Hilda dan Tamara sedang duduk di teras samping rumah. Mereka sedang membicarakan sesuatu yang sangat rahasia.
"Mommy, bagaimana ini?" tanya Tamara kepada Hilda. Terlihat wajah ber-make up itu sangat gelisah.
"Sebaiknya kita pikirkan bagaimana caranya agar Ariana tidak jadi mengusir kita," jawab Hilda berbisik.
Langit malam tanpa bintang menjadi saksi perbincangan rahasia ibu dan anak ini. Bahkan hembusan angin malam yang dingin itu tidak menyurutkan kedua orang itu untuk masuk ke dalam rumah.
"Begini saja Ariana sudah sangat marah. Bagaimana kalau dia tahu kita yang menyebabkan dia keguguran sampai tiga kali," gerutu Tamara dengan menghentakan kaki.
"Diam kamu! Bagaimana kalau ada yang mendengar?" ujar Hilda menutup mulut Tamara dengan dua tangannya.
Wanita itu pun mengangguk. Dia sering berbuat bodoh dan membuat Hilda kesal.
"Tapi, itu 'kan benar. Mommy sudah membuat dia kehilangan bayinya. Bahkan sampai tiga kali!" bisik Tamara dengan memasang wajah kesal, karena kena omelan sang ibu.
"Mommy terpaksa melakukan hal itu. Bagaimana kalau dia punya ahli waris dan semua harta itu diberikan pada anaknya nanti? Kamu mau hidup menggelandang di hari tua nanti!" bentak Hilda dengan mata yang membelalak dan tatapan tajam.
"Mommy tidak perlu memelototi aku seperti itu!" teriak Tamara marah bercampur kesal. Dia paling tidak suka jika ada yang memperlakukan dirinya demikian
"Itu karena kamu bodoh, Tamara!" pekik Hilda dengan tangan kanan meremas lengan Tamara, karena gemas akan kebodohan anaknya.
Tamara mengaduh dan melepaskan tangan Hilda. Terlihat jelas bekas tanda merah di tangannya, dia pun mengusap-usap sambil meringis.
"Bukannya akan lebih bagus kalau aku punya keponakan yang lucu," kata Tamara dengan bibir yang mengerucut.
Tanpa mereka sadari kalau Ariana sejak tadi mendengarkan ucapan mereka berdua. Air mata Ariana jatuh membasahi pipi. Dia teringat kembali akan kejadian beberapa tahun yang lalu. Ariana hamil dan mengalami keguguran saat usia calon bayinya memasuki 4 bulan karena tertabrak motor. Dia pertama kali hamil saat usia pernikahannya dengan Enzo memasuki tahun ke-3. Kebahagiaan yang mereka rasakan itu hanya berlangsung selama 1 bulan. Betapa sedihnya Ariana dan Enzo saat tahu bayi mereka tidak bisa diselamatkan.
Ariana dan Enzo kembali melakukan program kehamilan, dua tahun pasca keguguran. Di kehamilan yang kedua itu awalnya juga berjalan lancar. Usia kandungan Ariana memasuki minggu ke-7, dia mengalami pendarahan hebat. Dia dan dokter kandungan yang memantau pun tidak mengerti kenapa hal ini bisa terjadi. Akhirnya, Ariana kembali harus kehilangan sang buah hati.
Kemudian, beberapa minggu yang lalu, Ariana kembali mendapat kabar gembira. Dia akhirnya bisa mengandung kembali. Saat dia cek usia kehamilan, ternyata sudah 6 minggu. Lagi-lagi dia harus mengalami keguguran karena jatuh dari anak tangga. Betapa hancur hati Ariana yang sudah 3 kali kehilangan buah cintanya bersama Enzo.
Kini dia tahu kalau semua kejadian itu adalah ulah mertua, yang tidak menginginkan adanya penerus. Ariana sangat marah dan ingin membalas semua kejahatan mertua dan adik iparnya ini. Ingin rasanya dia memasukan kedua orang itu ke dalam penjara. Namun, dia tidak punya bukti apa pun.
