เข้าสู่ระบบ
Suara pekikan kecil terdengar diikuti oleh suara dentingan piring yang jatuh, membuat suasana pesta menjadi hening.
Ryan Pendragon menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang gadis kecil, mungkin berusia sekitar 10 tahun, berdiri kaku dengan wajah pucat.
Di depannya, seorang pria tinggi besar dengan mata tajam berdiri menjulang, jasnya yang mahal kini bernoda makanan yang tumpah.
"Ma-maafkan saya, Tuan," gadis kecil itu terbata-bata, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
Pria itu menatap gadis kecil tersebut dengan tatapan dingin yang menusuk. Tangannya terkepal erat, dan Ryan bisa melihat urat-urat di lehernya menegang karena menahan amarah.
Melihat situasi yang semakin tegang, Ayah Ryan–William Pendragon bergegas menghampiri mereka. Ia berlutut di samping gadis kecil itu, mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya.
"Tidak apa-apa, Nak. Itu hanya kecelakaan," ujar William lembut sambil mencoba membersihkan noda di sepatu gadis itu. Kemudian ia berdiri dan menghadap pria yang terlihat marah itu. "Master Lucas, saya William Pendragon. Mohon maaf atas insiden ini. Biarkan saya membantu membersihkan jas Anda."
Namun, kebaikan William rupanya tidak diapresiasi. Master Lucas menatap William dengan pandangan merendahkan.
"Apa yang kau lakukan?!" bentaknya pada William. "Kau pikir sapu tanganmu yang murahan itu bisa membersihkan jas mahalku?!"
William tersentak, "Maaf, saya hanya bermaksud membantu. Mungkin kita bisa—"
PLAK!
Suara tamparan itu menggema di seluruh ruangan. William terhuyung, pipinya memerah akibat pukulan pria itu.
Ryan membeku. Matanya melebar menyaksikan adegan di depannya. Ia ingin berlari, ingin menyelamatkan ayahnya, tapi kakinya seolah terpaku di lantai.
"Kau pikir kau siapa?!" teriak pria itu lagi. "Berani-beraninya kau menyentuhku dengan sapu tangan kotormu!"
William mencoba menjelaskan, "Tuan, saya hanya bermaksud membantu. Ini hanya kecelakaan kecil dan—"
"DIAM!" Pria itu semakin murka. Tangannya bergerak cepat, mencengkeram kerah William. "Kau tidak tahu siapa aku? Aku bisa menghancurkanmu dan seluruh keluargamu dalam sekejap!"
Ruangan itu mendadak sunyi. Tak ada yang berani bersuara, apalagi bergerak untuk membantu William.
Ryan akhirnya berhasil menggerakkan kakinya. Ia berlari mendekati kerumunan, berusaha menembus para tamu yang menonton kejadian itu dengan wajah pucat.
"Ayah!" teriaknya.
Namun sebelum Ryan bisa mencapai ayahnya, sesuatu yang mengerikan terjadi.
Master Lucas, dengan gerakan yang sangat cepat, menebas leher William Pendragon dengan tangan kosongnya. Seketika itu, kepala William menggelinding, diikuti robohnya tubuh William ke lantai.
"TIDAK!" Ryan berteriak histeris. Air mata mengalir deras di pipinya saat ia melihat ayahnya roboh ke lantai, darah mengalir deras dari lehernya.
Orang-orang mulai berteriak panik. Beberapa wanita pingsan menyaksikan kejadian berdarah itu.
Namun tak seorang pun berani mendekati William yang telah tewas, ataupun menghentikan pria yang baru saja membunuhnya.
Ryan berlutut di samping tubuh ayahnya, tangannya gemetar memeluk potongan kepala William. "Ayah ... Ayah!"
Ryan meraung, matanya liar mencari-cari bantuan. Ia melihat wajah-wajah familiar di antara kerumunan.
Orang-orang yang dulu selalu memuji keluarga Pendragon, teman-teman lama ayahnya, bahkan pamannya sendiri.
Tapi tak seorang pun bergerak. Mereka hanya berdiri diam, wajah mereka campuran antara ketakutan dan ... penghinaan? Seakan akhir seperti ini sudah sepantasnya diterima oleh keluarga Ryan!
