Share

Bab 4. Identitas Baru

"Ada mayat! Tolong, ada mayat!" teriak seorang nelayan dan membuat terkejut orang yang tidak jauh dari bibir pantai.

"Mana?" Banyak orang berbondong-bondong menghampiri nelayan itu.

Mereka melihat ada perempuan dengan luka yang sangat parah di sekujur tubuhnya. Mayat itu berada di tepi pantai, karena tersapu oleh ombak.

"Cepat hubungi 911, kita laporkan temuan mayat ini!" titah seseorang.

Sekitar 30 menit datang ambulance dan polisi. Mereka mengevakuasi mayat temuan itu, dan membawanya ke rumah sakit terdekat.

"Dia masih hidup!" pekik tim medis agak terkejut begitu memeriksa keadaan nadi Ariana.

"Apa? Cepat selamatkan nyawanya!" Beberapa dokter langsung memasukan ke ruang operasi.

"Apa ada kartu identitas milik korban?" tanya salah seorang polisi yang ikut ke rumah sakit.

"Tidak ada, Pak. Korban hanya memakai kalung ini saja yang bisa jadi bahan identifikasi. Kecuali jika korban selamat, baru bisa di ajukan pertanyaan tentang identitas dia," jawab tim medis.

***

"Dokter bagaimana keadaannya?" tanya laki-laki berjas hitam itu.

"Dia berhasil diselamatkan. Hanya saja dia harus menjalani operasi plastik untuk memulihkan kembali wajahnya, yang hancur," jawab dokter yang baru keluar dari ruangan operasi.

"Bisa lihat hasil data pemeriksaan milik korban itu?" Laki-laki yang berprofesi sebagai polisi itu berharap kasus ini bisa dia tangani.

"Ikutlah ke ruangan aku!" ajak si dokter.

Operasi pun berjalan sangat lama karena banyak luka dalam dan robekan pada tubuhnya. Wajahnya juga sebagian besar kena luka bakar jadi sulit di ambil gambarnya. Hanya lewat sidik jari tangan kiri yang masih ada kemungkinan karena telapak tangan kanan juga ikut melepuh.

"Apa dia korban kecelakaan atau percobaan pembunuhan?" tanya dokter melirik ke arah polisi.

"Tidak tahu. Belum ada laporan yang kehilangan keluarga atau telah terjadi kecelakaan di suatu tempat," jawab laki-laki muda itu.

***

Ariana merasakan badannya sakit semua. Dia membuka matanya secara perlahan dan ruang asing baginya. Ariana tahu kalau sekarang sedang berada di rumah sakit. Tangannya dibalut dengan perban.

"Anda sudah sadar?" tanya seorang perawat yang kebetulan masuk untuk melakukan pemeriksaan.

"Ini di rumah sakit mana?" tanya Ariana dengan lirih dan mata yang baru terbuka sedikit.

"Sekarang Anda sedang berada di Hospital Angel Wings," jawab perawat itu.

Tidak lama kemudian ada dokter yang datang ke ruangan itu. Dia langsung melakukan pengecekan terhadap Ariana, terutama bagian kepala.

"Syukurlah operasi kemarin berhasil, tinggal pemulihan saja. Anda harus memperhatikan kesehatan mulai saat ini," kata dokter itu lagi.

Pintu ruangan itu tiba-tiba dibuka dengan kasar oleh seorang laki-laki berseragam polisi. Napasnya terengah-engah dan kening mengeluarkan keringat.

"Katanya korban sudah sadar!" teriak polisi muda itu.

"Xavier, jangan buat kegaduhan di rumah sakit!" bentak dokter pada polisi yang baru datang itu.

"Maaf. Aku merasa sangat senang saat mendengar korban sudah siuman," kata laki-laki yang bernama Xavier.

Xavier mendekati brankar tempat Ariana berbaring. Lalu dia memperkenalkan dirinya yang seorang polisi di negara bagian Louisiana.

"Apakah Anda masih bisa mengingat siapa diri Anda?" tanya Xavier dengan menatap intens kepada wanita yang sedang berbaring di atas ranjang pasien.

"Iya. Saya masih ingat siapa identitas saya," jawab Ariana dengan suara yang pelan.

"Bagus. Apa Anda sanggup berbicara atau bercerita apa yang sudah terjadi? Kenapa Anda bisa mengalami ini semua?" tanya Xavier sambil mengeluarkan perekam suara dari saku jasnya.

Ariana pun menceritakan hari kejadian naas itu. Dia bahkan meminta tolong untuk menemukan Andrew.

"Sepertinya ini adalah percobaan pembunuhan terhadap Anda. Apa ada seseorang atau kelompok yang menjadi musuh Anda?" tanya Xavier sambil merekam pembicaraan mereka.

"Aku tidak bisa menuduh seseorang tanpa bukti. Bisa-bisa nanti aku dilaporkan balik," jawab Ariana dan Xavier membenarkan.