"Aku akan menuntut balas kepada kalian! Berani-beraninya kalian melakukan hal ini kepadaku!" gumam Ariana, kemudian berlalu dari sana.
Masalah keguguran dia yang pertama sudah terlalu lama kejadiannya. Begitu juga saat ini, dia tidak punya rekaman video atau audio. Tidak ada cctv di teras halaman samping, adanya rekaman cctv yang mengarah ke sana. Namun, tidak akan terlihat gerak bibir Hilda dan Tamara.
***
Ariana pun menghubungi Olivia, kembaran Oliver. Sahabat baiknya itu merupakan seorang dokter ahli jantung. Ariana lalu menceritakan apa yang baru saja dia lihat dan dengar.
"Kumpulkan saksi yang bisa menguatkan kamu atas kejahatan yang dilakukan oleh Hilda dan Tamara. Misal suruh mereka menulis keseharian mereka beberapa waktu yang lalu, dengan jujur. Siapa tahu ada diantara mereka menuliskan sesuatu yang sangat penting bagi kamu."
"Benar juga, aku akan interogasi mereka."
"Kamu juga harus berhati-hati terhadap mereka. Bisa saja mereka juga akan mencelakai kamu."
"Iya. Terima kasih atas perhatian kamu ini. Hanya kamu dan Oliver yang benar-benar sayang sama aku dengan tulus."
"Sampai kapan pun aku dan Oliver akan selalu menyayangi kamu."
Ariana akan memulai pembalasan untuk keluarga suaminya. Dia sudah membulatkan tekad untuk membuat orang-orang itu merasakan kesakitan seperti yang dia pernah rasakan.
***
Saat sarapan Ariana tidak menghiraukan keberadaan suami, mertua, dan adik iparnya di meja makan. Dia makan dengan tenang meski ada 3 pasang mata yang terus memperhatikan dirinya.
"Honey, aku ingin—"
"Aku sudah menyuruh pengacara untuk mengurus perceraian kita," potong Ariana lalu memasukan makanannya ke dalam mulut.
"Apa tidak ada maaf bagiku?" tanya Enzo dengan menatap sendu.
"Sudah berapa lama kamu dan Caroline menjalin hubungan?" Ariana malah balik bertanya tanpa menghiraukan perkataan suaminya.
"Belum lama ini. Karena aku ingin punya keturunan, Honey," jawab Enzo dengan lembut.
Hilda dan Tamara menatap Ariana dengan intens dan diam. Keduanya sedang menikmati sarapan hari terakhir di rumah mewah milik Ariana. Mereka juga mulai merutuki kebodohan Enzo. Gara-gara dirinya mereka ikut menjadi korban.
Senyum lebar dan penuh ejekan terlukis di wajah Ariana. Dia lalu melemparkan beberapa foto Enzo dengan Caroline, ke depan suaminya.
Mata Enzo terbelalak saat melihat foto-foto dirinya bersama Caroline dari beberapa tahun yang lalu. Lidah dia terasa kelu dan tidak bisa bicara. Matanya menatap Ariana dengan ketakutan.
"Belum lama? Iya, benar juga, sih. Baru tiga tahun sedangkan kamu dan aku sudah menjalin hubungan sudah sebelas tahun. Aku rasa ini sudah cukup lama, ya. Jadi, pastinya bosan dan ingin mengakhiri ini semua," kata Ariana mengejek Enzo.
"Honey …." Enzo sudah tidak bisa mengelak lagi.
"Aku harap kedepannya kita tidak akan pernah saling berhubungan lagi," ujar Ariana sambil berdiri, kemudian meninggalkan ruang makan.
Baru juga Ariana berjalan beberapa langkah, dia membalikkan badannya dan berkata dengan tegas, "Aku harap hari ini kalian semua sudah meninggalkan rumah aku ini!"
Terlihat jelas pancaran kebencian dari sorot mata ketiga orang itu. Namun, Ariana tidak mau ambil pusing dengan itu, karena dia juga sama bencinya kepada mereka.