Amarah membakar dada Ryan. Dengan gerakan cepat, ia meraih pisau makan dari meja terdekat dan menyerbu ke arah pembunuh ayahnya.
"KUBUNUH KAU!" teriaknya, mengayunkan pisau itu sekuat tenaga.
Namun pria itu terlalu kuat. Dengan satu tangan, ia menangkap pergelangan tangan Ryan, menghentikan serangannya dengan mudah.
Ryan menatap mata pria itu. Dingin, tanpa emosi. Seolah membunuh seseorang di depan umum adalah hal biasa baginya.
"Keluarga Pendragon dari Golden River, ya?" Pria itu berkata, suaranya sedingin es. "Kau pikir kau siapa? Bahkan jika kau adalah keluarga yang berada di posisi paling atas, aku tetap bisa membunuhmu dengan menjentikkan jariku!"
Ia melempar Ryan ke lantai dengan kasar. "Dan kau, dasar sampah tak berarti, kudengar kau terkenal di daerah ini karena tidak berguna. Haha, dan kau ingin membunuhku? Bahkan jika aku memberimu seratus tahun, kau tetap tidak berguna!"
Ryan tergeletak di lantai, tubuhnya gemetar karena shock dan amarah. Ia ingin bangkit, ingin membalas, tapi tubuhnya seolah kehilangan seluruh kekuatannya.
Tiba-tiba, seseorang menarik lengannya dengan kuat. Ryan menoleh, melihat ibunya, Eleanor, dengan wajah pucat dan berlinang air mata.
"Ibu?" bisiknya bingung.
Tanpa berkata apa-apa, Eleanor mendorong Ryan sekuat tenaga ke arah jendela besar yang mengarah ke Sungai Emas di belakang Paviliun Riverside.
PRANG!
Kaca jendela itu pecah, dan Ryan merasakan tubuhnya melayang di udara sebelum akhirnya tercebur ke dalam air sungai yang dingin.
Sebelum kesadarannya menghilang, Ryan melihat ibunya berlari ke arah pria pembunuh itu, wajahnya penuh tekad ... dan keputusasaan.
Air sungai yang deras menarik tubuh Ryan, menghanyutkannya entah kemana. Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Mengapa semua ini terjadi? Mengapa tidak ada yang membantu? Mengapa ibunya mendorongnya?
Dan yang paling penting ... apa yang akan terjadi padanya sekarang?
Entah sudah berapa lama Ryan hanyut, ia tidak dapat menghitungnya. Ketika kesadarannya mulai berangsur menghilang, Ryan merasakan sebuah tangan kuat menariknya ke permukaan. Samar-samar, ia melihat wajah seorang pria tua sebelum semuanya menjadi gelap.
*Lima tahun kemudian*
Angin dingin berhembus kencang di puncak Gunung Langit Biru. Di sebuah gua yang tersembunyi, seorang pemuda berdiri tegak, matanya terpejam dengan konsentrasi mendalam.
"Fokus, Ryan!" Suara serak seorang pria tua terdengar. "Rasakan aliran energi di sekitarmu. Biarkan Teknik Matahari Surgawi mengalir dalam meridianmu!"
Ryan Pendragon membuka matanya. Cahaya keemasan berpendar dari tubuhnya, menerangi seluruh gua.
Dengan satu gerakan tangan, batu-batu besar di sekitarnya terangkat ke udara, melayang seolah tak memiliki bobot.
Pria tua itu tersenyum puas. "Bagus. Kau sudah siap."
Ryan menurunkan batu-batu itu kembali ke tempatnya. Ia berbalik, menatap pria yang telah menjadi gurunya selama lima tahun terakhir.
"Guru," katanya dengan suara dalam. "Apakah ini saatnya?"
Sang guru mengangguk pelan. "Ya, muridku. Kau telah menguasai Teknik Matahari Surgawi dan rahasia alkimia tingkat tinggi. Kini saatnya kau kembali dan menghadapi takdirmu."
Ryan mengepalkan tangannya. Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya. Ayahnya yang terbunuh, ibunya yang mengorbankan diri, dan pria itu ... pria yang telah menghancurkan segalanya.