Setelah pembicaraan mereka selesai, Ariana meminta tolong pada seorang perawat untuk menghubungi sahabatnya, Oliver. Bagi Ariana saat ini hanya dia, orang yang bisa dipercaya.

***

"Aku yakin kalau ini semua adalah ulah keluarga suamimu!" geram Oliver setelah mendengarkan cerita yang sudah dialami oleh Ariana.

"Kamu bisa cari bukti akan keterlibatan mereka atas kecelakaan yang menimpa diriku?" tanya Ariana dengan tatapan mata memohon.

"Ya, akan aku cari bukti-bukti keterlibatan mereka. Mereka itu harus membayar semua ini," jawab Oliver dengan geram.

"Ariana, aku sudah menghubungi seorang dokter operasi plastik hebat kenalanku. Dia bersedia menangani kamu," kata Olivia yang sejak tadi sibuk bernegosiasi lewat telepon.

"Terima kasih Olivia," kata Ariana dengan mata berkaca-kaca.

"Kamu jangan sungkan begini kepada kami. Kita ini sudah tumbuh besar bersamaan sejak bayi. Kita bukannya sudah menganggap sebagai sahabat sekaligus saudara," ucap Olivia sambil meneteskan air matanya.

"Ya, kamu benar."

"Aku berjanji akan membuat mereka menyesal!" desis Oliver dengan tangan yang terkepal.

***

Ariana dibawa ke rumah sakit yang ada di negara bagian Arizona tempat dokter Giovanni berada. Dokter hebat yang kini hidupnya mengasingkan diri dari hiruk pikuk kemegahan kota-kota besar di Amerika.

Dokter itu merasa simpati akan hal yang sudah menimpa Ariana. Pria paruh baya itu teringat akan putrinya dulu yang dikhianati oleh kekasih dan sahabat baiknya. Hal ini membuat gadis itu memilih bunuh diri karena merasa tertekan oleh orang-orang di sekitar dia. Kematian putrinya ini malah membuat sang istri depresi dan mengharuskan mereka mengasingkan diri dari kumpulan banyak orang.

"Apa kamu bersedia menolong aku juga, Ariana?" Giovanni menatap Ariana dengan tatapan matanya yang lembut.

"Apa itu dokter?" Ariana berharap dia juga bisa membantu dokter yang baik hati menurutnya ini.

"Jadilah putriku, dan kembalikan senyuman dari istriku," kata Giovanni dengan nada memohon.

"Menjadi putri Anda?" Ariana membeo dengan tatapan tidak percaya.

"Ya, jadilah Alice White, putri dari Giovanni White. Lalu, kamu bisa balas dendam pada orang yang sudah menghancurkan keluargaku dan dirimu itu," ucap Giovanni dengan penuh penekanan.

Ariana pun diam sejenak. Dia memikirkan dulu masak-masak. Kira-kira apa yang akan terjadi kedepannya, jika dia menjadi orang yang bernama Alice White itu. Oliva dan Oliver setuju dan akan membantu dalam drama identitas baru Ariana nanti.

"Baiklah. Ariana Brown sudah mati dan kini yang ada adalah Alice White," kata Ariana dan langsung disambut pelukan oleh Giovanni.

"Selamat datang, putriku." 

***

Dua tahun kemudian ….

Setelah beberapa kali menjalani operasi plastik dan belajar tentang diri Alice White. Ariana kini sudah menjadi sosok yang sempurna. Gaya bicara, kebiasaan, dan wajahnya sudah mirip dengan Alice yang asli.

Galena White, istri dari Giovanni White juga sudah sembuh dari depresinya. Dia sudah bisa tersenyum kembali. Hari-hari mereka bertiga diisi dengan canda tawa dan bahagia. Ariana menemukan kembali arti keluarga yang sudah sangat lama hilang. Kedua orang tuanya dulu meninggal saat masih duduk di bangku sekolah dasar, sehingga dia dirawat oleh kakeknya.

"Alice, kamu sudah pintar memasak sekarang!" Giovanni mencicipi masakan yang sudah dibuat oleh Alice.

"Benar, Sayang. Putri kita selain cantik dia juga pandai memasak," puji Galena diiringi senyum lebar yang memperlihatkan deretan giginya.

"Alice, kapan Oliver akan menjemput kamu?" tanya Giovanni sambil memakan pasta miliknya.

"Lusa katanya, Dad. Jadi, hari ini aku akan bersenang-senang dengan Mommy dan Daddy!" seru Alice sambil tersenyum manis dan mengedip-ngedipkan matanya lucu. Hal ini membuat kedua orang tua itu ikut tertawa karena tingkah Alice.

"Baiklah, ayo kita senang-senang dan jalan-jalan ke pusat kota!" ajak Alice dan membuat sambutan dari kedua orang paruh baya itu.

'Sebelum aku menjalankan misi. Aku ingin menikmati hidup normal seperti ini. Meski hanya sebentar saja,' batin Alice.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status