***
Ariana pergi ke kantor diantarkan oleh supir pribadi. Dia biasanya selalu pergi ke mana-mana seorang diri. Namun, saat ini kesehatannya masih dalam proses pemulihan. Jadi, tidak boleh terlalu capek.
"Andrew kamu bisa istirahat di ruang karyawan jika bosan menunggu aku kerja nanti," kata Ariana sambil membalas pesan dari Oliver.
"Kalau bisa, izinkan saya duduk di dekat pintu ruang kerja Anda, Madam. Daddy berpesan agar aku selalu berada di dekat Madam," ucap Andrew.
"Baiklah. Terserah kamu saja," balas Ariana sambil melihat ke arah luar jendela.
Tiba-tiba ada kendaraan yang melaju berlawanan arah. Andrew sudah membunyikan klakson beberapa kali kalau kendaraan itu sudah salah jalur karena melawan arah. Namun, mobil itu tidak ada niatan untuk ke jalur yang seharusnya.
"Sial!" umpat Andrew sambil banting setir.
"Ada apa Andrew?" tanya Ariana sambil berpegangan pada sandaran kursi di depannya.
"Ada yang mencoba berbuat buruk, Madam. Mobil barusan berpapasan dengan kita itu melaju berlawanan arah," jawab Andrew.
"Berhati-hatilah!" titah Ariana.
Tidak lama kemudian si kuda besi yang tadi hampir menabrak, kini menyalip mobil Ariana dari arah belakang dan membuat Andrew terkejut. Dia pun banting setir lagi untuk menghindari tabrakan. Akan tetapi, kali ini laju kendaraannya tidak bisa dikuasai oleh Andrew.
"Madam, keadaan gawat. Bisakah Anda melompat ke luar!" teriak Andrew sambil mencoba mengendalikan setir dan remnya.
"Kenapa?" tanya Ariana panik.
"Remnya blong!" jawab Andrew dengan nada bicara yang agak meninggi.
"Oh, Tuhan. Bagaimana bisa ini terjadi?" lirih Ariana.
"Sial! Madam tidak akan sempat!" teriak Andrew lagi.
Ariana pun membuka sabuk pengamannya. Belum juga membuka pintu mobil, kendaraan itu sudah jatuh ke jurang yang di bawahnya ada laut. Mobil yang ditumpangi oleh Ariana dan Andrew jatuh ke dalam laut dan meledak karena banyak terumbu karang di sana.
***
"Ada mayat! Tolong, ada mayat!" teriak seorang nelayan dan membuat terkejut orang yang tidak jauh dari bibir pantai."Mana?" Banyak orang berbondong-bondong menghampiri nelayan itu.Mereka melihat ada perempuan dengan luka yang sangat parah di sekujur tubuhnya. Mayat itu berada di tepi pantai, karena tersapu oleh ombak."Cepat hubungi 911, kita laporkan temuan mayat ini!" titah seseorang.Sekitar 30 menit datang ambulance dan polisi. Mereka mengevakuasi mayat temuan itu, dan membawanya ke rumah sakit terdekat."Dia masih hidup!" pekik tim medis agak terkejut begitu memeriksa keadaan nadi Ariana."Apa? Cepat selamatkan nyawanya!" Beberapa dokter langsung memasukan ke ruang operasi."Apa ada kartu identitas milik korban?" tanya salah seorang polisi yang ikut ke rumah sakit."Tidak ada, Pak. Korban hanya memakai kalung ini saja yang bisa jadi bahan identifikasi. Kecuali jika korban selamat, baru bisa di ajukan pertanyaan tentang identitas dia," jawab tim medis.***"Dokter bagaimana kead