"Akhirnya," ucap Ryan, matanya berkilat penuh tekad, "dendam ini bisa kubalaskan."
Sang guru meletakkan tangannya di bahu Ryan. "Ingat apa yang telah kuajarkan padamu, Ryan. Kekuatan sejati bukan hanya tentang membalas dendam. Tapi tentang keadilan dan melindungi yang lemah."
Ryan mengangguk. Ia telah berubah. Bukan lagi pemuda lemah yang hanya bisa menangis saat melihat ayahnya dibunuh. Kini ia adalah seorang kultivator, sekaligus alkemis yang kuat, menguasai teknik yang bahkan tidak pernah dibayangkan oleh kebanyakan orang.
Saat fajar menyingsing, Ryan Pendragon melangkah keluar dari gua, meninggalkan kehidupannya selama lima tahun terakhir. Matanya menatap jauh ke cakrawala, ke arah kota Golden River yang tersembunyi di balik awan.
"Golden River," bisiknya. "Aku sudah kembali."
Keributan dahsyat itu langsung menarik lebih banyak ikan hitam pemakan manusia, dan puluhan ribu ikan hitam pemakan manusia melompat keluar dari air secara bersamaan, begitu padat hingga hampir menutupi langit. Itu seperti aliran piranha raksasa yang tak berujung! Mereka memperlihatkan gigi tajam mereka, dan aroma darah di sekitar tubuh mereka begitu kuat hingga hampir membuat Ryan mual. Mengingat jumlah mereka yang amat banyak, hampir tidak ada tempat untuk melarikan diri. Tampaknya Venerable Immortal Yuriel Leviathan dan yang lainnya bertekad untuk membunuh Ryan, dan mengendalikan sekitar tiga puluh ikan iblis untuk membuat ikan hitam pemakan manusia berkumpul di lokasi ini. "Baiklah!" Ryan tersenyum tipis. "Kalian ingin membunuhku? Mari kita lihat siapa yang akan mati duluan!" "Great Dao Nirvana!" "Great Dao Kehancuran!" "Great Dao Pedang Abadi!" "Great Dao Pembantaian!" Ryan memanggil Great Dao demi Great Dao saat Pedang God Slayer dan Tombak Demon God berputar mengelilin
Lelaki tua itu memikirkan semuanya. Dia mengambil kendi anggur di tanah dan kembali ke tempat duduknya di depan papan catur. Dia berkata dengan lemah, "Pak Tua, mari kita lanjutkan bermain catur. Anak ini cukup luar biasa." Lelaki tua yang terluka itu menatap Ryan dalam-dalam. Tatapannya penuh kompleksitas, tetapi dia tetap kembali ke tempat duduknya, dan sebuah bidak catur putih bergerak di papan. "Baiklah, kita lanjutkan. Aku ingin melihat bagaimana bocah ini akan melewati formasi Klan Aetheren." "Kuharap anak ini tidak mati di formasi ini. Hmph!" Lelaki tua itu jelas marah. Semua orang di Benua Valorisia mengenalnya karena ketenarannya, bahkan kepala dan leluhur Keluarga Celestedragon dan Keluarga Dragvine pun harus memperlakukannya dengan hormat. Meskipun demikian, dia sebenarnya dipenuhi luka karena bocah setengah dewa. Jika berita ini tersebar, dia pasti akan ditertawakan oleh banyak orang! Pada saat yang sama, di paviliun Klan Aetheren, Venerable Immortal Yuriel Leviat
"Aku sudah memperhatikan anak ini. Sejak meteorit jatuh di Gunung Langit Biru, kakeknya telah merencanakan sesuatu yang besar, mengabaikan posisi kepala Keluarga Pendragon, dan juga menghabiskan umurnya untuk ini.""Aku hanya berharap tebakannya benar."Lelaki tua itu terdiam sejenak. "Aku sudah mencoba menyelamatkannya berkali-kali, tetapi aku ditolak.""Sepertinya keajaiban membangkitkan garis keturunan generasi pertama membutuhkan pengorbanan umur para tetua mereka.""Untungnya, anak ini mampu memenuhi harapan kakeknya. Sepertinya orang tua itu bertaruh dengan benar. Ketika Ryan mencapai Ranah God King, aku khawatir Benua Valorisia akan menghadapi perubahan besar.""Oh? Apakah kau begitu yakin pada anak ini?" Pria tua bijak itu merasa penasaran. "Dia berasal dari alam kultivasi yang rendah, dan titik awalnya terlalu jauh tertinggal dari yang lain.""Meskipun garis keturunannya luar biasa, tetap saja sudah terlambat. Belum lagi, anak ini punya kecenderungan untuk mencari masalah. Di
