain dengan pikirannya. Semua ucapan Will terngiang di kepala. Tatapan Angel menerawang jauh. Mengingat keadaan Tiara yang amat menyakitkan. Hatinya teriris sembilu. "Tiara, semoga engkau tenang di sana. Aku janji akan mencari pembunuhnya." Aroma tubuh Angel berubah, keringat membasahi tubuh rampingnya. Menatap jam tangan sudah sore. "Aku mandi saja biar terasa segar dan bugar." Angel melangkahkan kaki ke ruang
"Tidak aku tak mau. Kamu istri Antoni. Aku tak mau berurusan dengannya." Will tak peduli dengan keinginan kakak iparnya. "Aku istri Antoni artinya kamu adikku dan aku kakakmu. Kita bisa membaca buku bersama atau mengoleksi perangko dan mata uang negara lain." Angel mengetahui info dari anak buahnya. Tentang mereka, pekerjaan, pendidikan, tanggal kelahiran, sifat hingga hobi mereka yang aneh dan nyata. "Kamu suka mengoleksi perangko dan mata uang." Tatapan Will berbinar indah. Belum pernah bertemu dengan orang yang memiliki hobi sama. Angel menganggukkan kepala cepat. "Aku memiliki perangko dan mata uang yang sulit dicari malah hampir punah. Aku mendapatkan mata uang dari berbagai negara." Jelas Angel agar Will tertarik. Will terlihat dingin, tapi pemuda itu polos. Ia tak mau bersentuhan dengan wanita. Entah mengapa Will takut kepada perempuan. Berbeda dengan Antoni yang suka mengkoleksi istri. Pemuda itu jarang berbicara de
Angel menuruni anak tangga dengan santai dan tenang. Membusungkan dada dan mengangkat dagunya. Papa dan Rosa sudah duduk di kursi meja makan. Mereka terlihat biasa saja tak ada keakraban yang mereka tunjukkan. Tak ada perbincangan antara mereka. Sibuk dengan gawai masing-masing."Selamat pagi, Tiara," sapa Ros ramah. Ia tersenyum manis dan menarik kursi di sampingnya. Angel menatap kursi itu, ia enggan duduk bersebelahan dengan Ros. 'Baik sih, tapi,' ucapnya dalam hati. Seseorang yang terlihat baik belum tentu di belakang.Angel melangkahkan ke dapur tak memedulikan Ros. Ia menghela napas, perbuatan mereka membuat Angel jijik dan geram. Ia meminta pelayan untuk mengeluarkan pesanannya."Mana pesananku?" tanya Angel pada salah satu pelayan di dapur."Sebentar, Non." Pelayan berseragam hitam menuju lemari bufet. Mengambil piring pesanan Angel. "Ini, Non." "Terima kasih banyak."
Angel menuruni anak tangga dengan santai dan tenang. Membusungkan dada dan mengangkat dagunya. Papa dan Rosa sudah duduk di kursi meja makan. Mereka terlihat biasa saja tak ada keakraban yang mereka tunjukkan. Tak ada perbincangan antara mereka. Sibuk dengan gawai masing-masing."Selamat pagi, Tiara," sapa Ros ramah. Ia tersenyum manis dan menarik kursi di sampingnya. Angel menatap kursi itu, ia enggan duduk bersebelahan dengan Ros. 'Baik sih, tapi,' ucapnya dalam hati. Seseorang yang terlihat baik belum tentu di belakang."Kenapa? Apa kamu pernah melakukannya?" Angel bertanya dengan santai. Ia mengunyah makanannya."Melakukan apa?" Ros mengernyit heran dengan ucapan kakak madunya. "Apa,, ya? Memakan daging manusia atau membunuh." Angel tertawa. Wajah Ros berubah merah padam. "Ros, maaf aku hanya becanda." Angel menghampirinya dan memeluk erat. "Kau, maduku yang terbaik." Ucapan Angel menekan kata terbaik.Angel dan Ros bercengkraman di ruang keluarga. Mereka tak melakukan kegiatan
"Hallo, Ada Apa?" Wajah Angel terkejut dengan ucapan si penelepon yang memberikan kabar buruk."Kamu serius?" "Betul Non. Kita lihat semua kejadiannya." "Di mana mereka?" "Akan saya share lokasinya.""Oke. Kalian tetap awasi. Kalau ada yang mencurigakan ikuti mereka." "Siap, Non!" Angel menutup panggilannya. Wajahnya memerah dan rahang mengeras. Tangan mengepal kuat. Apakah ia akan kalah. "Kurang ajar, aku kalah cepat dari mereka. Dasar penjahat!" geramnya dalam hati.Angel mendapatkan berita dari salah satu anak buah yang mengikuti suami Tiara. Antoni mengalami kecelakaan yang mengakibatkan ia tak sadarkan diri. Mobil masuk ke dalam jurang. Angel segera menganti pakaian. Meraih tas selempang di atas meja rias. Berdiri sejenak dan menoleh ke arah lemari. "Apa ini ada hubungan dengan kejadian tempo hari?" Angel berdiri tepat di depan pintu hendak mengetuk pintu kamar Ros. Tangannya tertahan di udara. Menurunkan perlahan dan mengurungkan untuk mengetuk pintu Ros. Ia putuskan p
Ardian menghela napas panjang. Ia tak tahu apa yang akan terjadi kemudian hari. Kondisi Antoni sangat kritis. Antara hidup dan mati.Semua takdir kematian hanya Tuhan yang tahu. Ardian hanya bisa membantu penyembuhan. "Antar aku melihat jenazah mama dan Yohana.""Apa kamu yakin?""Hei, aku ini Angel. Pasti kuat." "Baiklah. Nona Angel wanita perkasa." Angel membulatkan mata tak suka dengan ucapan lelaki itu. Angel mengikuti langkah dokter berkemaja biru dengan tangan menentang tas berisi alat medis ke bagian ruang mayat di lantai dasar paling pojok. Mungkin sebagian orang menatap pintu tersebut terasa horor akan tetapi tidak untuk Angel. Ia sangat berantusias masuk ke dalam ruangan tersebut. Ruang mayat terasa lebih dingin dibandingkan ruang lain. Brankar berjejer rapi di dalam. Semua mayat dalam keadaan tertutup kain putih. Dokter Ardian membuka selimut yang sudah berlumuran darah. "Mama ...." Tubuh mertua Tiara terbaring kaku penuh luka dan darah yang masih mengalir dan tak
"Tiara, Papa tak percaya dengan pihak rumah sakit ini. Kita harus membawa mereka pulang. Biar Papa yang mengurus semuanya," ungkapnya. Wajah memerah dan rahang mengeras.Ros berdiri tak jauh darinya. Wajah basah akibat air mata yang menetas dikelopak mata dengan lensa coklat. Entah air mata asli atau hanya sandiwara saja. Kesedihan terlihat jelas di wajah cantik istri kedua Antoni. Angel melirik wanita itu memastikan kejujuran wanita itu. Papa mertua Tiara masih bersikeras untuk membawa mayat mereka. Angel menatap curiga keinginan lelaki paruh baya itu. "Pa, ini rumah sakit. Jangan berteriak. Banyak pasien lain yang terganggu," ucap Angel lembut menenangkan hati laki-laki berkacamata putih dengan bingkai emas. "Tiara, Papa gak mau jasad mama dan Yohana mereka yang tangani. Biar Papa yang melakukan tugas itu," mohonnya dengan nada memohon berharap Angel mengabulkan pintanya. Ia berpikir kalau ia berhak atas jasad itu mengapa mereka tak mengizinkannya pada