Alice menginjakan kakinya kembali di tanah kelahirannya. Kini, dia sudah menjadi sosok wanita pebisnis ulung. Uang modal yang dia terima dari Dokter Giovanni berhasil dia kembangkan. Selama dua tahun ini, Alice sukses di bidang perhotelan dan restoran. Dia membeli hotel dan restoran yang sudah bangkrut dengan harga murah. Lalu, dia renovasi, dikelola dengan manajemen yang sudah handal dan melakukan promosi besar-besaran. Memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya agar mereka merasa puas. Setelah berhasil di negara bagian Arizona, sekarang dia mengembangkan usahanya merambah ke bidang produksi barang rumah tangga. Dia mengincar perusahaan PT. Graham yang memproduksi barang-barang furniture. Selain membuat produk, dia juga membeli sedikit sahamnya.Alice mengajukan ingin bekerja sama terlebih dahulu kepada perusahaan itu, untuk mendesain barang khusus untuk hotel dan restoran miliknya. Hari ini rencananya dia akan bertemu dengan CEO dari perusahaan itu. Dia adalah Alejandro Grey, a
Bab 6 Tubuh Alice membeku saat Enzo berdiri di depannya. Kedua netra mereka saling bersirobok. Dalam hati Alice terus mengucapkan mantra untuk membuat dirinya tetap kuat dan tenang. Dia sekarang adalah Alice White dan bukan Ariana Brown. "Kenalkan, Enzo Grey," kata laki-laki itu mengulurkan tangannya ke arah Alice, dengan diiringi senyum hangatnya. Caroline yang berdiri di samping Enzo melotot ke arah perempuan yang datang bersama adik ipar. Dia tidak suka padanya, karena penampilan Alice itu memperlihatkan lekuk tubuh yang indah. Gaun yang dipakai juga merupakan keluaran terbaru dari merk terkenal. "Alice White," balas Alice sambil menerima uluran tangan dari mantan suami Ariana. Alice bersorak dalam hati saat melihat ada pancaran marah dan cemburu dari kedua mata milik Carolin. Entah kenapa dirinya merasa sangat senang dan puas. Wanita itu ingin membuat mantan sahabatnya merasakan rasa sakit karena pengkhianatan oleh laki-laki yang dicintai. Alejandro terlihat tidak suka saat E
Bab 7 Alice menemui Oliver dan Olivia, mereka berjanji untuk membicarakan langkah-langkah yang akan dia lakukan agar secepatnya bisa mendekati Hilda dan Enzo. Orang ketiga itu makan siang bersama di apartemen milik Alice. "Jangan-jangan nanti kamu jatuh cinta beneran ke Alejandro," kata Oliver sambil tertawa terbahak. Alice mendelikkan mata dan mencebikkan mulutnya. Dia merasa menyesal karena sudah menceritakan apa yang sudah dia lakukan dengan mantan adik ipar, kemarin. "Setahu aku, Alejandro belum pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Bahkan banyak yang menduga kalau dia menyimpang. Tapi, tidak ada yang tahu siapa yang menjadi kekasihnya," ujar Olivia. Usia Alejandro terpaut 2 tahun dari Ariana dan Enzo. Laki-laki itu merupakan adik kelas mereka. Hanya saja memiliki postur tubuh yang tinggi, sehingga sering di sangka senior atau lebih tua dari kedua orang itu. Ditambah orangnya pendiam dan jarang tersenyum. "Hei, saat ini aku adalah Alice White. Jadi, aku akan bertind
Bab 8 Hilda dan Tamara merasa sangat senang saat Alice mengajak mereka berbelanja. Mereka sibuk memilih baju keluaran terbaru dari perancang busana terkenal di dunia. Senyum bahagia selalu menghiasi wajah keduanya yang dikasih make up seharga ratusan dollar. "Alice, mommy ingin membeli gaun yang ini," ucap Hilda dengan sedikit rayuan. Wanita paruh baya itu memutar badannya sambil melihat ke arah cermin. Gaun dengan harga ribuan dollar itu sangat bagus dan terlihat cocok di tubuh ibunya Alejandro. Meski Hilda sudah berusia di atas 50 tahun, tetapi dia masih terlihat seperti berusia 40 tahunan. "Cocok sekali baju itu untukmu, Mommy! Kalau mau boleh ambil, biar aku yang bayar nanti," ujar Alice dengan senyum cantiknya memuji wanita itu. "Oh, terima kasih, Alice. Kamu memang wanita terbaik dan pantas untuk putraku," kata Hilda sambil memeluk tubuh Alice dengan lembut. M Melihat hal itu membuat Tamara tidak mau kalah dengan sang ibu. Perempuan itu pun merayu Alice agar mau membelikan