"Sialan! Aku tak peduli lagi!"Ryan melompat. Dia tak sanggup lagi berdiri di jembatan gelap itu. Kalau tidak, menghadapi aliran ikan hitam pemakan manusia yang tak berujung ini, dia pasti akan mati jika jatuh ke sungai!Dia baru mencapai seratus meter ketika puluhan ribu ikan hitam pemakan manusia dengan cepat melompat keluar dari sungai di sekitarnya. Mereka berdesakan rapat dan tak berujung, menerkam Ryan!"Ikan-ikan sialan itu pikir mereka bisa memakanku?" Ryan tersenyum dingin. "Bermimpilah!""Great Dao Kehancuran! Musnahkan mereka!"Ryan menyimpan kedua senjatanya dan merentangkan tangannya. Aliran kekuatan penghancur yang stabil terkondensasi di masing-masing tangannya, membentuk dua bilah cahaya, yang kemudian menyatu membentuk gelombang kekuatan penghancur raksasa dan menyebar ke segala arah!Semua ikan hitam pemakan manusia yang terkena gelombang itu meledak!Saat bangkai ribuan ikan hitam pemakan manusia jatuh ke sungai, mereka dimakan oleh jenis mereka sendiri!**Pada
Black Water Mystic Domain adalah sungai hitam yang luar biasa lebar. Ditambah dengan niat membunuh yang kuat yang dipancarkannya, air itu memiliki sifat korosif yang mengerikan. Tubuh seorang kultivator Ranah Overlord Body biasa akan hancur di dalam air, bahkan sebelum ikan hitam pemakan manusia mencapai mereka! Hanya mereka yang telah mencapai Ranah Astral Transformation ke atas yang dapat menahan kemampuan korosif air sungai. Ryan sedang mencari tempat untuk menyeberangi sungai, tetapi pada saat yang sama, tiga orang yang menyaksikan apa yang dia lakukan memiliki wajah pucat, terutama leluhur Klan Aetheren. ** Dia begitu marah sehingga giginya mulai retak karena menggertakkan giginya terlalu keras, dan dia hampir menghancurkan kursinya. "Ryan, bocah itu!" raungnya murka. "Beraninya dia menghinaku!" "Sialan, sialan! Bajingan kecil itu!" Leluhur Klan Aetheren hampir tidak bisa bernapas karena amarah. Jika bukan karena kontrak, dia akan segera menyerbu dan membunuh Ryan. Kalau
Di dalam Kuburan Pedang, Eliot Lane mengangguk setuju dengan ekspresi puas. "Aku semakin menyukai anak ini. Dia memiliki kekejaman yang langka di antara para kultivator." "Dia tidak hanya kejam kepada orang lain, tetapi juga kejam pada dirinya sendiri!" Suaranya dipenuhi kekaguman. "Sejak zaman kuno, mereka yang mampu menanggung kesulitan dan rasa sakit seperti itu, jika mereka tidak mati, akan menjadi sosok tangguh yang akan menggemparkan dunia!" "Anak ini tidak hanya berbakat, tetapi kegigihan dan tekadnya juga mengagumkan. Aku penasaran apakah anak ini dapat mencapai puncak Benua Valorisia!" Mata Eliot Lane berbinar penuh harapan. "Lima puluh ribu tahun yang lalu, meskipun aku menerima banyak murid, aku tidak pernah memiliki murid yang benar-benar memuaskan. Kupikir ini adalah penyesalan terbesar dalam hidupku!" "Mungkin bukan hal yang buruk bahwa tubuh asliku terperangkap di tempat itu dan jiwa primordialku ada di sini. Mungkin itu kehendak surga." Dia tersenyum tipis. "Denga