Bab 9 "Ale," lirih Alice. "Iya, ada apa?" tanya Alejandro sambil menahan tubuh wanita itu karena terlihat bergetar. "Aku takut," jawab Alice yang kini bisa memutarkan kepalanya menghadap ke arah sang kekasih. Terlihat wajahnya yang pucat dengan bibir bergetar. Tatapan mata yang tersirat akan ketakutan. "Tenang, kamu jangan takut terjatuh, karena aku akan memeluk tubuhmu. Jika kamu takut cukup pejamkan mata dan bayangkan saja taman bunga yang indah," lanjut Alejandro tepat di samping telinga kanan Alice agar bisa didengar semua ucapannya. Alice menuruti semua ucapan Alejandro. Bahkan dia tidak sadar saat sky boat miliknya sudah sampai di dekat pelabuhan kecil. Pasangan itu turun dengan cara yang romantis di mata Hilda. Di mana Alejandro menggendong Alice dengan ala bridal style. "Ale, ada apa dengan Alice?" tanya Hilda dengan raut wajah penuh kecemasan. Sebenarnya Alice sudah merasa baik dan ketakutannya juga hilang saat calon suami dia membawa dirinya turun dari sky boat . Wan
Bab 10 Sudah satu minggu berlalu setelah mereka pulang dari liburan bersama. Sikap Alejandro kepada Alice semakin posesif. Bahkan dia ingin agar hubungan mereka segera bisa bersatu dalam ikatan pernikahan. "Alice, izinkan aku menemui kedua orang tuamu," kata Alejandro ketika mereka makan malam bersama di apartemen wanita itu. Alice berpikir apa hubungan dirinya dengan Alejandro terlalu cepat atau malah bagus untuk memperlancar tujuan dia. Wanita itu tidak mau kalau sampai salah strategi, dia harus bisa membalas semua kejahatan mantan suami, mertua, dan adik iparnya. "Akan aku tanyakan dulu, apa mommy dan daddy punya waktu," balas Alice sambil tersenyum manis kepada laki-laki yang kini duduk di depannya. "Ya, aku harap mereka punya waktu luang. Sungguh aku ingin secepatnya bisa menikahimu," ucap Alejandro dengan tatapan penuh damba kepada sang kekasih. Setelah mereka makan malam, dilanjutkan dengan menonton film bersama. Di pertengahan pemutaran film terjadi adegan panas dan itu m
Bab 11 Alejandro melihat ada ibu, adik, dan kakak iparnya, tetapi dia diam saja. Tidak ada keinginan dia untuk menyapa mereka. Hubungan laki-laki itu dengan keluarganya memang terkesan kaku dan dingin. Ini yang membuat Ariana merasa heran dari dahulu. Bukan hanya sikap Alejandro yang dingin kepada keluarganya. Begitu juga dengan mereka yang tidak peduli, seakan-akan kalau laki-laki itu bukan dari bagian mereka. Alice diam-diam mengikuti mereka dari belakang. Dia sempatkan membeli topi dan kacamata untuk dirinya dan juga untuk Alejandro. Dengan penyamaran seadanya wanita itu mengikuti target. 'Kita sekarang seperti sedang menjadi seorang penguntit?' (Alejandro) "Mommy, baju ini sangat bagus! Cocok untuk dipakai ke acara ulang tahun perusahaan besok," kata Tamara sambil menunjukan gaun dengan model tanpa lengan, tetapi kain itu menjuntai sampai ke bawah kaki. Baju berwarna merah marun itu sangat pas di tubuh dengan bagian punggung terbuka hanya ada beberapa tali silang. "Iya, bagus